Virus Dengue (dengue heamoragic fever/DHF/demam berdarah)
Penyakit demam berdarah disebabkan oleh infeksi virus
dengue yang terciri dengan gejala demam, sakit kepala, nyeri pada otot dan
persendian, gejala yang paling parah dan menonjol adalah adanya perdarahan
dibawah kulit terutama pada bagian punggung dan lipatan siku. Pada beberapa
kasus penyakit ini dapat mengancam kehidupan penderita karena terjadi
perdarahan yang meluas, konsentrasi trombosit menurun drastis karena plasma
darah keluar dari pembuluh darah sehingga menyebabkan shock (dengue shock
syndrome) tekanan darah menurun drastis. Penyakit ditularkan melalui gigitan
nyamuk genus Aedes, terutama spesies A. aegypti. Infeksi virus dengue (virion) terdiri dari
empat tipe yanng berbeda, infeksi pada salah satu tipe terjadi respon kekebalan
yang cukup lama pada tipe yang bersangkutan, tetapi hanya dalam waktu singkat
pada tipe virus yang lain. Bila terjadi infeksi yang berbeda tipe tersebut
dapat menyebabkan penyakit yang lebih ganas dan beresiko terjadinya komplikasi.
Sampai sekarang belum ditemukan vaksin untuk mencegah penyakit DHF ini, usaha
pencegahan adalah memberantas nyamuk yang bertindak sebagai vektor penyakit
ini. Pengobatan hanya dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya dehidrasi
dengan minum yang banyak, infus cairan untk mencegah terjadinya kekurangan
cairan tubuh. Pada kasus yang berat perlu diberikan infus dan transfusi darah
(trombosit). Dengue menjadi permasalahan global pada awal avad 20 sampai
sekarang dan menjadi endemik pada lebih dari 110 negara di dunia, bersamaan
dengan kejadian yang luarbiasa tersebut maka penelitian pemberantasan nyamuk
sebagai vektor, metoda pengobatan dan produksi vaksin terus dilakukan.
Etiologi dan
vektor penyakit
Virus Dengue termasuk dalam kelompok virus RNA, famili
Flaviviridae genus Flavivirus. Genom virus dengue terdiri
dari 11.000 basa nukleotida, yang dikode untuk tiga tipe molekul protein yaitu
C, M dan E yang berbentuk partikel virus dan tujuh molekul protein virus
yaitu NS1, NS2a, NS2b, NS3, NS4a, NS4b,
NS5 yang hanya terdapat dalam sel hospes/penderita diperlukan replikasi dari
virus tersebut. Ada empat serotipe (strain) dari virus tersebut yaitu DENV-1,
DENV-2, DENV-3 dan DENV-4 semuanya dapat menyebabkan penyakit demam berdarah.
Infeksi salah satu dari serotipe virus dapat menimbulkan respon imun yang cukup
lama terhadap virus yang bersangkutan, tetapi respon imunnya rendah terhadap
tipe virus yang lain. Keparahan penyakit infeksi virus dengue dapat terjadi
apabila seseorang terinfeksi virus serottipe DENV-1 kemudian terinfeksi dengan
virus serotipe DENV-2 atau serotipe DENV-3, atau seseorang pernah terinfeksi
serotipe DENV-3 kemudian terinfeksi DENV-2.
Virus dengue ditularkan melalui gigitan nyamuk genus Aedes, terutama spesies Aedes aegypti. Spesie nyamuk lain yang
juga berperan dalam menulrkan penyakit adalah A. albopictus, A. polynesiensis dan A. scutellaris. Nyamuk ini
bisanya hdup di daerah tropis sekitar 35o lintang Utara dan 35o
lintang Selatan, dengan lokasi ketinggian sekitar kurang dari 1000m diatas
permukaan laut. Manusia merupakan hospes
primer dari virus ini, sedangkan primata lain seperti monyet (non human
primata), virus ini juga dapat bersirkulasi. Hanya sekali gigitan nyamuk yang terinfeksi,
virus ini dapat menularkan penyakit. Nyamuk betina yang menghisap darah
penderita akan menyebar dalam jaringan tubuh naymuk dan sampai ke kelenjar
ludah nyamuk dalam waktu sekitar 8-10 hari yang kemudian bila menggigit manusia
virus ditularkan.e image below shows the infection and life cycle of what a Dengue
virus goes Pathogenesis, gejala dan respon sistem imun
Setiap tahun sekitar seratus juta
orang terinfeksi oleh virus dengue, kebanyakan kematian terjadi karena
perdarahan yang akut yang menunjukkan gejala “dengue haemoragic fever”/DHF dan
gejala sock hemoragik “Dengue shock syndrom”/DSS. Penderita yang menunjukkan
gejala DHF, angka kematian/mortalitasnya sekitar 5%, tetapi bila penyakit
berkembang menjadi DSS angka kematian dapat mencapai 40%. Virus masuk kedalam
tubuh manusia melalui gigitan vektor nyamuk kemudian melekat pada media
reseptor endoisitosis masuk kedalam sel pada membran fusi pada pH yang rendah.
