BAB II
PEMBAHASAN
2.1.
SEJARAH TRIAGE
Penggunaan istilah triage ini sudah
lama berkembang. Konsep awal triage modern yang berkembang meniru konsep pada
jaman Napoleon dimana Baron Dominique Jean Larrey (1766 – 1842), seorang dokter
bedah yang merawat tentara Napoleon, mengembangkan dan melaksanakan sebuah
system perawatan dalam kondisi yang paling mendesak pada tentara yang datang
tanpa memperhatikan urutan kedatangan mereka. System tersebut memberikan
perawatan awal pada luka ketika berada di medan perang kemudian tentara
diangkut ke rumah sakit/tempat perawatan yang berlokasi di garis belakang.
Sebelum Larrey menuangkan konsepnya, semua orang yang terluka tetap berada di
medan perang hingga perang usai baru kemudian diberikan perawatan.
Pada tahun 1846, John Wilson memberikan
kontribusi lanjutan bagi filosofi triase. Dia mencatat bahwa, untuk
penyelamatan hidup melalui tindakan pembedahan akan efektif bila dilakukan pada
pasien yang lebih memerlukan.
Pada perang dunia I, pasien akan
dipisahkan di pusat pengumpulan korban secara langsung akan dibawa ke tempat
dengan fasilitas yang sesuai. Pada perang dunia II diperkenalkan pendekatan
triage dimana korban dirawat pertama kali dilapangan oleh dokter dan kemudian
dikeluarkan dari garis perang untuk perawatan yang lebih baik. Pengelompokan pasien
dengan tujuan untuk membedakan prioritas penanganan dalam medan perang pada
perang dunia I, maksud awalnya adalah untuk menangani luka yang minimal pada
tentara sehingga dapat segera kembali ke medan perang.
Penggunaan awal kata “trier” mengacu
pada penampisan screening di medan perang. Kini istilah tersebut lazim
digunakan untuk menggambarkan suatu konsep pengkajian yang cepat dan terfokus
dengan suatu cara yang memungkinkan pemanfaatan sumber daya manusia, peralatan
serta fasilitas yang paling efisien terhadap hamper 100 juta orang yang
memerlukan pertolongan di unit gawat darurat (UGD) setiap tahunnya. Berbagai
system triage mulai dikembangkan pada akhir tahun 1950-an seiring jumlah
kunjungan UGD yang telah melampaui kemampuan sumber daya yang ada untuk
melakukan penanganan segera. Tujuan triage adalah memilih atau menggolongkan
semua pasien yang datang ke UGD dan menetapkan prioritas penanganan.
2.2.
PENGERTIAN
Triage adalah suatu konsep pengkajian
yang cepat dan terfokus dengan suatu cara yang memungkinkan pemanfaatan sumber
daya manusia, peralatan serta fasilitas yang paling efisien dengan tujuan untuk
memilih atau menggolongkan semua pasien yang memerlukan pertolongan dan
menetapkan prioritas penanganannya (Kathleen dkk, 2008).
Triage adalah usaha pemilahan korban
sebelum ditangani, berdasarkan tingkat kegawatdaruratan trauma atau penyakit
dengan mempertimbangkan prioritas penanganan dan sumber daya yang ada.
Triage adalah suatu system
pembagian/klasifikasi prioritas klien berdasarkan berat ringannya kondisi
klien/kegawatdaruratannya yang memerlukan tindakan segera. Dalam triage,
perawat dan dokter mempunyai batasan waktu (respon time) untuk mengkaji keadaan
dan memberikan intervensi secepatnya yaitu ≤ 10 menit.
Triase berasal dari bahasa Perancis trier
dan bahasa inggris triage dan diturunkan dalam bahasa Indonesia triase yang
berarti sortir. Yaitu proses khusus memilah pasien berdasar beratnya
cidera/penyakit untuk menentukan jenis perawatan gawat darurat. Kini istilah
tersebut lazim digunakan untuk menggambarkan suatu konsep pengkajian yang cepat
dan berfokus dengan suatu cara yang memungkinkan pemanfaatan sumber daya
manusia, peralatan serta fasilitas yang paling efisien terhadap 100 juta orang
yang memerlukan perawatan di UGD setiap tahunnya (Pusponegoro, 2010).
