HUBUNGAN
ANTARA PERILAKU HIDUP BERSIH DAN SEHAT (PHBS) DENGAN TIMBULNYA PENYAKIT SKABIES
ABSTRAK
Telah dilakukan penelitian dengan tujuan untuk
mengetahui (1) hubungan antara PHBS dengan timbulnya skabies di wilayah
puskesmas Kecamatan Tlanakan Kabupaten Pamekasan, (2) hubungan antara PHBS
dengan angka kontaminan tungau Sarcoptes
scabiei pada debu yang di rumah responden, (3) tingkat pengetahuan
masyarakat Kecamatan Tlanakan tentang skabies, (4) upaya pencegahan yang
dilakukan oleh masyarakat Kecamatan Tlanakan untuk menanggulangi skabies. Data
dikumpulkan berupa pengisian kuesioner dan wawancara, serta pengamatan ada
tidaknya tungau Sarcoptes scabieidebu
di rumah responden. Hasil penelitian adalah: (1) PHBS berupa personal hygiene,
pemakaian handuk, pakaian, dan perlengkapan tidur, pada kelompok berisiko
menunjukkan angka yang lebih rendah dibanding dengan kelompok tidak berisiko,
(2) angka kontaminan pada kelompok berisiko menunjukkan positif tungau Sarcoptes scabiei yang lebih tinggi
dibanding dengan kelompok tidak berisiko, (3) tingkat pengetahuan masyarakat
Tlanakan khususnya pada kelompok berisiko atau penderita skabies rendah, (4)
upaya pencegahan yang dilakukan oleh masyarakat Kecamatan Tlanakan untuk
menanggulangi skabies kurang optimal.
Perilaku hidup bersih dan sehat
(PHBS) anggota masyarakat ikut berkontribusi pada kesehatan seluruh masyarakat.
Secara umum, masyarakat masih menganggap perilaku hidup bersih dan sehat
merupakan urusan pribadi yang tidak terlalu penting. Masih ada masyarakat yang
tidak memiliki jamban di rumah atau buang air besar sembarangan. Mereka belum
mengetahui bahwa buruknya perilaku terkait sanitasi oleh salah satu anggota
masyarakat, juga akan mempengaruhi kualitas kesehatan masyarakat lainnya.
Penyakit skabies disebabkan oleh tungau Sarcoptes scabiei akan berkembang pesat
jika kondisi lingkungan buruk dan tidak didukung dengan perilaku hidup bersih
dan sehat (PHBS) oleh masyarakat. Sarcoptes
scabiei menyebabkan rasa gatal pada bagian kulit seperti sela jari, siku,
selangkangan. Skabies banyak menyerang pada orang yang hidup dengan kondisi personal hygiene di bawah standar,
sosial ekonomi rendah, kesalahan diagnosis, dan perkembangan demografik serta
ekologik. Menurut Rahmawati (2009) penyebab yang lain juga disebabkan oleh
kondisi kebersihan yang kurang terjaga, sanitasi yang buruk, kurang gizi, dan
kondisi ruangan terlalu lembab dan kurang mendapat cahaya matahari secara
langsung.
Berdasarkan data yang diperoleh dari puskesmas
Kecamatan Tlanakan Kabupaten Pamekasan hingga saat ini masyarakat yang
penderita penyakit skabies dari data tahun 2007 hingga tahun 2011 mengalami
kenaikan yang cukup drastis. Menurut data terakhir yang diperoleh dari
puskesmas Kecamatan Tlanakan yaitu pada tahun 2012, penderita penyakit skabies
yang berumur kisaran 8-20 tahun sejumlah 317 orang yaitu sekitar 0,5% dari
total penduduk Kecamatan
Tlanakan berdasarkan sensus penduduk tahun 2010 oleh
Kantor Badan Pusat Statistik (BPS, 2012) yaitu sebanyak 59173 orang. Jumlah
penderita pada tahun 2012 sejumlah 567 orang yaitu sekitar 1%, dimana mengalami
penurunan dibandingkan dengan tahun 2011.
Kenaikan penderita skabies hingga tahun 2011 menjadi
perhatian pemerintah Kabupaten Pamekasan khususnya Kecamatan Tlanakan sehingga
pada awal tahun 2012 diadakan penyuluhan kepada masyarakat sekitar Kecamatan
Tlanakan yang berakibat pada tahun 2012 terjadi penurunan angka penderita
skabies. Meskipun demikian, penulis tetap ingin melakukan penelitian tentang
penyakit skabies ini dikarenakan jumlah penderita masih cukup banyak dan ingin
mencegah penyakit skabies semakin mewabah di daerah lain. Dengan begitu
diharapkan bisa mengurangi penderita penyakit skabies pada tahun berikutnya dan
mungkin bisa bebas dari penyakit skabies.
Skabies
sangat erat hubungannya dengan perilaku hidup bersih dan sehat, terutama dalam
hal personal hygiene yang buruk dan
sanitasi buruk dapat meningkatkan infeksi skabies. Pawening (2009) menyatakan
bahwa manusia terinfeksi oleh tungau Sarcoptes
scabiei tanpa memandang umur, ras atau jenis kelamin dan tidak mengenal
status sosial dan ekonomi, tetapi personal
hygiene yang buruk dapat meningkatkan infeksi. Dalam kehidupan seseharian
kebersihan merupakan hal yang sangat penting dan harus diperhatikan karena
kebersihan mempengaruhi kesehatan dan psikis seseorang (Handoko, 2007).
Kebersihan adalah bebas kotoran, termasuk di antaranya debu, sampah, dan bau.
