Sejak zaman dahulu, obat-obatan telah digunakan untuk mengobati penyakit pada manusia dan hewan. Tanaman obat kuno menggambarkan kekuatan terapi tanaman dan mineral tertentu. Kepercayaan terhadap kekuatan penyembuhan dari tanaman dan sejumlah substansi tersimpan secara eksklusif pada pengetahuan tradisional, yang informasi empirisnya tidak dikenakan dengan pemeriksaan kritis. 2
Praktek praktek pengobatan dicatat dimulai di daratan Mesopotamia sekitar 2600 sebelum masehi. Naskah pengobatan ditulis di atas cetakan tanah liat, dalam catatan tercantum simtom penyakit, resep dari campuran obat yang digunakan, dan juga doa-doa yang digunakan dalam penyembuhan. Di daratan Mesir, praktek pengobatan telah dimulai sejak sekitar 2900 tahun sebelum masehi (SM). Dalam mitologi mesir kuno dikenal dewa matahari (Iris/Ra/Holy Eye) dipercara sebagai dewa pengobatan. Dalam praktek pengembuhan dewa matahari disimbulkan dengan R/. Simbul ini saat ini digunakan oleh dokter sebagai simbul resep dalam menuliskan resep obat yang ditujukan kepada apoteker. 3
Ilmu pengobatan Cina, menurut legenda berasal dari akar kata Shen Nung (sekitar 2000 SM), seorang kaisar cina, yang mencari dan meneliti sekitar ribuan tanaman yang berpotensial sebagai obat. Kaisar telah mencoba sendiri kasiat obat dan pengalamannya tertuang dalam buku Pen T-Sao, yang memuat sekitar 365 tanaman sebagai obat. Shen Nung telah mencoba setiap bagian dari tanaman, seperti akar, kulit batang, daun, bunga untuk mengobatan, dan beberapa tanaman obat masih digunakan sampai sekarang, seperti tanaman gingseng, huang ma (efedra). 3
Naskah pengobatan dikenal dengan ”Papyrus Ebers” (1500 SM.) didalamnya tercatat sekitar 800 resep dan tertulis dalam 700 jenis obat. Praktek pengobatan di jaman ini dilakukan oleh dua atau lebih kelompok, yaitu sekelompok yang mengiapkan obat-obatan dan pimpinan produsen obat atau ketua farmasis. Penyiapan obat dilakukan dilingkungan rumah tangga, resep dibacakan oleh ketua ahli obat. Pimpinan juga bertingak sebagai penentu senyawa aktif yang digunakan dalam campuran resep. 3
Hippocrates (459-370 SM) yang dikenal dengan “bapak kedokteran” dalam praktek pengobatannya telah menggunakan lebih dari 200 jenis tumbuhan. 4 Pengobatan moderen diawali di Yunani sekitar 2500 tahun yang lalu oleh seorang pria Hippocrates. Terlahir di Pulau Cos, Yunani sekitar tahun 460 SM, praktek Hippocrates dalam lingkungan medis terselubung dalam ketidaktahuan, tahayul dan mitologi. Pengobatan Yunani pada awalnya terpusat pada supranatural. Hippocrates mengubah seni diagnosa kedokteran dengan mengganti persepsi supranatural dengan metodologi berlandaskan-observasi.