2.3.
TUJUAN TRIAGE
Tujuan utama adalah untuk mengidentifikasi kondisi mengancam
nyawa. Tujuan triage selanjutnya adalah untuk menetapkan tingkat atau drajat
kegawatan yang memerlukan pertolongan kedaruratan.
Dengan triage tenaga kesehatan akan mampu :
1. Menginisiasi
atau melakukan intervensi yang cepat dan tepat kepada pasien
2. Menetapkan
area yang paling tepat untuk dapat melaksanakan pengobatan lanjutan
3. Memfasilitasi
alur pasien melalui unit gawat darurat dalam proses penanggulangan/pengobatan
gawat darurat
Sistem
Triage dipengaruhi oleh :
1. Jumlah
tenaga profesional dan pola ketenagaan
2. Jumlah
kunjungan pasien dan pola kunjungan pasien
3. Denah
bangunan fisik unit gawat darurat
4. Terdapatnya
klinik rawat jalan dan pelayanan medis
2.4.
PRINSIP DAN TIPE TRIAGE
“Time
Saving is Life Saving (waktu keselamatan adalah keselamatan hidup), The
Right Patient, to The Right Place at The Right Time, with The Right Care
Provider.
1. Triase
seharusnya dilakukan segera dan tepat waktu
Kemampuan
berespon dengan cepat terhadap kemungkinan penyakit yang mengancam kehidupan
atau injuri adalah hal yang terpenting di departemen kegawatdaruratan.
2. Pengkajian
seharusnya adekuat dan akurat
Ketelitian
dan keakuratan adalah elemen yang terpenting dalam proses interview.
3. Keputusan
dibuat berdasarkan pengkajian
Keselamatan
dan perawatan pasien yang efektif hanya dapat direncanakan bila terdapat
informasi yang adekuat serta data yang akurat.
4. Melakukan
intervensi berdasarkan keakutan dari kondisi
Tanggung
jawab utama seorang perawat triase adalah mengkaji secara akurat seorang pasien
dan menetapkan prioritas tindakan untuk pasien tersebut. Hal tersebut termasuk
intervensi terapeutik, prosedur diagnostic dan tugas terhadap suatu tempat yang
diterima untuk suatu pengobatan.
5. Tercapainya
kepuasan pasien
·
Perawat triase seharusnya memenuhi semua yang ada di atas
saat menetapkan hasil secara serempak dengan pasien
·
Perawat membantu dalam menghindari keterlambatan penanganan
yang dapat menyebabkan keterpurukan status kesehatan pada seseorang yang sakit
dengan keadaan kritis.
·
Perawat memberikan dukungan emosional kepada pasien dan
keluarga atau temannya.
Menurut
Brooker, 2008. Dalam prinsip triase diberlakukan system prioritas, prioritas
adalah penentuan/penyeleksian mana yang harus didahulukan mengenai penanganan
yang mengacu pada tingkat ancaman jiwa yang timbul dengan seleksi pasien
berdasarkan :
·
Ancaman jiwa yang dapat mematikan dalam hitungan menit
·
Dapat mati dalam hitungan jam
·
Trauma ringan
·
Sudah meninggal
Pada
umumnya penilaian korban dalam triage dapat dilakukan dengan :
a. Menilai
tanda vital dan kondisi umum korban
b. Menilai
kebutuhan medis
c. Menilai
kemungkinan bertahan hidup
d. Menilai
bantuan yang memungkinkan
e. Memprioritaskan
penanganan definitive
f. Tag
warna
TIPE
TRIAGE DI RUMAH SAKIT
1) Tipe
1 : Traffic Director or Non Nurse
a. Hampir
sebagian besar berdasarkan system triage
b. Dilakukan
oleh petugas yang tak berijasah
c. Pengkajian
minimal terbatas pada keluhan utama dan seberapa sakitnya
d. Tidak
ada dokumentasi
e. Tidak
menggunakan protocol
2) Tipe
2 : Cek Triage Cepat
a. Pengkajian
cepat dengan melihat yang dilakukan perawat beregistrasi atau dokter
b. Termasuk
riwayat kesehatan yang berhubungan dengan keluhan utama
c. Evaluasi
terbatas
d. Tujuan
untuk meyakinkan bahwa pasien yang lebih serius atau cedera mendapat perawatan
pertama
3) Tipe
3 : Comprehensive Triage
a. Dilakukan
oleh perawat dengan pendidikan yang sesuai dan berpengalaman
b. 4
sampai 5 sistem kategori
c. Sesuai
protocol
2.5.