Materi genetik virus (+)ssRNA dilepaskan dan mengalami translasi dan
bereplikasi dalam endoplasmik retikuler menjadi banyak virus baru dan kemudian
keluar dari sel untuk menginfeksi sel lainnya
Kebanyakan penderita yang terinfeksi
virus dengue tidak menunjukkan gejala yang jelas (asimptomatik), ada sekitar
80% penderita yang menunjukkan gejala ringan seperti demam. Penderita lain
dapat menderita gejala yang parah dan dapat mengancam kehidupan mereka sekitar
5%. Masa inkubasi penyakit sekitar 3-14 hari tapi lebih sering sekitar 4-7
hari, tetapi beberapa kasus dapat sampai lebih dari 14 hari. Gejala yang sering
ditemukan adalah demam yang mendadak, sakit kepala terutama terasa pada bagian
belakang mata, rasa sakit pada otot dan persendian, kulit kusam. Fase
perjalanan penyakit dibagi menjadi tiga fase yaitu: fase demam fibril, fase
kritis dan fase rekoveri. Fase demam fibril, suhu tubuh dapat mencapai 40oC,
ini erat hubungannya dengan rasa sakit pada otot, kulit kasar dan sakit kepala,
gejala ini terjadi pada 2 sampai 7 hari masa awal penyakit. Pada fase kriis
terlihat kulit yang kasar disertai bintik bintik perdarahan dibawah kulit
(petechiae) yang disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah kapiler dan terjadi perdarahan
pada lapisan mukosa pada mulut dan hidung, sedangkan demam kadang menurun dan
meningkat lagi pada hari berikutnya. Pada sebagian penderita terjadi fase
kritis, yang menunjukkan terjadinya demam tinggi terutama pada hari kedua
setelah menunjukkan gejala. Pada fase ini terlihat penimbunan cairan pada
daerah pinggang dan rongga perut yang disebabkan olah pembuluh darah kapiler
yang melebar dan menipis sehingga cairan merembes keluar dari pembuluh darah
kapiler tersebut. Sebagai akibatnya penderita mengalami kekurangan cairan tubuh
dan terjadi penurunan aliran darah pada organ yang penting. Pada fase ini
terjadi disfungsi organ dan terjadi perdarahan yang parah terutama pada daerah
saluran pencernaan. Terjadi shock (dengue shock syndrome) dan perdarahan parah
(dengue hemorrhagic fever) yang dapat terjadi pada sekitar 5% kasus penyakit
dengue ini, tetapi pada penderita yang pernah menderita dengue sebelumnya
persentase ini dapat meningkat. Fase pemulihan (recovery) setelah fase kritis
berlalu, cairan tubuh yang keluar diresorpsi kembali masuk kedalam aliran darah
yang biasanya terjadi sekitar dua sampai tiga hari setelah fase kritis. Kondisi
mulai membaik tetapi ada gejala gatal gatal dan denyut jantung menurun. Pada fase ini cairan tubuh meningkat
dan bila berefek pada otak dapat menyebabkan penderita kesadarannya menurun
atau kadang gelisah.
Walaupun
virus dengue menyerang sel imun dan menyebar keseluruh tubuh, sistem imun juga
mampu untuk melawan serangan virus tersebut.
Sel imun yang terinfeksi segera memproduksi interferon (sub klas dari
sitokin) yang merupakan protein dengan berat molekul kecil mampu menghambat
replikasi virus. Inerferin menjadi aktive melalui sistem imun inate (alami)
maupun adaptive (perolehan) yang merupakan sistem imun yang berperan mencegah
dan mempertahankan diri terhadap masuknya agen infeksi kedalam tubuh. Sel imun
mengenali sel yang terinfeksi virus dan membantu mempertahankan sel yang belum
terinfeksi dari serangan virus. Pada saat sistem imun bekerja melawan infeksi
virus dengue, penderita akan mengalami demam. Pada saat sistem imun adaptive
bekerja melawan virus, sel B mulai memproduksi antibodi IgM dan IgG yang
dilepaskan dalam peredaran darah dan cairan limfe dimana kedua antibodi
tersebut berfungsi untuk mengenali dan menetralisisr partikel virus dengue.
Respon sistem imun adaptive lainnya adalah sel T yang juga merupakan sel
limfosit sebagai pembunuh sel yang terinfeksi virus dengue. Respon imun
tersebut juga mengaktivkan sistem komplemen yang bertindak menolong antibodi
dan leukosit untuk mengeluarkan virus. Kedua respon sistem imun, inate dan
adptive bekerja sama menetralisir infeksi virus dengue dan penderita akan
sembuh dari penyakit DHF.
