MAKALAH ISSUE-ISSUE KEBIDANAN KOMUNITAS PADA BAYI DI
KOMUNITAS
PRAKATA
Assalamu’alaikum
Wr. Wb
Alhamdulillahirabbil‘alamin,
puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang atas rahmat-Nya maka
penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul Issue-issue pada
Bayi di Komunitas dan Penanganannya.
Penulisan
makalah merupakan salah satu tugas mata kuliah Asuhan
Kebidanan Komunitas.
Dalam penulisan makalah ini penulis
menyampaikan ucapan terima kasih kepada pihak-pihak yang membantu dalam
menyelesaikan makalah ini, khususnya kepada :
- Bapak Mokhamad Arifin, SKp., Mkep, Ketua STIKES Muhammadiyah Pekajangan beserta Wakil Ketua yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menyelesaikan makalah ini.
- Ibu Pujiati Setyaningsih, S.SiT, M.Kes selaku dosen pengampu mata kuliah Asuhan Kebidanan Komunitas telah bersedia meluangkan waktu, tenaga dan pikiran dalam pelaksanaan bimbingan, pengarahan, dorongan dalam rangka penyelesaian penyusunan makalah ini.
Dalam
penulisan makalah ini penulis merasa masih banyak kekurangan baik pada teknis
penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan yang dimiliki penulis. Untuk
itu kritik dan saran dari semua pihak sangat penulis harapkan demi
penyempurnaan pembuatan makalah ini.
Wassalamu’alaikum
Wr. Wb
Tasikmalaya, April 2015
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pelayanan kebidanan merupakan bagian
integral dari pelayanan kesehatan yang bertujuan untuk mewujudkan kesehatan
keluarga yang berkualitas. Pelayanan kebidanan adalah pelayanan yang diberikan
oleh bidan sesuai dengan kewenangannya untuk meningkatkan kesehatan ibu dan
anak di keluarga maupun di masyarakat. Dalam rangka pemberian pelayanan
kebidanan pada ibu dan anak di komunitas diperlukan bidan komunitas yaitu bidan
yang bekerja melayani ibu dan anak di suatu wilayah tertentu.
Komunitas
berasal dari bahasa Latin yaitu “Communitas” yang berarti kesamaan, dan juga
“communis” yang berarti sama, publik ataupun banyak. Dapat diterjemahkan
sebagai kelompok orang yang berada di suatu lokasi/ daerah/ area tertentu
(Meilani, Niken dkk, 2009 : 1). Menurut Saunders (1991) komunitas adalah tempat
atau kumpulan orang atau sistem sosial.
Pelaksanaan
pelayanan kebidanan komunitas didasarkan pada empat konsep utama dalam pelayanan
kebidanan yaitu : manusia, masyarakat/ lingkungan, kesehatan dan pelayanan
kebidanan yang mengacu pada konsep paradigma kebidanan dan paradigma sehat
sehingga diharapkan tercapainya taraf kesejahteraan hidup masyarakat
(Meilani, Niken dkk, 2009)
Namun dalam kebidanan Komunitas
terdapat juga issue kesehatan yang menajdi sebuah masalah kebidanan di
Komunitas yang dijumpai dalam kebidan komunitas dan menjadi salah satu peran
tugas dan tanggung jawab bidan dalam menangani masalah tersebut, diantaranya
adalah Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR), Diare pada Bayi dan Kematian Bayi.
Berdasarkan
data di atas, penulis tertarik untuk mengambil judul “Makalah Issue-issue pada Bayi
di Komunitas dan Penanganannya”.
B.
Rumusan
Masalah
Dari latar belakang tersebut
dirumuskan masalah “Bagaimana Upaya Pemerintah untuk Mengatasi Issue-issue pada
Bayi di Komunitas?”
Ruang lingkupnya yaitu
dengan adanya fasilitas pelayanan
pemeriksaan bayi baru lahir di komunitas maka sebagai batasan dalam penyusunan
makalah ini penulis hanya membatasi tentang Asuhan Kebidanan Komunitas pada Masalah
Bayi di Komunitas.
C.
Tujuan
Penulisan
Setelah
melakukan pengkajian issue-issue pada bayi di komunitas diharapkan penulis
mampu memberikan asuhan kebidanan komunitas sesuai dengan kewenangan bidan di
komunitas.
D.
Sistematika
Penulisan
Sistematika penulisan makalah ini sebagi berikut
:
Bab I Pendahuluan
Meliputi: Latar
Belakang, Rumusan Masalah, Tujuan Penulisan, Sistematika Penulisan.