KLASIFIKASI DAN PENENTUAN PRIORITAS
Berdasarkan Oman (2008), pengambilan keputusan triage
didasarkan pada keluhan utama, riwayat medis, dan data objektif yang mencakup
keadaan umum pasien serta hasil pengkajian fisik yang terfokus. Menurut
Comprehensive Speciality Standart, ENA tahun 1999, penentuan triase didasarkan
pada kebutuhan fisik, tumbuh kembang dan psikososial selain pada factor-faktor
yang mempengaruhi akses pelayanan kesehatan serta alur pasien lewat system
pelayanan kedaruratan. Hal-hal yang harus dipertimbangkan mencakup setiap
gejala ringan yang cenderung berulang atau meningkat keparahannya.
Beberapa hal yang mendasari klasifikasi pasien dalam system
triage adalah kondisi klien yang meliputi :
a. Gawat,
adalah suatu keadaan yang mengancam nyawa dan kecacatan yang memerlukan
penanganan dengan cepat dan tepat.
b. Darurat,
adalah suatu keadaan yang tidak mengancam nyawa tapi memerlukan penanganan
cepat dan tepat seperti kegawatan.
c. Gawat
darurat, adalah suatu keadaan yang mengancam jiwa disebabkan oleh gangguan ABC
(Airway / jalan nafas, Breathing / Pernafasan, Circulation / Sirkulasi),
jika tidak ditolong segera maka dapat meninggal atau cacat (Wijaya, 2010)
Berdasarkan
prioritas keperawatan dapat dibagi menjadi 4 klasifikasi :
Tabel
1. Klasifikasi Triage
KLASIFIKASI
|
KETERANGAN
|
Gawat
darurat (P1)
|
Keadaan
yang mengancam nyawa / adanya gangguan ABC dan perlu tindakan segera,
misalnya cardiac arrest, penurunan kesadaran, trauma mayor dengan perdarahan
hebat
|
Gawat
tidak darurat (P2)
|
Keadaan
mengancam nyawa tetapi tidak memerlukan tindakan darurat. Setelah dilakukan
resusitasi maka ditindaklanjuti oleh dokter spesialis. Misalnya : pasien
kanker tahap lanjut, fraktur, sickle cell dan lainnya
|
Darurat
tidak gawat (P3)
|
Keadaan
yang tidak mengancam nyawa tetapi memerlukan tindakan darurat. Pasien sadar,
tidak ada gangguan ABC dan dapat langsung diberikan terapi definitive. Untuk
tindak lanjut dapat ke poliklinik, misalnya laserasi, fraktur minor /
tertutup, otitis media dan lainnya
|
Tidak
gawat tidak darurat (P4)
|
Keadaan
tidak mengancam nyawa dan tidak memerlukan tindakan gawat. Gejala dan tanda
klinis ringan / asimptomatis. Misalnya penyakit kulit, batuk, flu, dan
sebagainya.
|
Tabel
2. Klasifikasi berdasarkan Tingkat Prioritas (Labeling)
KLASIFIKASI
|
KETERANGAN
|
Prioritas
I (MERAH)
|
Mengancam
jiwa atau fungsi vital, perlu resusitasi dan tindakan bedah segera, mempunyai
kesempatan hidup yang besar. Penanganan dan pemindahan bersifat segera yaitu gangguan
pada jalan nafas, pernafasan dan sirkulasi. Contohnya sumbatan jalan nafas,
tension pneumothorak, syok hemoragik, luka terpotong pada tangan dan kaki,
combutio (luka bakar tingkat II dan III > 25 %
|
Prioritas
II (KUNING)
|
Potensial
mengancam nyawa atau fungsi vital bila tidak segera ditangani dalam jangka
waktu singkat. Penanganan dan pemindahan bersifat jangan terlambat. Contoh :
patah tulang besar, combutio (luka bakar) tingkat II dan III < 25 %,
trauma thorak / abdomen, laserasi luas, trauma bola mata.
