KIMIA ANALISIS KUANTITATIF
METODA TITRIMETRI ASAM –
BASA
KATA
PENGANTAR
Rasa
syukur kami panjatkan Kepada ALLAH atas ramat dan hidayah-Nya, kami dapat
menyelesaikan tugas makalah kimia analisis metode titrimetri dengan penekanan
pada prinsip titrasi asam basa.
Dan
tidak lupa pula kepada dosen pembimbing mata kuliah kimia analisis (Hasmalina,
M.S.i) atas pengarah dan bimbingannya, sehing kami dapat menyelesaikan tugas
ini. Serta tak lupa pula kami ucapkan terimakasih kepada rekan-rekan yang telah
banya memberikan kontribusi dalam mewujudkan tugas ini sehingga kami sebagi
penulis dapat mengerjakan tugas ini dengan sebaik mungkin.
Tugas
ini dibuat dan disusun sebagia bukti atas pembelajaran yang kami ikuti, dan
semoga tugas ini dapat memberikan kontribusi yang berarti dalam pembelajaran
danpenilain, amin.
Tugas
yang kami buat dan susun ini tentu jauh dari kesempurnaan, untuk itu kami mohon
kerjasamanya untuk kesempurnaan tugas-tugas kami berikutnya.
Tasikmalaya, Maret 2015
Penyusun
DAFTAR
ISI
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
1.2. Penggolongan Analisis Titrimetri
1.2.1. Berdasarkan Reaksi Kimia
1.2.2. Berdasarkan Cara Titrasi
1.2.3. Berdasarkan Jumlah Sampel
1.3. Larutan Standar
1.3.1. Larutan Standar Primer
1.3.2. Larutan Standar Sekunder
1.3.3. Larutan Standar Tersier
BAB II
Titrasi
Asam - Basa
2.1. Prinsip Dasar Titrasi
2.2. Asidi - Alkalimetri
2.3. Cara Mengetahui Titik Eqivalen
2.4. Indikator Asam - Basa
2.5. Rumus Umum Titrasi
2.6. Berat Eqivalen
2.7. Titrasi Balik
BAB III
Aplikasi
Titrasi Asam - Basa
3.1. Titrasi Asam – Basa : Basa Lemah vs Asam Kuat
3.2. Titrasi Asam – Basa : Asam Lemah vs Basa Kuat
3.3. Titrasi Asam – Basa : Asam Kuat vs Basa Kuat
3.4. Mencari Trayek pH Indikator untuk Titrasi Asam –
Basa
BAB IV
PENUTUP
4.1 Simpulan
4.2. Saran
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Analisa
titrimetri atau analisa volumetric adalah analisis kuantitatif dengan
mereaksikan suatu zat yang dianalisis dengan larutan baku (standar) yang telah
diketahui konsentrasinya secara teliti, dan reaksi antara zat yang dianalisis
dan larutan standar tersebut berlangsung secara kuantitatif.
Larutan baku (standar) adalah larutan yang telah
diketahui konsentrasinya secara teliti, dan konsentrasinya biasa dinyatakan
dalam satuan N (normalitas) atau M (molaritas).
Indikator adalah zat yang ditambahkan untuk
menunjukkan titik akhir titrasi telah di capai. Umumnya indicator yang
digunakan adalah indicator azo dengan warna yang spesifik pada berbagai
perubahan pH.
Titik
Ekuivalen adalah titik dimana terjadi kesetaraan reaksi secara stokiometri
antara zat yang dianalisis dan larutan standar.
Titik akhir titrasi adalah titik dimana terjadi
perubahan warna pada indicator yang menunjukkan titik ekuivalen reaksi antara
zat yyang dianalisis dan larutan standar.
Pada umumnya, titik ekuivalen lebih dahulu dicapai
lalu diteruskan dengan titik akhir titrasi. Ketelitian dalam penentuan titik
akhir titrasi sangat mempengaruhi hasil analisis pada suatu senyawa.
Syarat-syarat
yang harus dipenuhi untuk dapat dilakukan analisis
volumetric
adalah sebagai berikut :
1.
Reaksinya harus berlangsung sangat cepat.
2.
Reaksinya harus sederhana serta dapat dinyatakan dengan persamaan reaksi yang
kuantitatif/stokiometrik.
3
Harus ada perubahan yang terlihat pada saat titik ekuivalen
tercapai,
baik secara kimia maupun secara fisika.
4.
Harus ada indicator jika reaksi tidak menunjukkan perubahan kimia
atau
fisika. Indikator potensiometrik dapat pula digunakan.
Alat-alat
yang digunakan pada analisa titrimetri ini adalah sebagai
berikut :
1.
Alat pengukur volume kuantitatif seperti buret, labu tentukur, dan
pipet
volume yang telah di kalibrasi.
2.
Larutan standar yang telah diketahui konsentrasinya secara teliti
atau
baku primer dan sekunder dengan kemurnian tinggi.
3.
Indikator atau alat lain yang dapat menunjukkan titik akhir titrasi
telah
di capai.
Baku primer
adalah bahan dengan kemurnian tinggi yang digunakan untuk membakukan larutan
standar misalnya arsen trioksida pada pembakuan larutan iodium.