Bab II Pembahasan
Bab
III Penutup
Meliputi: Simpulan dan Saran
Meliputi: Simpulan dan Saran
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Bayi
Berat Lahir Rendah (BBLR)
Bayi
Berat Lahir Rendah (kurang dari 2500 gram) merupakan salah satu faktor utama
yang berpengaruh terhadap kematian perinatal dan neonatal . Menurut Depkes RI
BBLR bersama kehamilan prematur mengakibatkan gangguan yang menjadi penyebab
nomor 3 kematian masa perinatal di rumah sakit tahun 2005 (Dinkes, 2008).
Berdasarkan
profil Dinas kesehatan, dan hasil pengumpulan
data indikator kesehatan propinsi yang berasal dari fasilitas pelayanan
kesehatan, proporsi BBLR pada tahun 2000 berkisar antara 0,91% (gorontalo) dan
18,89% (jawa tengah), sedangkan pada tahun 2001
berkisar antara 0,54% Nangro Aceh Darussalam (NAD) dan 6,90% (sumatera utara).
Angka tersebut belum mencerminkan kondisi sebenarnya yang ada di masyarakat
karena belum semua berat badan bayi yang dilahirkan dapat dipantau oleh petugas
kesehatan, khususnya yang ditolong oleh dukun atau tenaga non kesehatan Iainnya
(Dinkes, 2008)
Secara
umum Indonesia belum mempunyai angka untuk bayi berat lahir rendah (BBLR) yang
diperoleh berdasarkan survey nasional. Proporsi BBLR ditentukan berdasarkan
estimasi yang sifatnya sangat kasar, yaitu berkisar antara 7 - 14% selama
periode 2000-2009. Jika proporsi ibu hamil adalah 2,5% dari total penduduk maka setiap tahun diperkirakan 355.000 -
71 0.000 dari 5 juta bayi lahir dengan kondisi
BBLR (Profil Kesehatan,2009).
1.
Pengertian Bayi Berat Lahir
Rendah (BBLR)
Menurut Yushanta (2001), Bayi Berat Badan Lahir Rendah
(BBLR) adalah bayi baru lahir yang berat badan lahirnya pada saat kelahiran
kurang dari 2.500 gram. Dahulu neonatus dengan berat badan lahir kurang dari
2.500 gram atau sama dengan 2.500 gram disebut prematur. Pada tahun 1961 oleh
WHO semua bayi yang baru lahir dengan berat lahir kurang dari 2.500 gram disebut
Low Birth Weight Infants (BBLR).
2.
Penyebab Bayi Berat Lahir
Rendah (BBLR)
Menurut
Depkes (1993) terdapat tiga faktor yang mempengaruhi terjadinya BBLR, yaitu:
a.
Faktor Ibu
1)
Penyakit
Penyakit
yang berhubungan langsung dengan kehamilan misalnya perdarahan antepartum,
trauma fisik dan psikologis, diabetes mellitus, toksemia gravidarum, dan
nefritis akut.
2)
Umur Ibu
Angka
kejadian prematuritas tertinggi ialah pada usia < 20 tahun, dan multi
gravida yang jarak kelahiran terlalu dekat. Kejadian terendah ialah pada usia
antara 26 - 35 tahun.
3)
Keadaan Sosial Ekonomi
Keadaan ini
sangat berperanan terhadap timbulnya prematuritas. Kejadian tertinggi terdapat
pada golongan sosial ekonomi rendah. Hal ini disebabkan oleh keadaan gizi yang
kurang baik (khususnya anemia) dan pelaksanaan antenatal yang kurang. Demikian
pula kejadian prematuritas pada bayi yang lahir dari perkawinan yang tidak
sah.temyata lebih tinggi bila dibandingkan dengan bayi yang lahir dari
perkawinan yang sah.
4)
Sebab Lain
Ibu perokok,
ibu peminum alkohol dan pecandu obat narkotik.
b.
Faktor Janin
Hidramion,
kehamilan ganda dan kelainan kromosom.
c.
Faktor Lingkungan
Tempat
tinggal di dataran tinggi radiasi dan zat-zat racun.
3.
Komplikasi Bayi Berat Lahir
Rendah (BBLR)
Komplikasi yang terjadi pada bayi BBLR antara adalah:
a.
Kerusakan bernafas: fungsi organ belum sempuma.
b.
Pneumonia, aspirasi: refleks menelan dan batuk belurn
sempurna.
c.
