Virus herpes simplex
Herpes simplex adalah penyakit virus yang disebabkan
oleh virus herpes simplex tipe 1 dan tipe 2 (HSV-1 dan HSV-2). Infeksi herpes
virus termasuk penyakit virus yang menimbulkan gejala pada lokasi infeksi
(topikal). Pada herpes oral, gejala yang terlihat pada mulut dan wajah, dimana
bentuk herpes oral ini paling sering dijumpai. Juga yang sering terjadi nomer
dua setelah mulut adalah herpes genital, yang menyerang alat kelamin. Gejala
lain yang juga banyak dijumpai pada infeksi virus herpes adalah pada kulit
bagian tubuh, mata (oculer herpes), herpes serebral (meningitis) dan beberapa
infeksi virus herpes lainnya. Virus herpes menjadi aktiv setelah menunjukkan
gejala pada penderitanya yaitu adanya luka lecet yang mengandung partikel virus pada sekitar hari ke 2-21 setelah
infeksi, kemudian diikuti dengan fase remisi. Herpes pada alat kelamin (herpes
genital), sering tidak menunjukkan gejala, walaupun virusnya ada dalam organ
ersebut. Pada awal infeksi, virus bergerak sepanjang saraf sensor menuju badan
sel saraf, dan virus tersebut tinggal dalam waktu yang lama. Virus tersebut
akan kambuh dalam waktu yang tidak tentu, walaupun dipicu oleh faktor lain
termasuk obat imunosupresan. Pada kondisi tertentu virus bermultiplikasi
didalam sel saraf kemudian bergerak sepanjang axon dari setiap neuron menuju
terminal saraf pada kulit, dimana virus terbebaskan dan menimbulkan gejala
penyakit. Sesuai berjalannya waktu, penyakit berkembang dan mengalami keparahan
dan kemudian terjadi kesembuhan dengan cepat bila segera diobati. Penyakit
herpes simpleks sangat mudah menular melalui kontak langsung melalui luka lesi
atau cairan tubuh penderita kepada orang yang sehat. Penularan dapat kontak
antara kulit dimana penularan terjadi pada fase asimptomatis (tak ada gejala)
dimana virus ada dalam kulit si penderita.
Virion dan
replikasinya
Herpes simpleks adalah virus yang termasuk dalam
famili herpesviridae beramplop, mempunyai pita ganda (dobel strand), yang
termasuk dalam genom virus yang besar.
Virus bereplikasi dalam nukleus pada berbagai hospes vertebrata termasuk
delapan varietas yang telah diisolasi dari manusia.
Bentuk morfologi virus herpes beramplop
mempunyai empat struktur virion yaitu: bagian luar adalah amplop virus,
tegument, kapsid,dan core. Amplop virus adalah bagian paling luar dari virion
yang terdiri dari glikoprotein yang terbentuk dari sel hospes. Bila dilihat
dengan elektron mikroskop bangunan ini terihat seperti duri yang kecil yang
menempel pada amplop. Pada lapisan yang lebih dalam dibawah amplop terdapat bangunan
yang tak berbentuk, kadang bentuknya asimetris, dinamakan tegument. Dalam
tegument tersebut berisi enzim dari viral, beberapa enzim digunakan untuk
proses kimia dalam sel yang akan memproduksi virus, sebagian untuk perlindungan
terhadap respon dari sel, dan sebagian lain untuk fungsi yang belum jelas.
Bangunan paling dalam disebut core (pusat) yang terdiri dari molekul linear
tunggal dari dsDNA, dan bangunan ini diselubungi oleh kapsid bentuk icosahedral
yang berdiameter 100nm dan yang terbentuk oleh 162 kapsomer.
Masuknya virus herpes kedalam sel hospes
melalui proses interaksi dari beberapa glikoprotein pada permukaan amplop virus
dengan reseptor permukaan sel hospes. Pada saat amplop virus menempel pada
permukaan sel hospes, amplop akan berfusi dengan membran sel hospes untuk
membuka sel tersebut, dan kemudian virus masuk kedalamnya. Proses masuknya
virus kedalam sel hospes mirip dengan proses virus lainnya, dimana reseptor
pada dinding sel hospes merupakan perlekatan virus HSV untuk memudahkan virus
masuk kedalam sel. Dua lapisan menyatu (amplop virus dan membran sel hospes),
terjadi proses endositosis virus masuk sel. Pada kasus HSV interaksi terjadi
antara amplop virus glikoprotein C (gC) melekat pada permukaan sel yang disebut “heparin sulfat”. Proses
kemudian adalah glikoprotein yang kedua yaitu glikprotein D (gD) melekat pada
reseptor yang spesifik dinamakan “herpesvirus entry mediator receptor” (HVEM)
yang menyediakan ikatan yang kuat terhadap sel hospes. Begitu melekat pada
HVEM, gD berubah formasinya dan berinteraksi dengan glikoprotein H virus (gh)
dan L (gL), dan membentuk formasi yang kompleks. Interaksi gB dan gH atau gL
kompleks membentuk lubang masuk bagi kapsid. Setelah kapsid virus masuk kedalam
sitoplasma sel hospes, kemudian terbawa ke nukleus. Begitu menempel pada
nukleus, kapsid mendorong DNA melalui portal kapsid, dimana portal kapsid ini
terdiri dari duabelas protein kopi, membentuk semacam cincin, protein tersebut
terdiri dari sequen asam amino yang melekat satu dengan lainnya. Setiap kapsid
icosahedral mempunyai satu portal, dan DNA keluar dari kapsid membentuk segmen
linear.