Baku
sekunder adalah bahan yang telah dibakukan sebelumnya oleh baku primer, dan
kemudian digunakan untuk membakukan larutan standar, misalnya larutan natrium
tiosulfat pada pembakuan larutan iodium.
1.2. Penggolongan Analisis Titrimetri
Analisi
kuantitatif titrimetri sangat banyak dipakai dalam analisa jumlah di
laboratorium analisis maupun laboratorium industri. Keberagaman analisa
titrimetri ini dapat di kelompokkan berdasarkan analit yang aakan di uji,
proses dari reaksi selama titrasi dan lainnya. Berikut kami sajikan
pengelompokan analisis titrimetri :
1.2.1. Berdasarkan reaksi
kimia
a. Reaksi asam-basa (reaksi
netralisasi)
b. Reaksi oksidasi-reduksi (redoks)
c. Reaksi Pengendapan (presipitasi)
d. Reaksi pembentukan kompleks
1.2.2.
Berdasarkan cara titrasi
a. Titrasi langsung
b.
Titrasi kembali (titrasi balik/residual tiitration)
1.2.3. Berdasarkan jumlah sampel
a. Titrasi makro
Jumlah
sampel : 100 mg – 100 mg
Volume titran : 10 – 20 mL
Ketelitian buret : 0,02 mL.
· b. Titrasi semi mikro
Volume titran : 10 – 20 mL
Ketelitian buret : 0,02 mL.
· b. Titrasi semi mikro
Jumlah sampe :
10 mg – 100 mg
Volum titran : 1 mL – 10 mL
Ketelitian bure t : 0,001 mL
· c. Titrasi mikro
Jumlah sampel : 1 mg – 10 mg
Volume titran : 0,1 mL – 1 mL
Ketelitian buret : 0,001 mL
Volum titran : 1 mL – 10 mL
Ketelitian bure t : 0,001 mL
· c. Titrasi mikro
Jumlah sampel : 1 mg – 10 mg
Volume titran : 0,1 mL – 1 mL
Ketelitian buret : 0,001 mL
Analit
adalah zat yang akan ditentukan konsentrasi/kadarnya. Titran merupakan zat yang
digunakan untuk mentitras
1.3. Larutan Standar
Proses
analisis untuk menentukan jumlah yang tidak diketahui dari suatu zat, dengan
mengukur volume larutan pereaksi yang diperlukan untuk reaksi sempurna disebut analisis
volumetri. Analisis ini juga menyangkut pengukuran volume gas.
Proses mengukur volume larutan yang
terdapat dalam buret yang ditambahkan ke dalam larutan lain yang diketahui
volumenya sampai terjadi reaksi sempurna disebut titrasi. Larutan yang
diketahui konsentrasinya disebut larutan standard. Proses penentuan
konsentrasi larutan standard disebut “menstandardkan” atau “membakukan”.
Larutan standard adalah larutan yang diketahui konsentrasinya, yang akan
digunakan pada analisis volumetrik. Ada cara dalam menstandarkan larutan yaitu:
- Pembuatan langsung larutan dengan melarutkan suatu zat murni dengan berat tertentu, kemudian diencerkan sampai memperoleh volume tertentu secara tepat. Larutan ini disebut larutan standard primer, sedangkan zat yang digunakan disebut standard primer.
- Larutan yang konsentrasinya tidak dapat diketahui dengan cara menimbang zat kemudian melarutkannya untuk memperoleh volume tertentu, tetapi dapat distandardkan dengan larutan standard primer, disebut larutan standard sekunder.
1.3.1. Larutan Standra Primer
Larutan titran haruslah diketahui komposisi dan
konsentrasinya.
Idealnya kita harus memulai dengan larutan standar primer. Larutan standar
primer dibuat dengan melarutkan zat dengan kemurnian yang tinggi
(standar primer) yang diketahui dengan tepat beratnya dalam suatu larutan
yang diketahui dengan tepat volumnya. Apabila titran tidak cukup murni,
maka perlu distandardisasi dengan standar primer.
Idealnya kita harus memulai dengan larutan standar primer. Larutan standar
primer dibuat dengan melarutkan zat dengan kemurnian yang tinggi
(standar primer) yang diketahui dengan tepat beratnya dalam suatu larutan
yang diketahui dengan tepat volumnya. Apabila titran tidak cukup murni,
maka perlu distandardisasi dengan standar primer.
Persyaratan
standar primer
1.
Kemurnian tinggi
2.
Stabil terhadap udara
3. Bukan kelompok hidrat
4. Tersedia dengan mudah
4. Tersedia dengan mudah
5. Cukup mudah larut
6. Berat molekul cukup besar
6. Berat molekul cukup besar
Contoh
larutan standar primer :
- Arsen trioksida (As2O3) dipakai untuk membuat larutan natrium arsenit NaASO2 yang dipakai untuk menstandarisasi larutan natrium periodat NaIO4, larutan iodine I2, dan cerium (IV) sulfat Ce(SO4)2.
- Asam bensoat dipakai untuk menstandarisasi larutan natrium etanolat, isopropanol atau DMF.
- Kalium bromat KBrO3 untuk menstandarisasi larutan natrium tiosulfat Na2S2O3.
- Kalium hydrogen phtalat (KHP) dipakai untuk menstandarisasi larutan asam perklorat dan asam asetat.
