Makalah
Keperawatan Medikal Bedah III
“Asuhan
keperawatan pada pasien dengan Gangguan Muskuloskeletal : Frakture”
BAB
I
PENDAHULUAN
- Latar belakang
Fraktur atau patah
tulang adalah keadaan dimana hubungan atau kesatuan jaringan tulang terputus.
Tulang mempunyai daya lentur (elastisitas) dengan kekuatan yang memadai,
apabila trauma melebihi dari daya lentur tersebut maka
terjadi fraktur (patah tulang). Penyebab terjadinya fraktur adalah
trauma, stres kronis dan berulang maupun pelunakan
tulang yang abnormal. Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan
tulang yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa
menurut Linda Juall C (1999) Fraktur adalah rusaknya kontinuitas tulang yang
disebabkan tekanan eksternal yang dating lebih besar dari
yang dapatdiserap oleh tulang.
Patah tulang
merupakan suatu kondisi di mana tulang mengalami keretakan. Umumnya disertai
dengan cedera pada jaringan di sekitarnya. Patah tulang disebut juga fraktur
yang biasanya terjadi akibat terjadinya cedera, seperti kecelakaan, jatuh, atau
cedera olah raga.
Penanganan segera
pada klien yang dicurigai terjadinya fraktur adalah dengan mengimobilisasi
bagian fraktur adalah salah satu metode mobilisasi fraktur adalah fiksasi
Interna melalui operasi Orif (Smeltzer, 2001 : 2361). Penanganan tersebut
dilakukan untuk mencegah terjadinya komplikasi. Komplikasi umumnya oleh akibat
tiga fraktur utama yaitu penekanan lokal, traksi yang berlebihan dan infeksi
(Rasjad, 1998 : 363).
Peran perawat pada
kasus fraktur meliputi sebagai pemberi asuhan keperawatan langsung kepada klien
yang mengalami fraktur, sebagai pendidik memberikan pendidikan kesehatan untuk
mencegah komplikasi, serta sebagai peneliti yaitu dimana perawat berupaya
meneliti asuhan keperawatan kepada klien fraktur melalui metode ilmiah.
- Tujuan
a). Tujuan Umum
Dalam penulisan
makalah ini adapun tujuan Umum yaitu Untuk menyelesaikan tugas Keperawatan
Medical Bedah III mengenai asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan
musculoskeletal : fracture
b). Tujuan Khusus
Dalam penulisan
makalah ini adapun tujuan khususnya yaitu :
–
Menjelaskan definisi frakture
–
Menjelaskan penyebab frakture
–
Menjelaskan patofiologi frakture
–
Menguraikan pemeriksaan diagnostik
–
Menjelaskan jenis-jenis fracture
–
Mengetahui komplikasi fracture
–
Mengetahui gambaran klinis fracture
–
Menjelaskan discharge planning bagi pasien frakture
- Sistematika Penulisan
BAB I Pendahuluan
yaitu :
–
Latar belakang
–
Tujuan penulisan dan
–
sistematika penulisan
BAB II Tinjauan Teori
:
- Menjelaskan definisi frakture
- Menjelaskan penyebab frakture
- Menjelaskan patofiologi frakture
- Menguraikan pemeriksaan diagnostic
- Menjelaskan stadium frakture
- Menjelaskan jenis-jenis fracture
- Mengetahui komplikasi fracture
- Mengetahui gambaran klinis fracture
- Menjelaskan discharge planning bagi pasien frakture
BAB III Asuhan
Keperawatan pada pasien dengan gangguan musculoskeletal : frakture
BAB IV Penutup
kesimpulan
saran
Daftar Pustaka
BAB
II
TINJAUAN
TEORI
- Definisi Frakture
- Menurut Masjoer A,2005 Fraktur atau sering disebut patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan atau tulang rawan yang penyebabnya dapat dikarenakan penyakit pengeroposan tulang diantaranya penyakit yang sering disebut osteoporosis, biasanya dialami pada usia dewasa. Dan dapat juga disebabkan karena kecelakaan yang tidak terduga.