Perdarahan intraventrikuler: perdarahan spontan di
ventrikel otak lateral disebabkan anoksia dan menyebabkan hipoksia otak yang
dapat menimbulkan terjadinya kegagalan peredaran darah sistemik.
4.
Upaya Pemerintah Dalam Menangani
Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR)
Kebijakan pemerintah dalam pembangunan kesehatan menuju
indonesia sehat 2010 menempatkan kesehatan ibu dan anak sebagai prioritas. Kesehatan
anak merupakan aset yang akan menentukan masa depan bangsa. Salah satu
indikator yang berhubungan dengan priode bayi dan neonatus adalah angka
kematian bayi (AKB). Angka kematian bayi (AKB) atau Infat Mortality Rate (IMR)
merupakan jumlah kematian bayi di bawah usia 1 tahun per 1000 kelahiran hidup.
Angka ini merupakan indikator yang sensitif terhadap ketersedian, pemanfaatan
dan kualitas pelayanan kesehatan terutama pelayanan prenatal sehingga indikator ini sering di gunakan dalam
menentukan kebijakan pemerintahan. Angka kematian bayi (AKB) pada tahun pada
tahun 2000 adalah 44 per 1000 kelahiran hidup berdasarkan hasil survai penduduk
Antara sensus (SUPAS). Sementara estimasi SUSENAS (Survey Sosial Ekonomi
Nasional), angka kematian bayi adalah 50 per 1000 kelahiran hidup pada tahun
2001 (Rahman, 2008). AKB telah di turunkan dengan cepat selama kurun waktu 20
tahun terakhir, namun menurut SDKI (survei Demografi dan Kesehatan Indonesia)
2002-2003, AKB masih 35 per 1000 kelahiran hidup (UNDP, 2004). Angka ini di
anggap masih tinggi, oleh karena itu perlu di lakukan intervensi terhadap
masalah-masalah penyebab kematian bayi untuk mendukung upaya percepatan
penurunan AKB di indonesia.
B.
Angka
Kematian Bayi
Berbagai
point penting MDGs tersebut adalah tugas berat bagi pemerintahan Indonesia,
MDGs yang ditargetkan pada tahun 2015 telah sampai dan direalisasikan oleh
negara-negara peserta MDGs, berbicara di tingkatan Indonesia, sekadar
mengingatkan bahwa Indonesia, menurut UN World Population Projection dan
proyeksi Bapenna, tahun 2009, jumlah penduduk Indonesia diperkirakan 234 juta
jiwa dan pada tahun 2010 menjadi 238 juta jiwa dengan laju penduduk kurun lima
tahun terakhir mencapai 1, 26 persen, sebuah angka yang besar dalam populasi
dunia dan menjadi point utama yang harus dibenahi dalam MDGs.
Angka Kematian Bayi (AKB) di Indonesia masih tergolong
tinggi, jika dibandingkan dengan negara lain di kawasan ASEAN. Berdasarkan
Human Development Report 2010, AKB di Indonesia mencapai 31 per 1.000
kelahiran."Angka itu, 5,2 kali lebih tinggi dibandingkan Malaysia. Juga 1,2
kali lebih tinggi dibandingkan Filipina dan 2,4 kali lebih tinggi jika
dibandingkan dengan Thailand.
1.
Pengertian Kematian Bayi
Kematian
bayi adalah kematian yang terjadi antara saat setelah bayi lahir sampai
bayi belum berusia tepat satu tahun. Banyak faktor yang dikaitkan dengan
kematian bayi.
Angka
Kematian Bayi menggambarkan keadaan sosial ekonomi masyarakat dimana angka
kematian itu dihitung. Kegunaan Angka Kematian Bayi untuk pengembangan perencanaan
berbeda antara kematian neo-natal dan kematian bayi yang lain. Karena kematian
neo-natal disebabkan oleh faktor endogen yang berhubungan dengan kehamilan maka
program-program untuk mengurangi angka kematian neo-natal adalah yang
bersangkutan dengan program pelayanan kesehatan Ibu hamil, misalnya program
pemberian pil besi dan suntikan anti tetanus.
2.
Penyebab Kematian Bayi
Tiga penyebab utama kematian
bayi adalah infeksi saluran pernafasan akut (ISPA), komplikasi perinatal dan
diare. Gabungan ketiga penyebab ini memberi andil bagi 75% kematian bayi. Pada
2001 pola penyebab kematian bayi ini tidak banyak berubah dari periode
sebelumnya, yaitu karena sebab-sebab perinatal, kemudian diikuti oleh infeksi
saluran pernafasan akut (ISPA), diare, tetanus neotarum, saluran cerna, dan
penyakit saraf. Pola penyebab utama kematian balita juga hampir sama yaitu
penyakit saluran pernafasan, diare, penyakit syaraf – termasuk meningitis,
encephalitis dan tifus.
a.