- Natrium Karbonat dipakai untuk standarisasi larutan H2SO4, HCl dan HNO3.
- Natrium klorida (NaCl) untuk menstandarisasi larutan AgNO3
- Asam sulfanilik (4-aminobenzene sulfonic acid) dipakai untuk standarisasi larutan natrium nitrit.
1.3.2. Larutan Standar Sekunder
Larutan
standar sekunder adalah larutan yang konsentrasinya diperoleh dengan cara
mentitrasi dengan larutan standar primer. NaOH tidak dapat
dipakai untuk standar primer disebabkan NaOH bersifat higroskopis oleh sebab
itu maka NaOH harus dititrasi dahulu dengan KHP agar dapat dipakai sebagai
standar primer. Begitu juga dengan H2SO4 dan HCl tidak
bisa dipakai sebagai standar primer, supaya menjadi standar sekunder maka
larutan ini dapat dititrasi dengan larutan standar primer NaCO3.
1.3.3. Larutan Standar Tersier
Larutan
standar tersier adalah larutan yang konseentrasinya diperoleh dengan cara
menitrasi dengan larutan standar sekunder yang terlebih dahulu telah
distandarisasi dengan larutan standar primer.
BAB
II
TITRASI
ASAM - BASA
Titrasi
asam basa atau yang lebih dikenal dengan analisis volumetri metoda asidi –
alkalimetri, merupakan metoda titrimetri dengan larutan yang bersifat asam
ataupun basa.
2.1. Prinsip Dasar Titrasi
Reaksi
penetralan dalam analisis titrimetri lebih dikenal sebagai reaksi asam basa.
Reaksi ini menghasilkan larutan yang pH-nya lebih netral. Secara umum metode
titrimetri didasarkan pada reaksi kimia sebagai berikut :
aA + tT à produk
dimana a molekul analit A bereaksi dengan
t molekul pereaksi T. untuk menghasilkan produk yang sifat pH-nya netral. Dalam
reaksi tersebut salah satu larutan (larutan standar) konsentrasi dan pH-nya
telah diketahui. Saat equivalen mol titran sama dengan mol analitnya begitu
pula mol equivalennya juga berlaku sama.
n
titran = n analit
n
eq titran = n eq analit
Dengan demikian secara stoikiometri
dapat ditentukan konsentrasi larutan ke dua. (anonim, 2009).
Dalam
analisis titrimetri, sebuah reaksi harus memenuhi beberapa persyaratan sebelum reaksi
tersebut dapat dipergunakan, diantaranya:
1.
reaksi itu sebaiknya diproses sesuai persamaan kimiawi tertentu dan tidak
adanya reaksi sampingan
2.
reaksi itu sebaiknya diproses sampai benar-benar selesai pada titik ekivalensi.
Dengan kata lain konstanta kesetimbangan dari reaksi tersebut haruslah amat
besar besar. Maka dari itu dapat terjadi perubahan yang besar dalam konsentrasi
analit (atau titran) pada titik ekivalensi.
3.
diharapkan tersedia beberapa metode untuk menentukan kapan titik ekivalen
tercapai. Dan diharapkan pula beberapa indikator atau metode instrumental agar
analis dapat menghentikan penambahan titran
4.
diharapkan reaksi tersebut berjalan cepat, sehingga titrasi dapat dilakukan
hanya beberapa menit. (anonim, 2009).
Titrasi
merupakan suatu metode untuk menentukan kadar suatu zat dengan menggunakan zat
lain yang sudah diketahui konsentrasinya. Titrasi biasanya dibedakan
berdasarkan jenis reaksi yang terlibat di dalam proses titrasi, sebagai contoh
bila melibatan reaksi asam basa maka disebut sebagai titrasi asam basa, titrasi
redoks untuk titrasi yang melibatkan reaksi reduksi oksidasi, titrasi
kompleksometri untuk titrasi yang melibatkan pembentukan reaksi kompleks dan
lain sebagainya (Day, dkk, 1986).
Larutan
yang telah diketahui konsentrasinya disebut dengan titran. Titran ditambahkan
sedikit demi sedikit (dari dalam buret) pada titrat (larutan yang dititrasi)
sampai terjadi perubahan warna indikator baik titrat maupun titran biasanya
berupa larutan. Saat terjadi perubahan warna indikator, maka titrasi
dihentikan. Saat terjadi perubahan warna indikator dan titrasi diakhiri disebut
dengan titik akhir titrasi dan diharapkan titik akhir titrasi sama dengan titik
ekivalen. Semakin jauh titik akhir titrasi dengan titik ekivalen maka semakin
besar kesalahan titrasi dan oleh karena itu, pemilihan indikator menjadi sangat
penting agar warna indikator berubah saat titik ekivalen tercapai. Pada saat
tercapai titik ekivalen maka pH-nya 7 (netral).
Proses
penambahan larutan standar sampai reaksi tepat lengkap, disebut titrasi. Titik
dimana reaksi itu tepat lengkap, disebut titik ekivalen (setara) atau titik
akhir teoritis. Pada saat titik ekivalen ini maka proses titrasi dihentikan,
kemudian kita mencatat volume titer yang diperlukan untuk mencapai keadaan
tersebut. Dengan menggunakan data volume titran, volume dan konsentrasi titer
maka kita bisa menghitung kadar titran. Lengkapnya titrasi, harus terdeteksi
oleh suatu perubahan, yang tak dapat disalah lihat oleh mata, yang dihasilkan
oleh larutan standar (biasanya ditambahkan dari dalam sebuah buret) itu
sendiri, atau lebih lazim lagi, oleh penambahan suatu reagensia pembantu yang
dikenal sebagai indikator (Anonim, 2009).