- Fraktur adalah terputusnya kontuinitas tulang yang ditentukan sesuaijenis dan luasnya, fraktur terjadi jika tulang dikenai stress yang lebih besar dari yang dapat diabsorbsinya (Smelzter and Bare, 2002).
- Menurut mansjoer, 2000 Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh ruda paksa.
- Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang, kebanyakan fraktur akibat dari trauma, beberapa fraktur sekunder terhadap proses penyakit seperti osteoporosis, yang menyebabkan fraktur yang patologis (Mansjoer, 2001).
- Fraktur adalah setiap patah tulang, biasanya disebabkan oleh traumaatau tenaga fisik Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang yang ditandai oleh rasa nyeri, pembengkakan, deformitas, gangguan fungsi, dan krepitasi (Doenges, 2000)
- Menurut carpenito,2000 Fraktur adalah rusaknya kontinuitas tulang, yang diakibatkan oleh tekanan eksternal yang lebih besar dari yang dapat diserap oleh tulang.
- Fraktur adalah suatu patahan pada kontinuitas struktur tulang. Patahan tadi mungkin taklebih dari suatu retakan, suatu pengisutan atau primpilan korteks; biasanya patahan lengkap dan fragmen tulang bergeser. Kalau kulit diatasnya masih utuh, keadaan ini disebut fraktur tetutup (atau sederhana) kalau kulit atau salah satu dari rongga tubuh tertembus keadaan ini disebut fraktur terbuka (atau compound) yang cendrung untuk mengalami kontaminasi dan infeksi (A,Graham,A & Louis, S, 2005).
- Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik kekuatan dan sudut dari tenaga tersebut, keadaan tulang itu sendiridan jaringan lunak disekitar tulang akan menentukan apakah fraktur yang terjadi itu lengkap atau tidak lengkap (Price, A dan L. Wilson, 2005)
- Menurut Carpenito,2000 fraktur didefinisikan sebagai rusaknya kontinuitas tulang, yang diakibatkan oleh tekanan eksternal yang lebih besar dari yang dapat diserap oleh tulang. Bila Fraktur mengubah posisi tulang, struktur yang ada disekitarnya (otot, tendon, saraf dan pembuluh darah) juga mengalami kerusakan , cidera traumatic paling banyak menyebabkan Fraktur. Fraktur Patologis terjadi tanpa trauma pada tulang yang lemah karena demineralisasi yang berlebihan.
- Menurut Linda Juall C,1999 Fraktur adalah rusaknya kontinuitas tulang yang disebabkan tekanan eksternal yang dating lebih besar dari yang dapat diserap oleh tulang. Patah tulang merupakan suatu kondisi di mana tulang mengalami keretakan. Umumnya disertai dengan cedera pada jaringan di sekitarnya. Patah tulang disebut juga fraktur yang biasanya terjadi akibat terjadinya cedera, seperti kecelakaan, jatuh, atau cedera olah raga.
- Penyebab fracture
a.
Fraktur terjadi ketika tekanan yang menimpa tulang lebih besar daripada daya
tahan tulang, seperti benturan dan cedera.
b.
Fraktur terjadi karena tulang yang sakit, ini dinamakan fraktur patologi yaitu
kelemahan tulang akibat penyakit kanker atau osteoporosis. Biasanya terjadi
pada lansia
c.
Frakture stress terjadi pada tulang normal akibat stress tingkat rendah yang
berkepanjangan / berulang yang disebut frakture keletihan seperti pelari jarak
jauh
- Patofisiologi fracture
Peningkatan tekanan
kompartemen kadang-kadang disebut sebagai siklus iskemik – edema . Kapiler
dalam melebarkan otot , yang menyebabkan meningkatnya tekanan
kapiler . Kapiler kemudian menjadi lebih permeabel karena pelepasan histamin
oleh jaringan otot iskemik . Akibatnya , protein plasma bocor ke dalam ruang
cairan interstitial , dan edema terjadi . Edema menyebabkan tekanan pada ujung
saraf dan nyeri . Aliran darah ke daerah tersebut berkurang , dan hasilnya
iskemik lanjut . Defisit sensorik umumnya muncul sebelum perubahan dalam
pembuluh darah atau tanda-tanda bermotor . Warna jaringan pucat , dan denyut
nadi mulai melemah tapi tidak hilang , wilayah/ area yang terkena biasanya
mengalami tegang , dan nyeri dapat diperoleh dengan gerakan pasif ekstremitas .