Antibodi IgM dan IgG yang diproduksi
sel B hanya mengenali satu molekul protein virus misalnya NS1, dan respon imun
tersebut mengeliminasai virus dari tubuh penderita. Setelah penderita sembuh
dari penyakit DHF tersebut, penderita akan terproteksi/kebal terhadap virus
dengue tipe NS1 selama dua sampai tiga bulan. Tetapi kekebalan tersebut tidak
terlalu lama, penderita yang kebal terhadap seoripe NS1 dapat terinfeksi oleh
virus dengue serotipe lain. Pada tahun 1960 an Dr. Halstead dan tim penelitinya
mempelajari infeksi virus dengue di Thailand. Mereka melaporkan bahwa orang
yang pernah terinfeksi virus dengue sebelumnya akan beresiko tinggi akan
menderita DHF lebih parah bila terinfeksi virus dengue yang kedua kalinya.
Mereka mempelajari mekanisme bagaimana hal tersebut dapat terjadi dan mengapa
infeksi virus yang kedua tersebut menjadi lebih parah daripada infeksi
sebelumnya. Pada kondisi normal infeksi agen patogen dalam tubuh akan
menimbulkan respon antibodi dan antibodi tersebut akan mengingat agen infeksi
yang menyerangnya selama waktu yang cukup lama melalui sel B dan T memori yang
terbentuk dalam sistem imun. Bila ada agen infeksi yang sama masuk kedalam
tubuh akan segera merespon melawan antigen yang pernah menginfeksinya tersebut
dan proses kekebalan tersebut dapat berjalan sampai beberapa tahun. Pada
infeksi virus dengue mekanisme kekiebalan tersebut tidak terjadi mengapa?,
Halstead dan kawan kawan mengemukakan fenomena yang disebut "antibody-dependent enhancement of
infection" untuk menjelasakan hasil observasi mereka. Ada
empat serotipe virus dengue yang berbeda, tetapi sel memori hanya mengingat
daya imunitas terhadap serotipe virus yang menginfeksi pertama kali. Bila
seseorang terinfeksi dengan serotipe yang kedua atau serotipe lainnya, antibodi
yang ada justru akan memfasilitasi virus dengue yang lain tersebut menyebar dan
meningkat jumlahnya keseluruh tubuh/peredaran darah (viremia). Fenomena
tersebut juga terjadi pada anak yang menerima/mendapatkan antibodi dari ibunya
waktu masih dalam kandungan. Hasil penelitian tersebut menyatakan bahwa
antibodi yang ada disamping untuk melawan virus, antibodi yang diproduksi oleh
sel B memori tersebut juga membantu virus dengue menginfeksi sel lebih efisien
(Gambar 7.14). Ironisnya "antibody-dependent
enhancement of infection" merupakan sistem imun yang menyebabkan
gejala penyakit DHF menjadi lebih parah.
Protein
"antibody-dependent
enhancement of infection" dipresentasikan pada saat terjadi
infeksi virus dengue yang pertama, protein tersebut melekat pada virus dengue
yang menginfeksi pertama kali. Pada saat terjadi infeksi virus dengue yang
kedua yanng berbeda serotipe, antibodi yang terbentuk pada infeksi virus yang
pertama (infeksi primer) tidak dapat mnetralisir virus dengue yang menginfeksi
berikutnya (infeksi sekunder). Sehingga ikatan Ab-virus komplek menempel pada
reseptor Fcγ reseptor dalam sirkulasi monosit secara efisien. Sebgai akibatnya
terjadi peningkatan replikasi virus secara keseluruhan sehingga meningkatkan
keparahan penyakit dengue.
Penanganan penyakit DHF
Sampai sekarang belum ada pengobatan yang spesifik
terhadap penyakit DHF, Pengobatan hanya diberikan berdasarkan gejala yang
timbul. Pengobatan suportif untuk meningkatkan kondisi penderita diberikan
cukup bervariasi dari pemberian cairan melalui mulut untuk pengobatan gejala
dehidrasi biasanya bila pasien dirawat dirumah. Bila pasien menderita dehidrasi
yang parah perlu dirawat di rumah sakit dengan pemberian cairan tubuh lewat
infus intravena atau transfusi darah. Penanganan si rumah sakit sangat
bergantung pada kondisi pasien berdasarkan pemeriksaan dokter. Infus cairan
tubuh dapat diberikan selama satu atau dua hari dengan laju aliran sekitar 0,5
– 1 ml/kg/hari disesuakan dengan volume urinasi untuk menstabilkan cairan tubuh
secara normal. Pemberian paracetamol (acetaminophen) dapat dilakukan bila
terjadi demam, sedangkan obat seperti ibuprofen dan aspirin tidak boleh
diberikan karena dapat memicu terjadinya perdarahan. Transfusi darah perlu
diberikan lebih awal/segera pada pasien yang menunjukkan gejala perdarahan
dengan indikasi penuruna hematokrit dan tanda perdarahan pada feses. Selama
masa pemulihan infus segera dihentikan untuk mencegah terjadinya kelebihan
cairan tubuh.