2.2. Asidi – Alkalimetri
Asidimetri
dan alkalimetri termasuk reaksi netralisasi yakni reaksi antara ion hidrogen
yang berasal dari asam dengan ion hidroksida yang berasal dari basa untuk
menghasilkan air yang bersifat netral. Netralisasi dapat juga dikatakan sebagai
reaksi antara donor proton (asam) dengan penerima proton (basa).
H+
+ OH- à
H2O
Asidimetri
merupakan penetapan kadar secara kuantitatif terhadap senyawa-senyawa yang
bersifat basa dengan menggunakan baku asam, sebaliknya alkalimetri adalah
penetapan kadar senyawa-senyawa yang bersifat asam dengan menggunakan baku
basa.
Untuk
menetapkan titik akhir pada proses netralisasi ini digunakan indikator. Menurut
W. Ostwald, indikator adalah suatu senyawa organik kompleks dalam bentuk asam
atau dalam bentuk basa yang mampu berada dalam keadaan dua macam bentuk warna
yang berbeda dan dapat saling berubah warna dari bentuk satu ke bentuk yang
lain ada konsentrasi H+ tertentu atau pada pH tertentu.
Jalannya
proses titrasi netralisasi dapat diikuti dengan melihat perubahan pH larutan
selama titrasi, yang terpenting adalah perubahan pH pada saat dan di sekitar
titik ekuivalen karena hal ini berhubungan erat dengan pemilihan indikator agar
kesalahan titrasi sekecil-kecilnya.
Larutan
asam bila direaksikan dengan larutan basa akan menghasilkan garam dan air.
Sifat asam dan sifat basa akan hilang dengan terbentuknya zat baru yang disebut
garam yang memiliki sifat berbeda dengan sifat zat asalnya. Karena hasil
reaksinya adalah air yang memiliki sifat netral yang artinya jumlah ion H+
sama dengan jumlah ion OH- maka reaksi itu disebut dengan reaksi
netralisasi atau penetralan. Pada reaksi penetralan, jumlah asam harus ekivalen
dengan jumlah basa. Untuk itu perlu ditentukan titik ekivalen reaksi. Titik
ekivalen adalah keadaan dimana jumlah mol asam tepat habis bereaksi dengan jumlah
mol basa. Untuk menentukan titik ekivalen pada reaksi asam-basa dapat digunakan
indikator asam-basa. Ketepatan pemilihan indikator merupakan syarat
keberhasilan dalam menentukan titik ekivalen. Pemilihan indikator didasarkan
atas pH larutan hasil reaksi atau garam yang terjadi pada saat titik ekivalen.
Salah
satu kegunaan reaksi netralisasi adalah untuk menentukan konsentrasi asam atau
basa yang tidak diketahui. Penentuan konsentrasi ini dilakukan dengan titrasi
asam-basa. Titrasi adalah cara penentuan konsentrasi suatu larutan dengan
volume tertentu dengan menggunakan larutan yang sudah diketahui konsentrasinya.
Bila titrasi menyangkut titrasi asam-basa maka disebut dengan titrasi
adisi-alkalimetri.
Asidi
dan alkalimetri ini melibatkan titrasi basa yang terbentuk karena hidrolisis
garam yang berasal dari asam lemah (basa bebas) dengan suatu asam standar
(asidimetri), dan titrasi asam yang terbentuk dari hidrolisis garam yang
berasal dari basa lemah (asam bebas) dengan suatu basa standar (alkalimetri).
Bersenyawanya ion hidrogen dan ion hidroksida untuk membentuk air merupakan
akibat reaksi-reaksi tersebut.
Titrasi
asam basa melibatkan asam maupun basa sebagai titer ataupun titran. Titrasi
asam basa berdasarkan reaksi penetralan. Kadar larutan asam ditentukan dengan
menggunakan larutan basa dan sebaliknya. reaksi). Keadaan ini disebut sebagai
“titik ekivalen”.
Pada
saat titik ekivalen ini maka proses titrasi dihentikan, kemudian kita mencatat
volume titer yang diperlukan untuk mencapai keadaan tersebut. Dengan
menggunakan data volume titran, volume dan konsentrasi titer maka kita bisa
menghitung kadar titran.
2.3. Cara Mengetahui Titik Ekivalen
Ada dua cara umum untuk menentukan titik
ekivalen pada titrasi asam basa, yaitu:
1.
Memakai pH meter untuk memonitor perubahan pH selama titrasi dilakukan,
kemudian membuat plot antara pH dengan volume titran untuk memperoleh kurva
titrasi. Titik tengah dari kurva titrasi tersebut adalah titik ekuivalen.
2.
Memakai indikator asam basa. Indikator ditambahkan pada titran sebelum proses
titrasi dilakukan. Indikator ini akan berubah warna ketika titik ekuivalen
teradi, pada saat inilah titrasi kita hentikan.