Jika kondisi ini tidak diobati , sianosis , kesemutan , mati rasa , paresis ,
dan terjadi sakit yang parah . Merangkum urutan acara patofisiologis pada
sindrom kompartemen dan melakukan pemeriksaan klinis terkait .
- Pemeriksaan diagnostic
Radiograf
untuk menunjukkan frakture tulang
Scan tulang
untuk menunjukkan fracture stress
Pemeriksaan
rontgen : menentukan lokasi/ luas fraktur dan trauma
Ultrasonografi
Hitung darah
lengkap
Tomogram,
atau MRI Scans
Arteriogram :
dilakukan bila ada kerusakan vaskuler.
CCT kalau
banyak kerusakan otot.
E.
Proses Penyembuhan Tulang
- Stadium Pembentukan Hematoma
Hematoma terbentuk
dari darah yang mengalir dari pembuluh darah yang rusak, hematoma dibungkus
jaringan lunak sekitar (periostcum dan otot) terjadi 1 – 2 x 24 jam.
- Stadium Proliferasi
Sel-sel
berproliferasi dari lapisan dalam periostcum, disekitar lokasi fraktur sel-sel
ini menjadi precursor osteoblast dan aktif tumbuh kearah fragmen tulang.
Proliferasi juga terjadi dijaringan sumsum tulang, terjadi setelah hari kedua
kecelakaan terjadi.
- Stadium Pembentukan Kallus
Osteoblast membentuk
tulang lunak / kallus memberikan regiditas pada fraktur, massa kalus terlihat
pada x-ray yang menunjukkan fraktur telah menyatu. Terjadi setelah 6 – 10 hari
setelah kecelakaan terjadi.
- Stadium Konsolidasi
Kallus mengeras dan
terjadi proses konsolidasi, fraktur teraba telah menyatu, secara bertahap-tahap
menjadi tulang matur. Terjadi pada minggu ke 3 – 10 setelah kecelakaan.
- Stadium Remodelling
Lapisan bulbous
mengelilingi tulang khususnya pada kondisi lokasi eks fraktur. Tulang yang berlebihan
dibuang oleh osteoklas. Terjadi pada 6 -8 bulan
- Jenis-jenis fracture
Fraktur
transversal Jenis ini meliputi patah yang melintangi tulang. Biasanya
disebabkan hantaman keras, dan sering terjadi pada lengan dan kaki.
Fraktur
spiral Jenis ini merupakan patah yang disebabkan gerakan memuntir secara
tiba-tiba Biasanya terjadi patah tulang lengan atau kaki.
Greenstick
Pada patah tulang jenis ini, satu sisi tulang retak dan sisi lainnya bengkok.
Fractur greenstick jenis ini, hanya ter-jadi pada anak-anak, karena tulang
mereka lebih lentur dibandingkan tulang dewasa.
Fraktur
kominutif (patah remuk) Dalam patah tulang jenis ini. ada bagian tulang yang
pecah. Pecahannya bisa menyebabkan kerusakan jar-ingan di sekitarya. Fraktur
terjadi pada anak-anak, karena tulang mereka lebih lentur dibandingkan tulang
dewasa. Fraktur kominutif (patah remuk) Dalam patah tulang jenis ini, ada
bagian tulang yang pecah. Pecahannya bisa menyebabkan kerusakan jaringan di
sekitamya.
Fraktur
kompresi/impresi Pada patah tulang jenis satu area tulang melekuk ke dalam.
Fraktur impresi paling sering timbul pada tulang tengkorak setelah pukulan
keras. Fraktur remuk Pada patah tulang ini bagian dalam tulang yang berbentuk
seperti spons remuic Biasanya hal ini terjadi pada tulang belalcang penderita
osteoporosis.