Faktor Ibu
1)
Masa Kehamilan
a) ANC
b) Infeksi
ibu hamil : rubela, sifilis, gonorhoe, malaria
c) Gizi
ibu hamil.
d) Karakteristik
ibu hamil : umur, paritas, jarak.
2)
Persalinan
a) Partus
macet/ lama : letak sunsang, bayi kembar, distocia.
b) Tenaga
Penolong Kehamilan.
b.
Faktor Janin
1) Umur
0 – 7 hari : BBLR, Asfiksia
2) Umur
8 – 28 hari : pneumonia, diare, tetanus, sepsis, kelainan kogenital.
3.
Pencegahan Kematian Bayi
Kematian bayi baru lahir dapat
dicegah dengan intervensi lingkungan dan perilaku. Upaya penyehatan lingkungan
seperti penyediaan air minum, fasilitas sanitasi dan higienitas yang memadai,
serta pengendalian pencemaran udara mampu meredam jumlah bayi meninggal.
"Untuk itu pemerintah tidak lelah mengampanyekan pentingnya upaya
kesehatan lingkungan dan perilaku hidup sehat”. Perawatan sederhana seperti
pemberian air susu ibu (ASI) dapat menekan AKB. Telah terbukti, pemberian ASI
eksklusif dapat mencegah 13% kematian bayi dan bahkan 19/0 jika dikombinasikan
dengan makanan tambahan bayi setelah usia 6 bulan.
4.
Penanggulangan Kematian Bayi
Dari gambaran penyakit penyebab
kematian neonatal di Indonesia, dan permasalahan kesehatan neonatal yang
kompleks dimana dipengaruhi oleh faktor medis, sosial dan budaya (sama dengan
permasalahan kesehatan maternal) maka:
a.
Bidan di desa atau petugas
kesehatan harus mampu melakukan:
1) Perawatan
terhadap bayi neonatal.
2) Promosi
perawatan bayi neonatal kepada ibunya.
3) Pertolongan
pertama bayi neonatal yang mengalami gangguan atau sakit.
b.
Kepala Puskesmas dan jajarannya
mempunyai komitmen yang
tinggi dalam melaksanakan:
1) Deteksi
dan penanganan bayi neonatal sakit
2) Persalinan
yang ditolong/didampingi oleh tenaga kesehatan
Pembinaan bidan di desa dan pondok bersalin di desa
PONED dengan baik dan lengkap (obat, infus, alat-alat emergensi).
Pembinaan bidan di desa dan pondok bersalin di desa
PONED dengan baik dan lengkap (obat, infus, alat-alat emergensi).
3) Organisasi
transportasi untuk kasus rujukan
c.
Kepala Dinkes Dati II dan atau
RS Dati II dan jajarannya mempunyai komitmen yang tinggi dalam melaksanakan:
1) Fungsi
RS Dati II sebagai PONEK 24 jam.
2) Sistem
yang tertata sehingga memberi kesempatan kepada keluarga bayi neonatal dari
golongan tidak mampu untuk mendapatkan pelayanan standar, termasuk pertolongan
gawat darurat di RS Dati II dengan biaya terjangkau.
3) Pelayanan
berkualitas yang berkesinambungan.
4) Pembinaan
teknis profesi kebidanan untuk bidan yang bekerja.
5) Puskesmas/desa
melalui pelatihan, penyegaran pengetahuan dan keterampilan, penanganan kasus
rujukan.
d.
Melakukan monitoring dan
evaluasi terhadap pelaksanaan neonatal emergency care di Puskesmas dan RS Dati
II.
C.
Diare
pada Bayi
Diare merupakan salah satu
masalah kesehatan utama di negara berkembang, termasuk indonesia. Di Indonesia,
penyakit diare adalah salah satu penyebab kematian utama setelah infeksi
saluran pernafasan. Angka kematian akibat diare di Indonesia masih sekitar
7,4%. Sedangkan angka kematian akibat diare persisten lebih tinggi yaitu 45%
(solaiman, EJ, 2001). Sementara itu, pada survey morbiditas yang dilakukan oleh
depkes tahun 2001, menemukan angka kejadian diare di indonesia adalah berkisar
200-374 per 1000 penduduk. Sedangkan menurut SKRT 2004, angka kematian akibat
diare 23 per 100 ribu penduduk dan angka kematian akibat diare pada balita
adalah 75 per 100.000 balita.