2.4. Indikator asam basa
Untuk
memperoleh ketepatan hasil titrasi maka titik akhir titrasi dipilih sedekat
mungkin dengan titik ekivalen, hal ini dapat dilakukan dengan memilih indiator
yang tepat dan sesuai dengan titrasi yang akan dilakukan.
Keadaan
dimana titrasi dihentikan dengan cara melihat perubahan warna indiator disebut
sebagai titik akhir titrasi (Anonim, 2009). Titik akhir titrasi adalah keadaan
dimana reaksi telah berjalan dengan sempurna yang biasanya ditandai dengan
pengamatan visual melalui perubahan warna indikator. Indikator yang digunakan
pada titrasi asam basa adalah asam lemah atau basa lemah. Asam lemah dan basa
lemah ini umumnya senyawa organik yang memiliki ikatan rangkap terkonjugasi
yang mengkontribusi perubahan warna pada indikator tersebut. Jumlah indikator
yang ditambahkan kedalam larutan yang akan dititrasi harus sesedikit mungkin,
sehingga indikator tidak mempengaruhi pH larutan dengan demikian jumlah titran
yang diperlukan untuk terjadi perubahan warna juga seminimal mungkin. Umumnya
dua atau tiga tetes larutan indikator 0,1% ( b/v ) diperlukan untuk keperluan
titrasi. Dua tetes ( 0,1 ml ) indikator ( 0,1% dengan berat formula 100 )
adalah sama dengan 0,01 ml larutan titran dengan konsentrasi 0,1 M.
Indikator
asam basa akan memiliki warna yang berbeda dalam keadaan tak terionisasi dengan
keadaan terionisasi. Sebagai contoh untuk indikator phenolphthalein ( pp )
seperti di atas dalam keadaan tidak terionisasi ( dalam larutan asam ) tidak
akan berwarna ( colorless ) dan akan berwarna merah keunguan dalam keadaan
terionisasi ( dalam larutan basa ).
Warna
yang akan teramati pada penentuan titik akhir titrasi adalah warna indikator
dalam keadaan transisinya. Untuk indikator phenolphthalein karena indikator ini
bertransisi dari tidak berwarna menjadi merah keungguan maka yang teramati
untuk titik akhir titrasi adalah warna merah muda. Contoh lain adalah metil
merah. Oleh karena metil merah bertransisi dari merah ke kuning, maka bila
indikator metil merah dipakai dalam titrasi maka pada titik akhir titrasi warna
yang teramati adalah campuran merah dengan kuning yaitu menghasilkan warna orange
(Anonim, 2009).
Contoh
indikator asam-basa
Nama Indikator Warna asam Warna basa Trayek pH
Alizarin kuning kuning ungu 10,1 -12,0
Fenolftalein tak berwarna merah 8,0 -9,6
Timolftalein tak berwarna biru 9,3 – 10,6
Timolftalein tak berwarna biru 9,3 – 10,6
Fenol merah kuning merah 6,8 -8,4
Bromtimol blue kuning biru 6,0-7,6
Metil merah merah kuning 4,2 -6,2
Metil jingga merah kuning 3,1 -4,4
Para nitrofenol tak berwarna kuning 5,0 -7,0
Timol blue kuning biru 8,0 -9,6
Tropeolin OO merah kuning 1,3 -3,0
2.5. Rumus Umum Titrasi
Pada
saat titik ekuivalen maka mol-ekuivalent asam akan sama dengan mol-ekuivalent
basa, maka hal ini dapat kita tulis sebagai berikut:
mol-ekuivalen
asam = mol-ekuivalen basa
Mol-ekuivalen
diperoleh dari hasil perkalian antara Normalitas dengan volume maka rumus
diatas dapat kita tulis sebagai:
NxV
asam = NxV basa
Normalitas
diperoleh dari hasil perkalian antara molaritas (M) dengan jumlah ion H+ pada
asam atau jumlah ion OH- pada basa, sehingga rumus diatas menjadi:
nxMxV
asam = nxVxM basa
keterangan
:
N
= Normalitas
V
= Volume
M
= Molaritas
H+ (pada asam) atau OH –
(pada basa)
2.6. Berat Eqivalent
BE
dalam titrasi asam – basa adalah banyaknya mol suatu zat yang setara dengan ion
OH- atau ion H+.
Contoh :
HCl
à
H+ + Cl-
1mol HCl setara dengan 1mol H+
BE HCl = 1 mol
H2SO4
à
2H+ + SO42-
1mol H2SO4 setara
dengan 2 mol H+
½ mol H2SO4 setara dengan
1 mol H+
BE H2SO4 = ½ mol
2.7. Titrasi balik (back-titration)
Terkadang
suatu reaksi berlangsung lambat dan tidak dapat diperoleh
titik akhir yang tegas. Untuk itu metoda titrasi balik dapat digunakan untuk
mengatasinya. Caranya dengan menambahkan titran secara berlebih,
setelah reaksi dengan analit berjalan sempurna, kelebihan titran ditentukan
dengan menitrasi dengan larutan standar lainnya. Dengan mengetahui
mmol titran dan menghitung mmol yang tak bereaksi, akan diperoleh mmol
titran yang bereaksi dengan analit.
titik akhir yang tegas. Untuk itu metoda titrasi balik dapat digunakan untuk
mengatasinya. Caranya dengan menambahkan titran secara berlebih,
setelah reaksi dengan analit berjalan sempurna, kelebihan titran ditentukan
dengan menitrasi dengan larutan standar lainnya. Dengan mengetahui
mmol titran dan menghitung mmol yang tak bereaksi, akan diperoleh mmol
titran yang bereaksi dengan analit.