- Komplikasi fracture
- Syok : dapat berakibat fatal dalam beberapa jam setelah edema
- Non – union / mal – union. Tulang dapat terjadi , yang menimbulkan deformitas / hilangnya fungsi
- Emboli paru dan Koagulopati Intravaskuler Desiminata (KID) semua fraktur terbuka dianggap mengalami kontaminasi. Merupakan komplikasi akaibat fraktur
- Sindrom kompartemen dapat terjadi . Ditandai oleh kerusakan / destruksi saraf dan pembuluh darah yang disebebkan oleh pembengkakan oleh edema didaerah frakture. Dengan pembengkakan interstisial yang intens , tekanan pada pembuluh darah yang menyuplai daerah tersebut yang dapat menyebabkan pembuluh darah colaps. Hal ini meninmbulkan hipoksia jaringan dan dapat menyebabkan kematian saraf yang mempersarafi daerah tersebut .biasanya timbul nyeri hebat . individu mungkin tidak dapat menggerakkan jari tangan / jari kakinya. Sindrom kompartemen biasanya terjadi pada ekstremitas yang memiliki restriksi volume yang ketat ,seperti lengan. Resiko terjadinya sindrom kompartemen paling besar apabila terjadi trauma ototdengan patah tulang karena pembengkakan yang terjadi akan hebat. Pemasangan gips pada ekstremitas yang fracture yang terlalu dini / terlalu ketat dapat menyebabkan peningkatan tekanan di kompartemen ekstremitas dan hilangnya fungsi secara permanen / hilangnya ekstremitas dapat terjadi . gips harus segera dilepas dan kadang-kadang kulit ekstremitas harus dirobek . untuk memeriksa sindrom kompartemen , hal berikut ini dievaluasi dengan sering pada tulang yang cedera / digips : nyeri , pucat , parestesia , dan paraliss. Denyut nadi mungkin teraba /mungkin tidak
- Embolus lemak. Dapat timbul setelah patah tulang , terutama tulang panjang. Embolus lemak dapat timbul akibat pajanan sum-sum tulang ,/ dapat terjadi akibat aktivasi sistem saraf simpatis yang menimbulkan stimulasi mobilisasi asam lemak bebas setelah trauma. Embolus lemak yang timbul setelah patah tulang panjang sering tersangkut disirkulasi paru dan dapat menimbulkan gawat napas dan gagal napas.
- Gambaran klinis fracture
- Nyeri biasanya disertai patah tulang traumatkdan cidera jaringan lunak
- Kehilangan fungsi
- Deformitas yaitu ketidakseimbangan otot
- Nyeri tekan
- Pembengkakan ditempat frakture yang akan menyertai proses imflamasi
- Perubahan warna dan memar
- Gerakan terbatas
- Gangguan sensasi / kesemutan terjadi
- Krepitus (suara gemeretak) yang dapat terdengar pada tulang saat digerakkan
BAB
III
Asuhan
Keperawatan
- Pengkajian
Identitas
pasien : terdiri dari nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, status
marital, agama, alamat, tanggal masuk RS, nomor catatan medis dan diagnosa
medis. Identitas penanggung jawab meliputi nama, umur, pendidikan, pekerjaan,
agama, alamat dan hubungan dengan klien.
Keluhan utama
pasien : Keluhan yang paling menonjol dan dirasakan oleh pasien saat dilakukan
pengkajian. Biasanya klien yang mengalami fraktur mengeluh tidak dapat
melakukan pergerakan, nyeri, lemah, dan tidak dapat melakukan sebagian aktivitas
sehari – hari (Setiawan et al, 2000, hal 130)
Untuk memperoleh
pengkajian yang lengkap tentang rasa nyeri klien digunakan:
(1)
Provoking Incident: apakah ada peristiwa yang menjadi yang menjadi faktor
presipitasi nyeri.
(2)
Quality of Pain: seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau digambarkan klien.
Apakah seperti terbakar, berdenyut, atau menusuk.
(3)
Region : radiation, relief: apakah rasa sakit bisa reda, apakah rasa sakit
menjalar atau menyebar, dan dimana rasa sakit terjadi.