Keberhasilan infeksi virus herpes dapat
terjadi melalui beberapa jalan, yaitu: a) Paling efisient terjadinya infeksi
adalah, virion menyerang sel hospes, mengahambat sintesis protein, kemudian
membebaskan DNA virus kedalam nukleus
dan disitu virus langsung bereplikasi. b) virus herpes berbagi kemampuan untuk
menghambat reaksi imun dari sel hospes dengan jalan menghambat kerja mRNA,
memblok presentasi peptida antigenik pada permukaan sel apoptosis (menghambat
program kematian sel) oleh ekspresi gen virus. c) Virus herpes mampu
menyembunyikan bentuk kapsidnya dalam sirkulasi genom dalam nukleus limpoma dan
dalam sistem sel saraf pusat yang kemudian kembali bereproduksi setelah
beberapa bulan atau tahun kemudian. Periode laten infeksi virus herpes sering
menimbulkan benigna, dan dapat menghambat sistem imun hospes.
Gejala
Infeksi HSV menyebabkan terjadinya
beberapa gangguan kesehatan yang cukup serius, sering terjadi gejala terutama
pada kulit atau mukosa pada mulut dan kulit muka (orofacial herpes), genital
(genital herpes), atau pada tangan ( herpes whitlow). Gangguan yang lebih
serius bila virus menginfeksi mata dan mengakibatkan kerusakan pada mata (herpes
keratitis), atau menyerang sistem saraf pusat, dapat menyebabkan kerusakan pada
otak (herpes encephalitis). Pada pasien bayi (baru lahir) atau orang dewasa
yang menderita defisiensi sistem imun ( menjalani tranplantasi organ atau
penderita AIDS), mereka sering menderita komplikasi infeksi HSV. Infeksi HSV
juga erat hubungannya dengan gangguan defisit atau bipolar, juga penderita
penyakit Alzheimer, walaupun penyakit tersebut diderita sebagai penyakit
genetik. Pada semua kasus infeksi HSV, virus tidak dapat dikeluarkan dari tubuh
penderita oleh sistem imun. Setelah terjadinya infeksi HSV pertama kali virus
masuk kedalam sistem saraf pada lokasi infeksi pertama kali, kemudian
bermigrasi sepanjang sel saraf neuron dan menjadi infeksi yang laten pada
ganglion (simpul saraf). Pada saat terjadi infeksi HSV pertama kali, tubuh
membentuk respon imun terhadap tipe virus yang spesifik sehingga dapat
melindungi tubuh terhadap infeksi virus yang sejenis pada lokasi infeksi yang
berbeda. Individu yang terinfeksi HSV-1 mengalami seorconversi dan melindungi
infeksi HSV-1 lainnya yang menginfeksi jari tangan, mulut, herpes genital, dan
keratitis, dan juga dapat memproteksi terhadap infeksi HSV
Tabel 6.4 Beberapa jenis herpes yang
menginfeksi menurut lokasi/organ yang terinfeksi
Herpes
|
Kondisi
|
|
Ginggivostomatitis
|
Radang gusi dan bibir (ginggistomatitis)
adalah gejala awal yang terjadi pada infeksi tipe ini. Dan kondisinya lebih
berat daripadatipe labialis
|
|
Labialis
|
Infeksi terjafdi bila virus masuk dan
kontak dengan mukosa dan kulit pada bibir
|
|
Oesophagitis
|
Gejala ditandai dengan rasa sakit waktu
menelan(odynophagia) dan kesulitan dalam menelan
(dysphagia). Kadang disertai dengan gangguan sistem imun (defisiensi imun)
karena infeski HIV, obat imuno-supresi
pada kasus transplasi jaringan
|
|
Genitalis
|
Tipe yang khas pada infeksi HSV-1 dan
HSV-2 pada herpes genital adalah adanya lesi inflamasi kluster papulae dan
vesikula pada permukaan bagian luar dari genital
|
|
Whitlow
|
Infeksi terjadi pada jari tangan dan
jempol, kadang terjadi peradangan pada jari kaki
|
|
encephalitis
|
Infeksi virus herpes pada otak erat
hubungannya dengan transmisi virus dari bagian muka yang dikuti reaksi virus
HSV-1 melalui saraf yang menuju otak sepanjang sarat axon trigeminal.