Terpisah dari pengetahuan kedokteran, Hippocrates menekankan perawatan pasien secara keseluruhan bertentangan dengan sekolah kedokteran pada zamannya Cnidian school yang hanya berfokus pada penyakit saja. 5
Claudius Galen (131-201) pertama kali mencoba untuk mempertimbangkan teori latar belakang farmakologi. Teori dan pengalaman praktis, keduanya memberikan kontribusi yang sama untuk penggunaan rasional obat-obatan melalui interpretasi hasil pengamatan dan pengalaman. "Para empirisis mengatakan bahwa semua telah ditemukan oleh pengalaman. Kami, bagaimanapun, berpendapat bahwa hal itu ditemukan sebagian oleh pengalaman, sebagian lagi oleh teori. Bukanlah teori maupun pengalaman masing-masing yang dapat menemukan semuanya" 2
Selanjutnya Ibnu Sina (980-1037) telah menulis beberapa buku tentang metode pengumpulan dan penyimpanan tumbuhan obat serta cara pembuatan sediaan obat seperti pil, suppositoria, sirup dan menggabungkan pengetahuan pengobatan dari berbagai negara yaitu Yunani, India, Persia, dan Arab untuk menghasilkan pengobatan yang lebih baik. 4
Paracelsus (1493-1541) berpendapat bahwa untuk membuat sediaan obat perlu pengetahuan kandungan zat aktifnya dan dia membuat obat dari bahan yang sudah diketahui zat aktifnya. 4 Paracelsus lahir sebagai Philippus Aureolus Theoprastus Bombastus von Hohenheim, pada tahun 1493 di Einsiedeln, sebuah kota kecil dekat Zurich, Switzerland. Dia merupakan anak dari seorang ahli fisika. Berdasarkan pada semua ajaran Paracelsus sangat diyakini bahwa pengetahuan adalah hasil dari pengamatan seseorang terhadap alam dan pengalaman seseorang dalam hidupnya. Jika terdapat sesuatu yang tidak jelas, maka manusia harus merencanakan eksperimen untuk membuktikan atau menolak sebuah hipotesis. Dia meyakini bahwa, “pengobatan hanya dapat dipelajari dari apa yang telah terlihat oleh mata dan disentuh oleh jari... latihan tidak seharusnya berlandaskan pada teori spekulatif; teori harus diperoleh dari latihan”. Paracelsus mendalami kimia dan meyakini bahwa tubuh manusia laksana laboratorium kimia. 6
Johann Jakob Wepfer (1620-1695) berhasil melakukan verifikasi efek farmakologi dan toksikologi obat pada hewan percobaan, ia mengatakan :”I pondered at length, finally I resolved to clarify the matter by experiment”. Ia adalah orang pertama yang melakukan penelitian farmakologi dan toksikologi pada hewan percobaan. 4
Institut Farmakologi pertama didirikan pada tahun 1847 oleh Rudolf Buchheim (1820-1879) di Universitas Dorpat (Estonia). 4 Dengan demikian mengantarkan farmakologi sebagai disiplin ilmu pengetahuan independen. Selain itu, untuk keterangan efek, ia berusaha menjelaskan sifat kimia obat. 2
Selanjutnya Oswald Schiedeberg (1838- 1921) bersama dengan pakar disiplin ilmu lain menghasilkan konsep fundamental dalam kerja obat meliputi reseptor obat, hubungan struktur dengan aktivitas dan toksisitas selektif. Konsep tersebut juga diperkuat oleh T. Frazer (1852-1921) di Scotlandia, J. Langley (1852-1925) di Inggris dan P. Ehrlich (1854-1915) di Jerman. 4
Sumber obat sampai akhir abad 19, obat merupakan produk organik atau anorganik dari tumbuhan yang dikeringkan atau segar, bahan hewan atau mineral yang aktif dalam penyembuhan penyakit tetapi dapat juga menimbulkan efek toksik bila dosisnya terlalu tinggi atau pada kondisi tertentu penderita. Untuk menjamin tersedianya obat agar tidak tergantung kepada musim maka tumbuhan obat diawetkan dengan pengeringan. Contoh tumbuhan yang dikeringkan pada saat itu adalah getah Papaver somniferum (opium mentah) yang sering dikaitkan dengan obat penyebab ketergantungan dan ketagihan. Dengan mengekstraksi getah tanaman tersebut dihasilkan berbagai senyawa yaitu morfin, kodein, narkotin (noskapin), papaverin dll; yang ternyata memiliki efek yang berbeda satu sama lain walaupun dari sumber yang sama Dosis tumbuhan kering dalam pengobatan ternyata sangat bervariasi tergantung pada tempat asal tumbuhan, waktu panen, kondisi dan lama penyimpanan. Maka untuk menghindari variasi dosis, F.W.Sertuerner (1783- 1841) pada tahun 1804 mempelopori isolasi zat aktif dan memurnikannya, dan secara terpisah dilakukan sintesis secara kimia. Sejak itu berkembang obat sintetik untuk berbagai jenis penyakit. 4