(4)
Severity (Scale) of Pain: seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan klien, bisa
berdasarkan skala nyeri atau klien menerangkan seberapa jauh rasa sakit
mempengaruhi kemampuan fungsinya.
(5)
Time: berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah buruk pada malam
hari atau siang hari. (Ignatavicius, Donna D, 1995)
Riwayat
kesehatan masa lalu : Perlu dikaji untuk mengetahui apakah klien pernah
mengalami sesuatu penyakit yang berat atau penyakit tertentu yang memungkinkan
akan berpengaruh pada kesehatannya sekarang (Setiawan et al 2000, hal 131)
Riwayat
kesehatan sekarang : Berisi bagaimana terjadinya fraktur, kapan terjadinya,
bagian mana yang terkena, serta berisi status nutrisi, eliminasi, aktivitas,
istirahat tidur dan personal higiene (Setiawan et al 2000, hal 131)
Riwayat
psikososial : Merupakan respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya
dan peran klien dalam keluarga dan masyarakat serta respon atau pengaruhnya
dalam kehidupan sehari-harinya baik dalam keluarga ataupun dalam masyarakat
(Ignatavicius, Donna D, 1995).
Pemeriksaan
diagnostic
Menurut Doenges
(2000, hal 762) data penunjang yang harus dilengkapi pada pasien dengan fraktur
adalah:
- Pemeriksaan rontgen, menentukan lokasi, luasnya fraktur.
- Skan tulang, tomogram, skan CT / MRI, memperlihatkan fraktur, juga dapat digunakan untuk mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak.
- Laboratorium terutama hematokrit mungkin meningkat atau menurun, peningkatan jumlah SDP, peningkatan kreatinin dan profil koagulasi.
Pola – pola
kesehatan
Pola Persepsi
dan Tata Laksana Hidup Sehat
Pada kasus fraktur
akan timbul ketidakutan akan terjadinya kecacatan pada dirinya dan harus
menjalani penatalaksanaan kesehatan untuk membantu penyembuhan tulangnya.
Selain itu, pengkajian juga meliputi kebiasaan hidup klien seperti penggunaan
obat steroid yang dapat mengganggu metabolisme kalsium, pengkonsumsian alkohol
yang bisa mengganggu keseimbangannya dan apakah klien melakukan olahraga atau
tidak.(Ignatavicius, Donna D,1995).
(2)
Pola Nutrisi dan Metabolisme
Pada klien fraktur
harus mengkonsumsi nutrisi melebihi kebutuhan sehari-harinya seperti kalsium,
zat besi, protein, vit. C dan lainnya untuk membantu proses penyembuhan tulang.
Evaluasi terhadap pola nutrisi klien bisa membantu menentukan penyebab
masalah muskuloskeletal dan mengantisipasi komplikasi dari nutrisi yang tidak
adekuat terutama kalsium atau protein dan terpapar sinar matahari yang kurang
merupakan faktor predisposisi masalah muskuloskeletal terutama pada lansia.
Selain itu juga obesitas juga menghambat degenerasi dan mobilitas klien.
(3)
Pola Eliminasi
Untuk kasus fraktur
humerus tidak ada gangguan pada pola eliminasi, tapi walaupun begitu perlu juga
dikaji frekuensi, konsistensi, warna serta bau feces pada pola eliminasi alvi.
Sedangkan pada pola eliminasi uri dikaji frekuensi, kepekatannya, warna, bau,
dan jumlah. Pada kedua pola ini juga dikaji ada kesulitan atau tidak. (Keliat,
Budi Anna, 1991)
(4)
Pola Tidur dan Istirahat
Semua klien fraktur
timbul rasa nyeri, keterbatasan gerak, sehingga hal ini dapat mengganggu pola
dan kebutuhan tidur klien. Selain itu juga, pengkajian dilaksanakan pada
lamanya tidur, suasana lingkungan, kebiasaan tidur, dan kesulitan tidur serta
penggunaan obat tidur (Doengos. Marilynn E, 1999).