Insiden penyakit diare yang
berkisar antara 200-374 dalam 1000 penduduk, dimana 60-70% diantaranya
anak-anak usia dibawah 5 tahun. Penyakit diare ini adalah penyakit yang multi
faktoral, dimana dapat muncul karena akibat tingkat pendidikan dan sosial
ekonomi yang kurang serta akibat kebiasaan atau budaya masyarakat yang salah.
Oleh karena itu, keberhasilan menurunkan serangan diare sangat tergantung dari
sikap setiap anggota masyarakat, terutama membudayakan pemakaian larutan oralit
dan cairan rumah tangga pada anak yang menderita diare.
1.
Pengertian Diare
Diare adalah defekasi encer
lebih dari 3x sehari dengan atau tanpa darah dan atau lendir dalam tinja
(Suandi, 1999).
2.
Penyebab Diare
Menurut Suandi, 1999 ditinjau dari
patofisiologinya sebagai berikut:
a.
Diare Sekresi (virus atau
kuman, hiperperistaltik usus halus, defisiensi imun atau SIgA).
b.
Diare Osmotik (malabsorpsi
makanan, Kurang Energi Protein, BBLR).
3.
Pencegahan Diare
Salah satu pencegahan diare adalah
dengan memberikan ASI Eksklusif kepada bayi selama 6 bulan, karena ASI memberi
semua energi dan gizi (nutrisi) yang dibutuhkan bayi selama 6 bulan. Selain
itu, ASI juga mengandung sistem kekebalan tubuh yang baik untuk kekebalan tubuh
bayi. Pemberian ASI Eksklusif mengurangi tingkat kematian bayi yang disebakan
oleh diare.
Apabila bayi benar-benar
mengalami diare tidak ada alasan sama sekali untuk menghentikan ASI karena ASI
mengandung banyak manfaat.
4.
Penanganan Diare
Pemerintah telah membuat
berbagai kebijakan untuk mengatasi persoalan kesehatan anak, khususnya untuk
menurunkan angka kematian anak, diantaranya sebagai berikut:
a. Meningkatkan
mutu pelayanan kesehatan dan pemerintah pelayanan kesehatan.
Untuk meningkatkan mutu pelayanan serta
pemerintahan pelayanan kesehatan yang ada di masyarakat telah di lakukan
berbagai upaya, salah satunya adalah dengan meletakkan dasar pelayanan
kesehatan pada sektor pelayanan dasar. Pelayanan dasar dapat dilakukan di
perpustakaaan induk, perpustakaan pembantu,posyandu,serta unit-unit yang
berkaitan di masyarakat. Bentuk pelayanan tersebut dilakukan ndalam rangka
jangkauan pemerataan pelayanan kesehatan. Upaya pemerataan tersebut dapat
dilakukan dengan penyabaran bidan desa, perawat komuniksi,fasilitas balai kesehatan,pos
kesehatan, desa, dan puskesmas keliling.
b. Meningkatkan
status gizi masyarakat
Peningkatkan status gizi masyarakat merupakan
merupakan bagian dari upaya untik mendorong terciptanya perbaikan status
kesehatan. Dengan pemerintah gizi yang baik diharapkan pertumbuhan dan
perkembangan anak akan baik pula, disamping dapat memperbaiki status kesehatan
anak. Upaya tersebut dapat dilakukan malalui berbagai kegiatan,di antaranya
upaya perbaikan gizi keluarga atau dikenal dengan nama UPKG. Kegiatan UPKG tersebut
didorong dan diarahkan pada peningkatan status gizi, khususnya pada masyarakat
yang rawan atau memiliki resiko tinggi terhadap kematian atau kesakitan.