T (mmol
titran yang bereaksi) = mmol titran berlebih - mmol titrasi balik
mg analit =
T x faktor (mmol analit/mmol titran yang bereaksi) x BM analit
BAB
III
APLIKASI
TITRASI ASAM – BASA
3.1. Titrasi Asam Basa: Basa Lemah Vs
Asam Kuat
Titrasi
basa lemah dan asam kuat adalah analog dengan titrasi asam lemah dengan basa
kuat, akan tetapi kurva yang terbentuk adalah cerminan dari kurva titrasi asam
lemah vs basa kuat. Sebagai contoh disini adalah titrasi 0,1 M NH4OH
25 mL dengan 0,1 HCl 25 mL dimana reaksinya dapat ditulis sebagai:
NH4OH + HCl à NH4Cl + H2O
Kurva titrasinya dapat ditulis sebagai berikut:
Kurva 1: Kurva titrasi 0,1 M NH4OH
dengan 0,1 M HCl
Pada
awal titrasi dalam Erlenmeyer hanya terdapat NH4OH, karena NH4OH adalah basa
lemah maka tidak semua akan terionisasi untuk mencari pH nya maka kita gunakan
rumus:
[OH-]
= (10exp-5 x 0,1 )exp1/2 [OH-]
= 10-3 M pH
= 11
Setelah
titrasi berlangsung maka akan terbentuk sistem buffer disebabkan dalam larutan
sekarang terdapat NH4OH dan NH4Cl. Pada saat ini kurva
titrasi berada pada daerah yang landai dan pH larutan ditentukan oleh pebandingan
[NH4Cl]/[NH4OH].
Pada
titik tengah titrasi yaitu setengah jumlah mol baik HCl dan NH4OH
bereaksi maka [NH4Cl] akan sama dengan [NH4OH] akibatnya
pH akan sama dengan pKb (ingat persamaan Henderson-Hasselbalch. Kb NH4OH adalah
10-5.
pH
= pKb = 5
Pada
saat titik ekuivalen dicapai maka dalam larutan sekarang hanya terdapat NH4Cl
adalah garam dari asam kuat dan basa lemah sehingga dalam larutan akan
terhidrolisis parsial dengan reaksi sebagai berikut:
NH4Cl
à
NH4+ + Cl-
NH4+ + H2O à NH4OH + H+
Dalam
larutan sekarang akan bersifat asam disebabkan terdapat H+ dari
hidrolisis parsial NH4Cl. pH larutan dapat dihitung dengan
persamaan:
[H+]
= { (10exp-14/10exp-5) }exp1/2 . 0,05 [H+]
= 7.07.10-6 M pH = 5,15
karena
pH pada titik ekuivalen titrasi NH4OH dengan HCl jatuh pada kisaran pH 5,15
maka indicator yang memenuhi trayek pH ini adalah metil merah yang memiliki
trayek pH 4,4 sampai dengan 6,2 atau juga bisa digunakan metil orange (MO) yang
trayek pHnya 3,1 – 4,4.
3.2. Titrasi Asam Basa: Asam Lemah VS
Basa Kuat
Asam
lemah yang dicontohkan disini adalah asam asetat CH3COOH (biasanya kita singkat
menjadi HOAc) dan dititrasi dengan basa kuat NaOH. Reaksi yang terjadi dapat
ditulis sebagai berikut:
HOAc + NaOH
à
NaOAC + H2O
Dan
kurva titrasi antara 0,1 M HOAc 50 mL dengan 0,1 M NaOH 50 mL dapat digambarkan
sebagai berikut:
Pada
saat sebelum titrasi dalam Erlenmeyer hanya terdapat asam asetat. HOAc adalah
asam lemah sehingga dalam laruta tidak terdisosiasi sempurna, dan untuk mencari
konsentrasi H+ nya kita menggunaka rumus pH asam lemah. 0,1 M HOAc
dengan volume 50 mL memiliki pH sekitar 3.
H
dihitung dengan rumus:
Setelah
titrasi dijalankan dengan penambahan sedikit demi sedikit NaOH maa dalam
larutan akan terbentuk NaOAc sebagai hasil reaksi antara NaOH dan HOAc. Dalam
larutan sekarang terdapat HOAc yang belum bereaksi serta NaOAc sehingga
terbentuk sistem buffer. pH larutan pun sedikit demi sedikit beranjak naik
sebagai fungsi perubahan perbandingan [OAc-]/[HOAc].
Penambahan
10 mL NaOH 0,1 M pada analit HOAc akan merubah pH larutan menjadi 4,3 (hitung
pH dengan persamaan Henderson-Hasselbalch).
pH
= 5 + log 0,0167/0,067
pH
= 4,3
Pada titik tengah titrasi dimana setengah dari jumlah total mol baik NaOH dan HOAc telah bereaksi maka konsentrasi OAc- akan sama dengan konsentrasi HOAc ( [OAC-] = [HOAc] ) sehingga pH nya akan sama dengan pKa yaitu 5.
pH
= 5 + log 0,033/0,33
pH
= 5
Pada
titik ekuivalen, HOAc habis bereaksi dan sekarang kita mempunyai larutan NaOAc.