Pada permulaan abad ke-20, obat-obat kimia sintetis mulai tampak kemajuannya, dengan ditemukannya obat-obat termasyhur, yaitu Salvarsan dan Aspirin sebagai pelopor, yang kemudian disusul oleh sejumlah obat lain. Pendobrakan sejati baru tercapai dengan penemuan dan penggunaan kemoterapeutik sulfanilamid (1935) dan penisilin (1940). Sebetulnya sudah lebih dari dua ribu tahun diketahui bahwa borok bernanah dapat disembuhkan dengan menutupi luka mengguanakan kapang-kapang tertentu, tetapi baru pada tahun 1928 khasiat ini diselidiki secara ilmiah oleh penemu penisilin Dr. Alexander Fleming. 1
Sejak tahun 1945 ilmu kimia, fisika dan kedokteran berkembang pesat (mis. sintesa kimia, fermentasi, teknologi rekombinan DNA) dan hal ini menguntungkan sekali bagi penelitian sistematis obat-obat baru. Beribu-ribu zat sintetik telah ditemukan, rata-rata 500 zat setiap tahunnya, yang mengakibatkan perkembangan revolusioner di bidang farmakoterapi. Kebanyakan obat kuno ditinggalkan dan diganti dengan obat-obat mutakhir. Akan tetapi, begitu banyak diantaranya tidak lama ‘masa hidupnya’, karena segera terdesak oleh obat yang lebih baru dan lebih baik khasiatnya. Namun menurut taksiran lebih kurang 80% dari semua obat yang kini digunakan secara klinis merupakan penemuan dari tiga dasawarsa terakhir.
l apop�>sb0 D �%6 di secara intraseluler dan ekstraseluler. Jalur ekstrinsik (ekstraseluler) diinisiasi melalui stimulasi dari reseptor kematian (death receptor) sedangkan jalur intrinsik diinisiasi melalui pelepasan faktor signal dari mitokondria dalam sel. Proses apoptosis dikendalikan oleh berbagai tingkat sinyal sel, yang dapat berasal dari pencetus ekstrinsik maupun intrinsik . Yang termasuk pada sinyal ekstrinsik antara lain hormon, faktor pertumbuhan, nitric oxide dan cytokine. Semua sinyal tersebut harus dapat menembus membran plasma ataupun transduksi untuk dapat menimbulkan respon.
Sinyal intrinsik apoptosis merupakan suatu respon yang diinisiasi oleh sel sebagai respon terhadap stress dan akhirnya dapat mengakibatkan kematian sel. Pengikatan reseptor nuklear oleh glukokortikoid, panas, radiasi, kekurangan nutrisi, infeksi virus dan hipoksia merupakan keadaan yang dapat m enimbulkan pelepasan sinyal apoptosis intrinsik melalui kerusakan sel. Sebelum terjadi proses kematian sel melalui enzym, sinyal apoptosis harus dihubungkan dengan pathway kematian sel melalui regulasi protein. Pada regulasi ini terdapat dua metode yang telah dikenali untuk mekanisme apoptosis , yaitu : melalui mitokondria dan penghantaran sinyal secara langsung melalui adapter protein.
1. Ektrinsik Pathway (di inisiasi oleh kematian receptor)
Pathway ini diinisiasi oleh pengikatan receptor kematian pada permukaan sel pada
berbagai sel. Reseptor kematian merupakan bagian dari reseptor tumor nekrosis
faktor yang terdiri dari cytoplasmic domain , berfungsi untuk mengirim sinyal
apoptotic. Reseptor kematian yang diketahui antara lain TNF reseptor tipe 1 yang
dihubungkan dengan protein Fas (CD95) . Pada saat Fas berikatan dengan
ligandnya, membran menuju ligand (FasL). Tiga atau lebih molekul Fas bergabung
dan cytoplasmic death domain membentuk binding site untuk adapter protein,
FADD (Fas –associated death domain). FA DD ini melekat pada reseptor kematian
dan mulai berikatan dengan bentuk inaktif da ri caspase 8. Molekul procaspase 8
ini kemudian dibawa keatas dan kemudian pecah menjadi caspase 8 aktif.