|
Prioritas
III (HIJAU)
|
Perlu
penanganan seperti pelayanan biasa, tidak perlu segera. Penanganan dan
pemindahan bersifat terakhir. Contoh luka superficial, luka-luka ringan.
|
Prioritas
0 (HITAM)
|
Kemungkinan
untuk hidup sangat kecil, luka sangat parah. Hanya perlu terapi suportif.
Contoh henti jantung kritis, trauma kepala kritis.
|
Tabel
3. Klasifikasi berdasarkan Tingkat Keakutan (Iyer, 2004).
TINGKAT
KEAKUTAN
|
KETERANGAN
|
Kelas
I
|
Pemeriksaan
fisik rutin (misalnya memar minor) dapat menunggu lama tanpa bahaya
|
Kelas
II
|
Nonurgen
/ tidak mendesak (misalnya ruam, gejala flu) dapat menunggu lama tanpa bahaya
|
Kelas
III
|
Semi-urgen
/ semi mendesak (misalnya otitis media) dapat menunggu sampai 2 jam sebelum
pengobatan
|
Kelas
IV
|
Urgen
/ mendesak (misalnya fraktur panggul, laserasi berat, asma); dapat menunggu
selama 1 jam
|
Kelas
V
|
Gawat
darurat (misalnya henti jantung, syok); tidak boleh ada keterlambatan
pengobatan ; situasi yang mengancam hidup
|
Beberapa
petunjuk tertentu yang harus diketahui oleh perawat triage yang mengindikasikan
kebutuhan untuk klasifikasi prioritas tinggi. Petunjuk tersebut meliputi :
1. Nyeri
hebat
2. Perdarahan
aktif
3. Stupor
/ mengantuk
4. Disorientasi
5. Gangguan
emosi
6. Dispnea
saat istirahat
7. Diaforesis
yang ekstern
8. Sianosis
9. Tanda
vital diluar batas normal (Iyer, 2004).
2.6.
PROSES TRIAGE
Proses triage dimulai ketika pasien
masuk ke pintu UGD. Perawat triage harus mulai memperkenalkan diri, kemudian
menanyakan riwayat singkat dan melakukan pengkajian, misalnya terlihat sekilas
kearah pasien yang berada di brankar sebelumm mengarahkan ke ruang perawatan
yang tepat.
Pengumpulan data subjektif dan objektif
harus dilakukan dengan cepat, tidak lebih dari 5 menit karena pengkajian ini
tidak termasuk pengkajian perawat utama. Perawat triage bertanggung jawab untuk
menempatkan pasien di area pengobatan yang tepat, misalnya bagian trauma dengan
peralatan khusus, bagian jantung dengan monitor jantung dan tekanan darah, dll.
Tanpa memikirkan dimana pasien pertama kali ditempatkan setelah triage, setiap
pasien tersebut harus dikaji ulang oleh perawat utama sedikitnya sekali setiap
60 menit.
Untuk pasien yang dikategorikan sebagai
pasien yang mendesak atau gawat darurat, pengkajian dilakukan setiap 15
menit/lebih bila perlu. Setiap pengkajian ulang harus didokumentasikan dalam
rekam medis. Informasi baru dapat mengubah kategorisasi keakutan dan lokasi
pasien di area pengobatan. Misalnya kebutuhan untuk memindahkan pasien yang
awalnya berada di area pengobatan minor ke tempat tidur bermonitor ketika
pasien tampak mual atau mengalami sesak nafas, sinkope, atau diaphoresis (Iyer,
2004).
Bila kondisi pasien ketika datang sudah
tampak tanda-tanda objektif bahwa ia mengalami gangguan pada airway, breathing,
dan circulation, maka pasien ditangani terlebih dahulu. Pengkajian awal hanya
didasarkan atas data objektif dan data subjektif sekunder dari pihak keluarga.