NaOAc adalah garam yang dibangun dari basa kuat dan asam lemah, sehingga dalam
air akan terhidrolisis sebagian dengan reaksi sebagai berikut:
NaOAc à
Na+ + OAc-
OAc- + H2O à
HOAc + OH-
Adanya
OH- sebagai akibat hidrolisis parsial NaOAc akan menyebabkan pH
larutan menjadi bersifat basa, sehingga pH pada titik ekuivalen
titrasi
asam lemah dan basa kuat adalah basa, dan pHnya ditentukan oleh konsentrasi
NaOAc.
[OH-]
= { (10exp-14/10exp-50 }exp1/2 . 0,05
[OH-]
= 7.07.10-6 M
pOH
= -log 7.07.10-6 M = 5,15
pH
= 14 – 5,15 = 8,85
Jadi
pH larutan pada saat titik ekuivalen adalah 8,85. pH ini adalah berada pada
trayek pH indicator pp oleh sebab itu titrasi asam asetat dengan NaOH dipakai
indicator pp. Jika indicator MO dipakai maka warnanya akan berubah begitu
titrasi dimulai dan secara gradual berubah menjadi warna pada kondisi basa pada
sekitar pH diatas 6 sebelum titik akhir titrasi di capai. Oleh sebab itulah
maka indicator titrasi asam lemah yang diapaki adalah indicator yang memiliki
transisi perubahan warna pada kisaran pH 7 sampai 10 dan indicator pp memenuhi
kriteria ini.
Dengan
penambahan NaOH maka OH- dari hasil hidrolisis NaOAc dapat diabaikan
sebab OH- dari NaOH yang akan mendominasi. Oleh sebab itu adanya
penambahan NaOH maka pHnya ditentukan oleh konsentrasi OH- dari NaOH
dengan demikian pHnya semakin naik ke pH basa.
3.3. Titrasi Asam Basa: Asam Kuat VS
Basa Kuat
Titrasi
asam basa melibatkan reaksi neutralisasi dimana asam akan bereaksi dengan basa
dalam jumlah yang ekuivalen. Titran yang dipakai dalam titrasi asam basa selalu
asam kuat atau basa kuat. Titik akhir titrasi mudah diketahui dengan membuat
kurva titrasi yaitu plot antara pH larutan sebagai fungsi dari volume titran
yang ditambahkan.
Sebagai
contoh titrasi asam kuat dan basa kuat adalah titrasi HCl dengan NaOH. Reaksi
yang terjadi adalah sebagai berikut:
HCl +
NaOH à NaCl
+ H2O
H+ +
OH- à H2O
Reaksi
umum yang terjadi pada titrasi asam basa dapat ditulis sesuai dengan reaksi
kedua diatas. Ion H+ bereaksi dengan OH- membentuk H2O
sehingga hasil akhir titrasi pada titik ekuivalen pH larutan adalah netral.
Kurva titrasi antara 50 mL HCl 0,1 M dengan 50 mL NaOH 0,1 M dapat ditunjukkan
dengan gambar berikut ini:
Pada
awal sebelum titrasi berlangsung maka dalam Erlenmeyer hanya terdapat 0,1 M HCl
shingga pH larutan adalah 1. Selanjutnya setelah proses titrasi berlangsung
maka pH meningkat sedikit demi sedikit dikarenakan jumlah H+ yang
semakin berkurang. Sebagai perbandingan saja jika 90% HCl telah bereaksi dengan
NaOH maka konsentrasi H+ dalam larutan berkisar 5,3.10-3 M dan pHnya
adalah 2,3, dan secara gradual pHnya akan meningkat sampai pada saat titik
ekuivalen diperoleh. Pada titik ekuivalen maka pH larutan adalah sama dengan 7,
dalam larutan hanya terdapat NaCl dan H2O.
Penambahan
NaOH selanjutnya akan membuat pH semakin meningkat dari konsentrasi 10-7
M untuk OH- hingga bisa mencapai 10-3 M hanya dengan penambahan 5 mL NaOH saja.
Pada
kurva titrasi diatas ditunjukkan 2 penggunaan indicator yaitu metil orange (MO)
dan fenolthalein (PP). Untuk titrasi HCl dan NaOH diatas maka digunakan
indicator pp disebabkan trayek pH indicator pp adalah 8,3 – 10 dimana trayek pH
ini adalah dekat dengan pH titik ekuivalen titrasi HCl-NaOH yaitu pada pH 7.
Pemilihan indicator yang baik adalah setidak-tidaknya antara -1 pH titik
ekuivalen sampai dengan +1 pH titik ekuivalen. Indikator lain yang bisa dipakai
adalah Bromothymol blue.
Jika
kita pergunakan indicator MO maka titik akhir titrasi akan terjadi terlebih
dahulu sebelum titik ekuivalen tercapai. Hal ini tentu saja akan membuat
perhitungan analisa kita jauh dari akurat.
Bila
yang dipergunakan sebagai titer adalah HCl maka kurva titrasinya adalah
kebalikan dari kurva titrasi HCl - NaOH diatas.