Enzym ini kemudian mencetuskan cascade aktifasi caspase dan kemudian
mengaktifkan procaspase lainnya dan mengak tifkan enzym untuk mediator pada
fase eksekusi. Pathway ini dapat dihambat oleh protein FLIP, tida k menyebabkan pecahnya enzym procaspase 8 dan tidak menjadi aktif.
2. Intrinsik (Mitokondrial) Pathway
Pathway ini terjadi oleh karena adanya permeabilitas mitokondria dan pelepasan molekul pro-apoptosis ke dalam sitoplasma,tanpa memerlukan reseptor kematian. Faktor pertumbuhan dan siinyal lainny a dapat merangsang pembentukan protein antiapoptosis Bcl2, yang berfungsi sebagai regulasi apoptosis. Protein anti apoptosis yang utama adalah: Bcl-2 dan Bcl-x, yang pada keadaan normal terdapat pada membrane mitokondria dan sitoplasma. Pada saat sel mengalami stress, Bc l-2 dan Bcl-x menghilang dari membran mitokondria dan digantikan ol eh pro-apoptosis protein, s eperti Bak, Bax, Bim. Sewaktu kadar Bcl-2, Bc l-x menurun, permeabilita s membran mitokondria meningkat , beberapa protein dapat mengaktifkan cascade caspase. Salah satu protein tersebut adalan cytoc hrom-c yang diperlukan untuk proses respirasi pada mitokondria. Di dalam cytosol, cytochrom c berikatan dengan protein Apaf-1 (apoptosis activating factor-1) dan mengakti vasi caspase-9. Protein mitokondria lainnya, seperti Apoptosis Inducing Fa ctor (AIF)memasuki sitoplasma dengan berbagai inhibitor apoptosis yang pada keadaan normal untuk menghambat aktivasi caspase.
1. Eksekusi
Setelah sel menerima sinyal yang ses uai untuk apoptosis, selanjutnya organela- organela sel akan mengalami degradasi yang diaktifasi oleh caspase proteolitik. Sel yang mulai apoptosis , secara mikroskopis akan mengalami perubahan :
a. Sel mengerut dan lebih bulat , karena pemecahan proteinaseous sitoskeleton oleh caspase
b. Sitoplasma tampak lebih padat
c. Kromatin menjadi ko ndensasi dan fragmentasi yang padat pada membran inti
(pyknotik). Kromatin berkelompok di bagian perifer , dibawah membran inti menjadi massa padat dalam berbagai bentuk dan ukuran.
d. Membran inti menjadi diskontinue dan DNA yang ada didalamnya pecah menjadi fragmen-fragmen (karyorheksis). Degr adasi DNA ini mengakibatkan inti terpecah menjadi beberapa nukleosomal unit
e. Membran sel memperli hatkan tonjolan-tonjolan ya ng iregular / blebs pada sitoplasma
f. Sel terpecah menjadi beberapa fragmen , yang disebut dengan apoptotic bodies.
g. Apoptotic bodies ini akan difagosit oleh sel yang ada disekitarnya.
2. Pengangkatan sel yang mati
Sel yang mati pada tahap akhir apoptosis me mpuyai suatu fagositotik molekul pada permukaannya ( cth : phosphatidylserine) . Phosphatidylserine ini pada keadaan normal berada pada permukaan cytosolic dari plasma membran, tetapi pada proses apoptosis tersebar pada permukaan e kstraseluler melalui protein scramblase. Molekul ini merupakan suatu penanda sel untuk fagositosis oleh sel yang mempunyai reseptor yang sesuai, seper ti makrofag. Selanjutnya sitoskeleton memfagosit melalui engulfment pada molekul tersebut. Pengangkatan sel yang mati melalui fagosit terjadi tanpa disertai dengan respon inflamasi.