Setelah keadaan pasien membaik, data pengkajian kemudian dilengkapi dengan data
subjektif yang berasal langsung dari pasien (data primer)
Alur
dalam proses Triage
1. Pasien
datang diterima petugas / paramedic UGD
2. Diruang
triase dilakukan anamneses dan pemeriksaan singkat dan cepat (selintas) untuk
menentukan derajat kegawatannya oleh perawat.
3. Bila
jumlah penderita / korban yang ada lebih dari 50 orang, maka triase dapat
dilakukan di luar ruang triase (di depan gedung IGD)
4. Penderita
dibedakan menurut kegawatannya dengan memberi kode warna :
a. Segera
– Immediate (MERAH). Pasien mengalami cedera mengancam jiwa yang kemungkinan
besar dapat hidup bila ditolong segera. Misalnya : Tension pneumothorax,
distress pernafasan (RR<30x/menit), perdarahan internal, dsb
b. Tunda
– Delayed (KUNING). Pasien memerlukan tindakan definitive tetapi tidak ada
ancaman jiwa segera. Misalnya : Perdarahan laserasi terkontrol, fraktur
tertutup pada ekstremitas dengan perdarahan terkontrol, luka bakar <25% luas
permukaan tubuh, dsb.
c. Minimal
(HIJAU). Pasien mendapat cidera minimal, dapat berjalan dan menolong diri
sendiri atau mencari pertolongan. Misalnya : laserasi minor, memar dan lecet,
luka bakar superfisial.
d. Expextant
(HITAM). Pasien mengalami cidera mematikan dan akan meninggal meski mendapat
pertolongan. Misalnya : luka bakar derajat 3 hampir diseluruh tubuh, kerusakan
organ vital, dsb.
e. Penderita/korban
mendapatkan prioritas pelayanan dengan urutan warna : merah, kuning, hijau,
hitam.
f. Penderita/korban
kategori triase merah dapat langsung diberikan pengobatan diruang tindakan UGD.
Tetapi bila memerlukan tindakan medis lebih lanjut, penderita/korban dapat
dipindahkan ke ruang operasi atau dirujuk ke rumah sakit lain.
g. Penderita
dengan kategori triase kuning yang memerlukan tindakan medis lebih lanjut dapat
dipindahkan ke ruang observasi dan menunggu giliran setelah pasien dengan
kategori triase merah selesai ditangani.
h. Penderita
dengan kategori triase hijau dapat dipindahkan ke rawat jalan, atau bila sudah
memungkinkan untuk dipulangkan, maka penderita/korban dapat diperbolehkan untuk
pulang.
i. Penderita
kategori triase hitam (meninggal) dapat langsung dipindahkan ke kamar jenazah
(Rowles, 2007).
2.7.
DOKUMENTASI TRIAGE
Dokumen adalah suatu catatan yang dapat dibuktikan atau
dijadikan bukti dalam persoalan hukum. Sedangkan pendokumentasian adalah
pekerjaan mencatat atau merekam peristiwa dan objek maupun aktifitas pemberian
jasa (pelayanan) yang dianggap berharga dan penting.
Dokumentasi yang berasal dari kebijakan yang mencerminkan
standar nasional berperan sebagai alat manajemen resiko bagi perawat UGD. Hal
tersebut memungkinkan peninjau yang objektif menyimpulkan bahwa perawat sudah
melakukan pemantauan dengan tepat dan mengkomunikasikan perkembangan pasien
kepada tim kesehatan. Pencatatan, baik dengan computer, catatan naratif, atau
lembar alur harus menunjukkan bahwa perawat gawat darurat telah melakukan
pengkajian dan komunikasi, perencanaan dan kolaborasi, implementasi dan
evaluasi perawatan yang diberikan, dan melaporkan data penting pada dokter
selama situasi serius. Lebih jauh lagi, catatan tersebut harus menunjukkan
bahwa perawat gadar bertindak sebagai advokat pasien ketika terjadi
penyimpangan standar perawatan yang mengancam keselamatan pasien (Anonimous,
2002).