|
|
Diagnosis, pencegahan dan pengobatan
Diagnosis dapat dilakukan dengan
pengamatan adanya tanda gejala yang timbul dan diikuti dengan uji klinis
terutama pada penderita yang sebelumnya tidak pernah terinfeksi HSV-1. Lesi
herpes (ulcer) yang terlihat dan distribusi setiap individu penderita terlihat
khas, bentuk bulat superfisial pada ulcer oral, diikuti dengan ginggivitis akut.
Pada orang dewasa kadang tidak khas sehingga sulit untuk didiagnosis, hal
tersebut kadang dapat dikelirukan dengan stomatitis karena alergi. Herpes
genital sulit didiagnosis berdasarkan gejala adaripada herpes oral, karena
dapat dikelirukan dengan infeksi fungal, atopik dermatitis dan urethritis. Uji
laboratorium sering digunakan untuk konfirmasi herpes genital. Uji laboratrium
termasuk: Pemupukan virus, “direct fluorescent antibody (DFA)” untuk mendeteksi
adanya virus, skin biopsy, and polymerase
chain reaction (PCR) untuk mengetahui adanyaa viral DNA. Uji ini
sanhgat spesifik dan sangat sensitive, tetapi bianya terlalu mahal, sehingga
diagnosis laboratorium dengan cara tersebut jarang digunakan, kecuali pada hal
yang berhubungan dengan penelitian. Sekarang metoda serologi dengan mendeteksi
adanya antibodi terhadap HSV sangat berguna untuk mendiagnosis Infeksi HSV
tetapi uji ini tidak secara rutin untuk praktek secara klinin oleh dokter.
Virus HSV juga dapat ditularkan melalui hubungan
seksual, wanita lebih peka terhadap infeksi HSV-2 daripada pria, sehingga
penggunaan kondom untuk mencegah infeksi HSV cukup baik hasilnya dan dapat
mengurangi resiko penularan HSV sampai 50%. Pengobatan antuviral untuk
menghambat perkembangan virus dapat mengurangi infeksi HSV sampai 25%.
Pembuatan vaksin untuk HSV masih dalam taraf
penelitian, bila telah berhasil dan diproduksi, vaksin HSV dapat mencegah dan
meminimalisasi infeksi awal dari HSV dan juga dapat untuk pengobatan virus yang
sudah ada dalam tubuh secara reaksi imunologik. Vaksi yang telah dibuat dalam
masa percobaan adalah “Herpevac”, yang merupakan vaksin untuk melawan HSV-2,
sampai tahun 2010 hasilnya cukup baik. Di Ingrgris, Harvard Medical School,
telah mengengembangkan vaksin “ACAM-29” yang merupakan replikasi virus mutan
dan terbukti berhasil untuk mencegah infeksi HSV-1 dan HSV-2 dan dapat melawan
virus yang sudah menginfeksi. Disamping itu vaksin juga dapat memicu/mengindus
terbentuknya antibodi spesifik HSV-2 dan meningkatkan respon sel Tc.
Resiko transmisi/penularan virus dari ibu kepada anak
yang dikandungnya pada saat dilahirkan adalah sekitar 30-60%, tetapi kemudian
menurunn menjadi hany a 3% terjadinya infeksi kembali dan hany 1a5 yang
kemudian menjadikan gejala penyakit. Untuk mencegah terjadinya infeksi neonatal
tersebut, ibu yang sedang mengandunga agar menjauhi sumbernya yaitu lawan
jenisnya yang sedang menderita baik dalam hubungan secara genital maupun oral.
Tidak ada pengobatan yang efektif untuk memberantas
penyakit herpes dalam tubuh, tetapi obat antivirus dapat mengurangi kejadian
dan keparahan penyakit serta mempercepat waktu kesembuhan. Obat analgesik
seperti ibuprofen and acetaminophen dapat mengurangi rasa sakit dan menurunkan
demam. Ada beberapa obat abntiviral yang
efektive untuk pengobatan herpes yaitu aciclovir (acyclovir), valaciclovir (valacyclovir), famciclovir, dan penciclovir. Acyclovir adal obat antiviral yang
pertama ditemukan untuk pengobatan herpes dan sekarang tersedia sebagai obat
generik. Beberapa obat topikal antiviral
untuk lesi herpes labialis termasuk acyclovir, penciclovir, and docosanol.