Virus Herpes zoster
Herpes ini sering disebut “shingles” atau zona atau varicella zoster
(VZV), yang merupakan penyakit virus dengan terciri adanya lesi kulit yang
sakit dan terasa panas terlihat lepuh-lepuh kecil bernanah padasebagian tubuh
kadang memanjang sepanjang saraf perifer.
Virus akan mengalami periode laten didalam badan sel saraf (simpul
saraf/dendrite)dan jarang berlokasi pada sel satelit saraf (percabangan
saraf/akson). Prevalensi kejadian infeksi “varicela herpes zoster” sekitar 1,2
sampai 3,4 setiap 1000 individu, dan dapat meningkat sampai 3,9 – 11,8 setiap
tahun untuk per 1000 orang diantara umur sekitar 65 tahunan. Obat antivirus
dapat meredakan keparahan gejala penyakit dan mempercepat kesembuhan sampai 7
atau sepuluh hari lebih awal.
Etiologi
Varicella zoster virus (VZV) adalah virus yang
beramplop, virus DNA (ds) dengan capsid icosahedral, merupakan virus yang
termasuk dalam famili Herpesviridae, Virus ini ada hubungannya dengan
Epstein-Bar virus (EBV) dari subfamili seperti pada herpes simplex virus (HSV-1
dan HSV-2). Virion VZV adalah spherik dengan ukuran diameter sekitar 150nm
sampai 200nm dengan panjang ukuran genom sekitar 125000 pasangan basa. Kap sid
dikelilingi oleh sejumlah bangunan menyerupai protein yang disebut tegument
yang merupakan materi awal untuk bereproduksi dalam sel yang di infeksi.
Tegument diselubungi oleh amplop glikoprotein yang terlihat pada bagian luar dari virion. Amlopop glikoprotein
tersebut adalah gB, gC, gE, gH, gI, gK dan gL seperti pada HSV. VZV sering
menyebabkan penyakit chickenpox/cacar ayam pada anak dan menyebabkan
“posttherpetic neuralgia” pada orang dewasa.
Pada umumnya infeksi herpes zoster terjadi dengan
tiba-tiba dan tidak terjadi outbreak atau tidak ada epidemik. Tetapi pada
daerah subtropis penyakit cacar ayam (chickenpox) pada anak sering terjadi pada musim dingin dan musim semi, ditularkan
melalui kontak bersinggungan dengan penderita atau pembawa penyakit/karier.
Pada daerah tropik penyakit kebanyakan terjadi pada orang dewasa, insiden
sering terjadi pada orang yang berumur lebih dari 55 tahun, dan kadang erat
hubungannya dengan kondisi kejiwaan/stress.
Gejala dan patogenesis
Gejala awal yang terlihat adalah gejala umum seperti
sakit kepala, demam dam malaise, gejala tersebut tidaklah spesifik sehingga
kadang dikelirukan oleh penyakit lain. Gejala tersebut kemudian diikuti dengan
rasa sakit seperti terbakar/panas, gatal hiperesthesia (peka/sensitif),
parasthesia (sperti ditusuk jarum, geli, gatal). Gejala rasa sakit tersebut
kadang ringan sampai berat dan berefek pada radang daerah kulit yang terkena
(dermatoma). Pada kebanyakan kasus, setelah 1 sampai 2 hari atau kadang 3 hari
mulai terlihat lesi kulit. Rasa sakit dan lesi kulit sering terjadi pada bagian
badan, tetapi kadang dapat terjadi pada kulit muka, mata atau bagian lain dari
tubuh. Lesi kulit yang berbentuk lepuh
kecil bernanah terlihat sperti resleting
memanjang sepanjang saraf perifer pada kulit. Lesi kemudian berkembang menjadi
vescikula kecil berbentuk lepuh kecil-kecil yang berisi eksudat serous dan
berubah menjadi gelap, tetapi kadang berubah menjadi memutih waktu meninggalkan
jaringan parut setelah mengalami kesembuhan.
Patogenesis atau proses berjalannya penyakit adalah sebagai berikut
1)timbul kluster kecil kecil pada saat virus masih berada dalam badan saraf, 2)
lepuh kecil tersebut berisi eksudat cair warna putih, pada saat virus bergerak ke permukaan saraf
tepim 3) lepuh terbuka mulai mengecil ,
pada saat jumlah virus mulai menurun, 4) lepuh mengering membentuk
keropeng, pada saat jumlah virus tinggal
sedikit, 5) lesi meningglakan titik/bercak putih yang kemudian menghilang,
virus sudah menghilang pada saraf tepi. Lesi lepuh tersebut sering terjadi pada
lokasi saraf bagian dada dan kemudian merambat ke bagian ketiak dan ke bagian
saraf daerah punggung.
Diagnosis, pencegahan dan pengobatan
Bilamana lesi kulit mulai muncul, identifikasi
penyakit dapa dilihat dari gejala yang khas dari infeksi VZV tersebut. Tetapi
kadang gejala tersebut dapat dikelirukan dengan infeksi HSV, walaupun bentuk
lesinya agak berbeda. Bilamana lesi kulit tidak muncul atau tidak jelas, maka
diagnosis agak sulit dilakukan. Uji laboratorium dapat dilakukan dengan jalan
mendeteksi adanya antibodi IgM dalam darah. Pada laboratorium yang sudah maju,
lepuh dapat diambil dan diuji dengan PCR terhadap DNA VZV atau di lihat dengan
elektron mikroskop terhadap partikel virus. Beberapa penelitian mengenai uji
diagnosis VZV dengan membedakan antara uji Isolasi virus dengan uji PCR telah
dilakukan. Pada uji dengan kultur
virus/isolasi virus diperoleh sensitivitas sekitar 14,3%, sedangkan dengan uji
PCRdapat mencapai 100% yang berarti sensitivitstas dan spesivitasnya sangat
tinggi.
Pengobatan VZV hanya ditujukan untuk mengurangi
keparahan dan mempercepat kesembuhan saja dan juga mencegah terjadinya
komplikasi dengan penyakit infeksi lainnya. Pengobatan simptomatis perlu
dilakukan untuk mengurangi rasa sakit dan mencegah terjadinya komplikasi
neuralgia, tetapi biasanya bila sudah mengalami kesembuhan gejala tersebut
hilang dengan sendirinya terutama pada penderita usia muda (<50 th). Orang
yang menunjukkan gejala ringan sampai sedang dapat diobati dengan obat analgesik
untuk mengurangi rasa sakit. Obat topikal juga dapat dioleskan pada lesi, obat tersebut mengandung “calamine”. Obat topikal lain seperti lidocain dapat jua
dioleskan pada lesi lepuh, dan obat yang dapat memblok sistem sarah sehingga
dapat mengurangi rasa sakit. Obat
antiviral diberikan dapat menghambat replikasi VZV sehingga dapat
mengurangikeparahan penyakit dan mempercepat kesembuhan Obat tersebut adalah
acyclovir yang telah banyak digunakan sebagai obat standar, tetapi obat lain
seperti valaciclovir dan famciclovir terbukti sangat baik digunakan untuk penigobatan infeksi VZV.