Kelompok resiko tinggi terdiri anak balita, ibu hamil, ibu menyusui, dan lansia
yang golongan ekonominya rendah. Melalui upaya tersebut. Peningkatan kesehatan
akan tercakup pada semua lapisan masyarakat khususnya pada kelompok resiko
tinggi.
c. Meningkatkan
peran serta masyarakat
Peningktan oeran serta masyarakat dalam membantu
ststus kesehatan inin penting, sebab upaya pemerintah dalam rangka
menurunkan kematian bayi dan anak tidak dapat dilakukan hanya oleh pemerintah,
melainkan peran serta masyarakat dengan keterlibatan atau partisipasi secara
langsung. Upaya masyarakat tersebut sangat menentukan keberhasilan proram
pemerintah sehingga mampu mangatasi berbagai masalah kesehatan. Melalui
peran serta masyarakat diharapkan mampu pula nbersifat efektif dan efisien
dalam pelayanan kesehatan. Upaya atau program kesehtan antara lain pelayanan
imunisasi, penyedian air bersih, sanitasi lingkungan, perbaikan gizi dan
lain-lain. Upaya tersebut akan memudahkan pelaksanaan program kesehatan yang
tepat pada sasaran yang ada.
d. Meningkatkan
manajemen kesehatan
Upaya meningkatan program pelayanan keshatan
anak dapat berjalan dan berhasil dengan baik bila didukung dengan perbaikan
dalam pengelolaan pelayanan kesahatan. Dalam hal ini adalah meningkatan
manajemen pelayanan malalui pendayagunaan tenaga kesehatan profesonal yang
mampu secara langsung mengatasi masalah kesehatan anak. Tenaga kesehatan yang
dimaksud antara lain tenaga perawat, bidan,dokter yang berada diperpustakaan
yuang secara langsung berperan dalam pemberian pelayanan kesehatan.
BAB
III
PENUTUP
1.
Simpulan
MDGs adalah
kerja sama yang saling menguntungkan bagi negara-negara pesertanya karena dapat
menyelesaikan permasalahan yang sedang dihadapai oleh suatu Negara secara
bersama-sama. Seperti yang kami bahas disini adalah mengenai diare pada bayi,
bayi berat lahir rendah dan kematian bayi. Diare dan bayi berat lahir rendah
apabila tidak dikelola dengan baik maka akan bermuara pada kematian bayi,
sehingga akan semakin meningkatkan Angka Kematian Bayi.
Pada
dasarnya Angka Kematian Bayi dapat dikurangi dengan cara mengurangi atau
meniadakan factor-faktor penyebab dari kematian anak tersebut. Seperti telah
dijelaskan di atas jumlah kematian bayi di Indonesia masih sangat tinggi.
Adapun
solusi yang dapat kami berikan yaitu dengan membenahi pihak-pihak yang berada
dalam pemerintahan yang diberikan wewenang dan tanggung jawab oleh presiden, peran
menteri kesehatan juga sangat penting disini. Peran tenaga kesehatan juga perlu
dipertanyakan apakah sudah melaksanakan kewajibannya atau tidak. Dan juga
apakah kompetensi yang dimiliki sudah baik atau perlu bimbingan dan belajar
untuk meningkatkan pengetahuannya.
2.
Saran
1. Bagi
Pemerintah
Pemerintah hendaknya
merencanakan program-program baru yang lebih efektif untuk menangani
masalah-masalah kebidanan di komunitas. Selain itu diperlukan evaluasi dari
pemerintah terhadap program-program terdahulu yang telah dilaksanakan agar
pemerintah mengetahui keefektifan prgram tersebut.
2. Bagi
Bidan
Sebaiknya bidan melaksanakan
program-program yang telah pemerintah tetapkan dan melaksanakan asuhan
kebidanan komunitas sesuai dengan kewenangannya dan kebutuhan masyarakat di
komunitasnya. Selain itu hendaknya bidan mampu melaksanakan perannya sebagai
pendidik di masyarakat, seperti memberikan pendidikan kesehatan terhadap kader
kesehatan di masyarakat mengenai upaya-upaya promotif dan preventif agar kader
tersebut mampu membagikan ilmu yang didapatnya dari bidan kepada masyarakat
yang lebih luas.
3. Bagi
Masyarakat
Sebaiknya
masyarakat lebih tanggap terhadap permasalahan yang ada di daerahnya. Serta
lebih aktif dalam perannya sebagai kader kesehatan, misalnya menggalakkan
upaya-upaya kesehatan, terutama upaya-upaya kesehatan promotif.
DAFTAR PUSTAKA
Mansjoer,
Arif dkk. 2009. Kapita Selekta
Kedokteran. Jakarta: EGC
Suandi, I.K.G. 1999. Seri Gizi Klinik Diit pada Anak Sakit. Jakarta:
EGC
WHO. 2007. Penyakit Bawaan Makanan Fokus Pendidikan Kesehatan. Jakarta: EGC
Yuliarti, Nurheti. 2010. Keajaiban ASI Makanan Terbaik untuk
Kesehatan, Kecerdasan dan Kelincahan si Kecil. Yogyakarta: Andi