3.4. Mencari Trayek pH Indikator untuk
Titrasi Asam Basa
Indikator
untuk titrasi asam basa memegang peranan yang amat penting disebabkan indicator
ini akan menunjukkan kita dimana titik akhir titrasi berlangsung. Pemilihan
indicator yang tepat akan sangat membantu dalam keberhasilan titrasi yang akan
kita lakukan. Jangan sampai kita salah memilih indicator yang menyebabkan
terjadinya kesalahan dalam penentuan titik akhir titrasi.
Untuk
memilih indicator yang akan dipakai pada titrasi asam basa maka terlebih dahulu
kita harus memperhatikan trayek pH indicator tersebut. Misalkan kita memiliki
indicator asam lemah HIn dimana bentuk takterionisasinya berwarna merah
sedangkan bentuk terionisasinya berwarna kuning.
HIn ó H+ + In-
Merah Kuning
Perubahan
warna HIn terjadi pada kisaran pH tertentu. Perubahan ini tampak bergantung
pada kejelihan penglihatan orang yang melakukan titrasi. Untuk warna indicator
yang terjadi akibat terbentuknya dari transisi kedua warna (misal HIn berubah
dari warna merah ke kuning maka kemungkinan warna transisinya adalah oranye),
maka umumnya hanya satu warna yang akan teramati jika perbandingan kedua
konsentrasi adalah 10 : 1 jadi hanya warna dengan konsentrasi yang paling
tinggi yang akan terlihat.
Sebagai
contoh jika hanya warna kuning yang terlihat maka konsentrasi [In-]/[HIn]
= 10/1 dan jika kita masukkan ke persamaan Henderson-Hasselbalch diperoleh
pH
= pKa + log 10/1 = pKa + 1
dan jika hanya warna merah yang terlihat
maka konsentrasi [In]/HIn] = 1/10 sehingga:
pH
= pKa + log 1/10 = pKa – 1
Jadi
pH indicator akan berubah dari kisaran warna yang satu dengan yang lain adalah
berkisar antara pKa-1 sampai dengan pKa + 1, dan pada titik tengah daerah
transisi perubahan warna indicator konsentrasi [In-] akan sama
dengan [HIn] oleh sebab itu pH = pKa.
Dengan
demikian kita dapat memilih suatu indicator dengan cara mimilih indicator yang
nilai pKa-nya adalah mendekati nilai pH pada titik ekuivalen atau untuk pH
indicator dari basa lemah nilai pKb-nya yang mendekati nilai pH ekuivalen.
Contoh indicator pp yang dipakai untuk titrasi asam kuat dan basa kuat atau
asam lemah dan basa kuat, indikato metil merah yang dipakai untuk titrasi basa
lemah dan asam kuat.
Beberapa
contoh indicator dan perubahan warnanya adalah sebagai berikut: (sumber:
wikipedia.org).
BAB
IV
PENUTUP
4.1. Simpulan
Analisis
kuantitatif dengan menggunakan metoda volumetri asam – basa sangan banyak
digunakan sebagai metoda dalam penelitian dan dunia industri untuk analisis
suatu analit yang memiliki sifat asam atu basa.
Titrasi
asam basa atau yang lebih dikenal dengan nama asidi - alkalimetri merupakan analisis
konvensional, dimana mengunakan larutan yang bersifaat asam maupun basa. Dasar
dari analisis ini adalah reaksi yang terjadi dari senyawa yang bersif asam
dengan senyawa lain yang bersifat baasa.
HA
+ OH- à
A- + H2O
(
analit asam, titran basa )
BOH
+ H3O+ à
B+ + 2H2O
(
analit basa, titran asam )
Dalam analisis titrimetri asam – basa
untuk menunjukkan ketuntasan suatu reaksi maka dapat digunakan pH meter dan
larutan indikator yang harus di sesuaikan dengan titik ekivalen yang akan
dicapai dari reaksi yang terjadi nantinya.
4.2. Saran
Metoda
titrasi asam basa sangan dipengaruhi ole perubahan pH titrasi. Untuk
menunjukkan perubahan pH harus lah digunakan indikator yang sensitif terhadap
perubah nilai pH selam titrasi berlangsung. Perubahn ini bisa berupa perubahn
warna larutan yang dititrasi, perubahan warna ini harus spesifik.
Harus
lebih diperhatikan adalahpenggunaan indikator yang tepat dari analit yang di
uji karena setiap indikator mempuntai trayek perubahan pH yang berbeda.
Dalam analisis volumetri secara keseluruhan kita mengenal isilah larutan standar, yaitu larutan yang telah diketahui konsentrasinya secara tepat. Ketepatan konsentrasi dari larutan standar sngan mempengaruhi perhitungan dari konsentrasi analit yang diuji nantinya.
DAFTAR
PUSTAKA
Harjadi W.
1986. Ilmu Kimia Analitik Dasar, Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama
Khopkar SM.
1990. Konsep dasar Kimia Analitik. Jakarta : UI Press.
Valcarcel M. 2000. Principles of Analytical
Chemistry. New York : Springer.
Pierce WC, Sawyer DT, Haenisch EL. 1967. Quantitative
Analysis. New York : John Wiley and
Sons, Inc.
Watson D
G.2009. Analisis Farmasi. Jakarta: EGC