(5)
Pola Aktivitas
Karena timbulnya
nyeri, keterbatasan gerak, maka semua bentuk kegiatan klien menjadi berkurang
dan kebutuhan klien perlu banyak dibantu oleh orang lain. Hal lain yang perlu
dikaji adalah bentuk aktivitas klien terutama pekerjaan klien. Karena ada
beberapa bentuk pekerjaan beresiko untuk terjadinya fraktur dibanding pekerjaan
yang lain (Ignatavicius, Donna D, 1995).
(6)
Pola Hubungan dan Peran
Klien akan kehilangan
peran dalam keluarga dan dalam masyarakat. Karena klien harus menjalani rawat
inap (Ignatavicius, Donna D, 1995).
(7)
Pola Persepsi dan Konsep Diri
Dampak yang timbul
pada klien fraktur yaitu timbul ketidakutan akan kecacatan akibat frakturnya,
rasa cemas, rasa ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas secara optimal, dan
pandangan terhadap dirinya yang salah (gangguan body image). (Ignatavicius,
Donna D, 2000).
(8)
Pola Sensori dan Kognitif
Pada klien fraktur
daya rabanya berkurang terutama pada bagian distal fraktur, sedang pada indera
yang lain tidak timbul gangguan.begitu juga pada kognitifnya tidak mengalami
gangguan. Selain itu juga, timbul rasa nyeri akibat fraktur. (Ignatavicius,
Donna D, 1995).
(9)
Pola Reproduksi Seksual
Dampak pada klien
fraktur yaitu, klien tidak bisa melakukan hubungan seksual karena harus
menjalani rawat inap dan keterbatasan gerak serta rasa nyeri yang dialami
klien. Selain itu juga, perlu dikaji status perkawinannya termasuk jumlah anak,
lama perkawinannya (Ignatavicius, Donna D, 2000).
(10) Pola
Penanggulangan Stress
Pada klien fraktur
timbul rasa cemas tentang keadaan dirinya, yaitu ketidakutan timbul kecacatan
pada diri dan fungsi tubuhnya. Mekanisme koping yang ditempuh klien bisa tidak
efektif (Ignatavicius, Donna D, 1995).
(11) Pola
Tata Nilai dan Keyakinan
Untuk klien fraktur
tidak dapat melaksanakan kebutuhan beribadah dengan baik terutama frekuensi dan
konsentrasi. Hal ini bisa disebabkan karena nyeri dan keterbatasan gerak klien.
(Ignatavicius, Donna D, 2000)
Pemeriksaan
fisik
(a)
Sistem Integumen : Terdapat erytema, suhu sekitar daerah trauma meningkat,
bengkak, oedema, nyeri tekan.
(b)
Kepala : Tidak ada gangguan yaitu, normo cephalik, simetris, tidak ada
penonjolan, tidak ada nyeri kepala.
(c)
Leher : Tidak ada gangguan yaitu simetris, tidak ada penonjolan, reflek
menelan ada.
(d) Muka
: Wajah terlihat menahan sakit, lain-lain tidak ada perubahan fungsi maupun
bentuk. Tak ada lesi, simetris, tak oedema.
(e)
Mata : Tidak ada gangguan seperti konjungtiva tidak anemis (karena tidak terjadi
perdarahan)
(f)
Telinga : Tes bisik atau weber masih dalam keadaan normal. Tidak ada lesi atau
nyeri tekan.
(g)
Hidung : Tidak ada deformitas, tak ada pernafasan cuping hidung.
(h) Mulut
dan Faring : Tak ada pembesaran tonsil, gusi tidak terjadi perdarahan, mukosa
mulut tidak pucat.
i)
Thoraks : Tak ada pergerakan otot intercostae, gerakan dada simetris.
(j)
Paru
Inspeksi : Pernafasan
meningkat, reguler atau tidaknya tergantung pada riwayat penyakit klien yang
berhubungan dengan paru.
Palpasi : Pergerakan
sama atau simetris, fermitus raba sama.
Perkusi : Suara ketok
sonor, tak ada erdup atau suara tambahan lainnya.