Pada tahap pengkajian, pada proses triase yang mencakup
dokumentasi :
1. Waktu
dan datangnya alat transportasi
2. Keluhan
utama
3. Pengkodean
prioritas atau keakutan perawatan
4. Penentuan
pemberi perawatan kesehatan yang tepat
5. Penempatan
di area pengobatan yang tepat (missal : cardiac versus trauma, perawatan minor
vs perawatan kritis)
6. Permulaan
intervensi (missal : balutan steril, es, pemakaian bidai, prosedur diagnostic
seperti pemeriksaan sinar X, EKG, GDA, dll
KOMPONEN
DOKUMENTASI TRIAGE
|
·
Tanda dan waktu tiba
·
Umur pasien
·
Waktu pengkajian
·
Riwayat alergi
·
Riwayat pengobatan
·
Tingkat kegawatan pasien
·
Tanda-tanda vital
·
Pertolongan pertama yang diberikan
·
Pengkajian ulang
·
Pengkajian nyeri
·
Keluhan utama
·
Riwayat keluhan saat ini
·
Data subjektif dan data objektif
·
Periode menstruasi terakhir
·
Imunisasi tetanus terakhir
·
Pemeriksaan diagnostic
·
Administrasi pengobatan
·
Tanda tangan registered nurse
|
Rencana perawatan lebih sering tercermin dalam instruksi
dokter serta dokumentasi pengkajian dan intervensi keperawatan daripada dalam
tulisan rencana perawatan formal (dalam bentuk tulisan tersendiri). Oleh karena
itu, dokumentasi oleh perawat pada saat instruksi tersebut ditulis dan
diimplementasikan secara berurutan, serta pada saat terjadi perubahan status
pasien atau informasi klinis yang dikomunikasikan kepada dokter secara
bersamaan akan membentuk “landasan” perawatan yang mencerminkan ketaatan pada
standar perawatan sebagai pedoman.
Dalam implementasi perawat gawat darurat harus mampu
melakukan dan mendokumentasikan tindakan medis dan keperawatan, termasuk waktu,
sesuai dengan standar yang disetujui. Perawat harus mengevaluasi secara
continue perawatan pasien berdasarkan hasil yang dapat diobservasi untuk
menentukan perkembangan pasien kea rah hasil dan tujuan dan harus
mendokumentasikan respon pasien terhadap intervensi pengobatan dan
perkembangannya. Standar Joint Commision (1996) menyatakan bahwa rekam medis
menerima pasien yang sifatnya gawat darurat, mendesak, dan segera harus
mencantumkan kesimpulan pada saat terminasi pengobatan, termasuk disposisi
akhir, kondisi pada saat pemulangan, dan instruksi perawatan tindak lanjut.
Proses
dokumentasi triage menggunakan system SOAPIE, sebagai berikut :
1. S
: data subjektif
2. O
: data objektif
3. A
: analisa data yang mendasari penentuan diagnosa keperawatan
4. P
: rencana keperawatan
5. I
: implementasi, termasuk didalamnya tes diagnostic
6. E
: evaluasi / pengkajian kembali keadaan / respon pasien terhadap pengobatan
dan perawatan yang diberikan (ENA, 2005)
|
DAFTAR
PUSTAKA
Anonimous,
1999. Triage Officers Course. Singapore : Departement of Emergency
Medicine
Singapore General Hospital
Anonimous,
2002. Disaster Medicine. Philadelphia USA : Lippincott Williams
ENA,
2005. Emergency Care. USA : WB Saunders Company
Iyer,
P. 2004. Dokumentasi Keperawatan : Suatu Pendekatan Proses Keperawatan.
Jakarta : EGC
Oman, Kathleen S.
2008. Panduan Belajar Keperawatan Emergensi. Jakarta : EGC
Wijaya, S.
2010. Konsep Dasar Keperawatan Gawat Darurat. Denpasar : PSIK FK
Unud
Link Sumber :http://diaryforberti.blogspot.com/2014/12/makalah-keperawatan-gawat-darurat-triage.html#ixzz3Xv5CecGh