Auskultasi : Suara
nafas normal, tak ada wheezing, atau suara tambahan lainnya seperti stridor dan
ronchi.
(k)
Jantung
Inspeksi :
Tidak tampak iktus jantung.
Palpasi : Nadi
meningkat, iktus tidak teraba.
Auskultasi : Suara S1
dan S2 tunggal, tak ada mur-mur.
(l)
Abdomen
Inspeksi :
Bentuk datar, simetris, tidak ada hernia.
Palpasi : Tugor baik,
tidak ada defands muskuler, hepar tidak teraba.
Perkusi : Suara
thympani, ada pantulan gelombang cairan.
Auskultasi :
Peristaltik usus normal ± 20 kali/menit.(m) Inguinal-Genetalia-Anus
Tak ada hernia, tak
ada pembesaran lymphe, tak ada kesulitan BAB.
- Diagnose Keperawatan Gangguan musculoskeletal :
- Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan spasme otot , edema , kerusakan jaringan dan patah tulang
Intervensi :
- Kaji secara menyeluruh tentang nyeri termasuk lokasi, durasi, frekuensi, intensitas, dan faktor penyebab.
- Berikan analgetik dengan tepat.
- Atur posisi nyaman untuk mengurangi tekanan dan mencegah otot-otot menjadi tegang
- Anjurkan klien relaksasi / melakukan tekhnik distraksi
- Berikan kompres hangat
- Potensial terhadap kerusakan integritas kulit berhubungan dengan tindakan pembedahan
Intervensi :
- Kaji integritas luka dan observasi tanda infeksi / drainase terutama pada letak pen
- Pantau suhu pasien
- Pantau dan ganti balutan pen
- Pertahanan sprei tempat tidur tetap kering
- Cemas berhubungan dengan akan dilakukannya tindakan operasi
Intervensi :
- Tenangkan Klien
- Jelaskan seluruh prosedur tindakan kepada klien dan perasaan yang mungkin muncul pada saat melakukan tindakan
- Berikan informasi tentang diagnosa, prognosis, dan tindakan.
- Temani pasien untuk mendukung keamanan dan menurunkan rasa sakit.
- Instruksikan pasien untuk menggunakan metode/teknik relaksasi.
Discharge
Planning pada pasien frakture
Ajarkan
kepada orangtua tentang cara perawatan gips / pen , memakai kruk , pergerakan ,
megangkat beban berat ,
Ajarkan
kepada orangtua untuk memantau dan melaporkan adanya komplikasi misalnya
kerusakan kulit , tanda infeksi , tanda pendarahan
Tinjau ulang
kewaspadaan dan keamanan dirumah
BAB
IV
PENUTUP
- Kesimpulan
Fraktur adalah
terputusnya kontuinitas tulang yang ditentukan sesuaijenis dan luasnya, fraktur
terjadi jika tulang dikenai stress yang lebih besar dari yang dapat
diabsorbsinya (Smelzter and Bare, 2002).
Fraktur adalah
masalah yang akhir-akhir ini sangat banyak menyita perhatian masyarakat,.
Banyak pula kejadian alam yang tidak terduga yang banyak menyebabkan fraktur.
Sering kali untuk penanganan fraktur ini tidak tepat mungkin dikarenakan
kurangnya informasi yang tersedia contohnya ada seorang yang mengalami fraktur,
tetapi karena kurangnya informasi untuk menanganinya Ia pergi ke dukun pijat,
mungkin karena gejalanya mirip dengan orang yang terkilir.
- Saran
Fracture dalam
makalah ini masih banyak yang belum Penulis bahas tentang frakture. Oleh karna
itu, diharapkan kepada pembaca untuk memberikan kritik dan saran dalam
pembuatan makalah ini
Daftar
Pustaka
Suratun , Heriyati
dkk . 2008. Klien Gangguan System Muskuloskeletal. Jakarta : EGC
Grace, Pierce dan
Neil Borley . 2006 . At a Glance Ilmu Bedah . Erlangga
http://makalahcentre.blogspot.com/2010/11/makalah-fraktur.html
http://fisioterapis-banjarmasin.blogspot.com/2011_09_01_archive.html