Di Indonesia, masalah kebersihan selalu menjadi polemik yang berkembang. Kasus
yang menyangkut masalah kebersihan setiap tahunnya selalu meningkat (Alfarisi,
2008). Kebersihan adalah lambang kepribadian seseorang, jika tempat tinggalnya,
pakaian dan keadaan tubuhnya terlihat bersih maka dipastikan orang tersebut
adalah manusia yang bersih serta sehat (Muktihadid, 2008).
Penyakit
skabies dapat ditularkan melalui kontak tidak langsung seperti melalui
perlengkapan tidur, handuk, dan pakaian memegang peranan penting (Mansyur, dkk., 2007). Berdasarkan hasil
penelitian Handayani (2007), menunjukkan 44 orang (62,9%) terkena skabies, dan
ada hubungan yang signifikan antara kebiasaan pemakaian sabun mandi, kebiasaan
berganti pakaian, kebiasaan tidur bersama, kebiasaan pemakaian selimut tidur
dan kebiasaan mencuci pakaian bersama dengan penderita skabies.
METODE
Penelitian
ini adalah penelitian survei analitik dan pendekatan yang digunakan adalah
survei cross sectional. Penelitian ini dimulai dari bulan Februari-Maret 2013
di Kecamatan Tlamatan yang terdiri dari 10 desa.
Terdapat
2 sumber data pada penelitian ini yaitu data primer dan data sekunder. Data
primer merupakan data prevalensi penyakit Skabies di Kecamatan Tlanakan yang
diperoleh dari puskesmas Kecamatan Tlanakan Pamekasan. Data sekunder merupakan
data yang diperoleh dari hasil observasi dan pembagian angket kepada responden
serta melakukan pengambilan debu yang berada dirumah responden.Populasi dalam
penelitian ini adalah penderita skabies atau responden yang berada daerah
Kecamatan Tlanakan sekitar umur 14-19 tahun dan sebanyak 40 orang. Pengambilan sampel pada penelitian
dilakukan dengan teknik pengambilan sampel kelompok atau
gugus (cluster sampling), sehingga
pada kelompok berisiko 20 orang dan kelompok tidak berisiko 20 orang. Subjek
penelitian yaitu pengambilan debu rumah responden.
Instrumen
yang digunakan dalam penelitian ini adalah angket atau kuesioner dan wawancara,
serta mengambil debu rumah responden yang kemudian diamati menggunakan
mikroskop tungau Sarcoptes scabiei
yang terdapat pada debu. Setelah data hasil perhitungan skor terkumpul, maka
dilakukan perekaman data selanjutnya untuk analisis dengan menggunakan uji
normalitas dan uji T berpasangan dan menganalisis dengan cara melakukan uji
validitas dan uji reliabilitas. Uji validitas yang digunakan adalah teknik
korelasi product moment. Selanjutnya uji reliabilitas yang digunakan yaitu
menggunakan teknik Cronbach’s Alpha.
HASIL
Hubungan
antara Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) dengan Timbulnya Penyakit Skabies
di Wilayah Puskesmas Kecamatan Tlanakan Kabupaten Pamekasan
Hasil perhitungan skor yang diperoleh dari penyebaran
angket dapat disajikan dalam bentuk diagram batang, dimana untuk mengetahui
hasil dari yang menunjukkan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) pada kelompok
berisiko dan tidak berisiko dapat dilihat pada Gambar 1, Gambar 2, Gambar 3,
dan Gambar 4 sebagai berikut.
Pengetahuan
Masyarakat Kecamatan Tlanakan tentang Penyakit Skabies
Hasil wawancara
tentang tingkat pengetahuan terhadap penyakit skabies pada responden kepada
kelompok berisiko (skabies) menunjukkan bahwa sekitar 90-95% masyarakat masih
belum mengetahui tentang penyakit skabies. Banyak masyarakat yang menganggap penyakit tersebut hanya penyakit
kulit (gatal-gatal biasa) saja dan menganggap penyakit tersebut merupakan
penyakit yang tidak menular serta tidak tahu perantara cara penularannya.
Akibatnya, kebanyakan dari masyarakat tersebut yang hanya membiarkan penyakit
skabies dan juga masih menganggap remeh pola kebersihan diri atau PHBS pada
setiap individu. Selain itu juga masih banyak dari masyarakat tidak langsung
memeriksakan penyakit skabies yang diderita, tetapi setelah dalam kondisi parah
baru melakukan pemeriksaan ke dokter atau puskesmas.
Upaya
Pencegahan Skabies yang Dilakukan oleh Masyarakat Kecamatan Tlanakan untuk
Mengobati Penyakit Skabies
Wawancara dilakukan bertujuan untuk
mengetahui sejauh mana masyarakat Kecamatan Tlanakan dalam melakukan upaya
pencegahan untuk menanggulangi distribusi penyakit skabies. Sehingga dari hasil
wawancara di atas, dapat diketahui bahwa pada kelompok berisiko akan mendatangi
puskesmas jika keadaan sudah parah sehingga dalam keadaan yang parah skabies
sulit untuk diberantas, selain itu masyarakat Kecamatan Tlanakan belum
menerapkan pola hidup bersih dan sehat sehingga pencegahan skabies tidak bisa
optimal dan pada tahun berikutnya masih ada saja masyarakat yang menderita
skabies.
PEMBAHASAN
Hubungan
antara Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) dengan Timbulnya Penyakit Skabies
di Wilayah Puskesmas Kecamatan Tlanakan Kabupaten Pamekasan
Berdasarkan data dan hasil analisis ditemukan bahwa
terdapat hubungan positif antara Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) degan timbulnya
penyakit skabies di wilayah Kecamatan Tlanakan Kabupaten Pamekasan. Dengan kata
lain bahwa Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) yang rendah menimbulkan
penyakit skabies yang tinggi. Adanya hubungan tersebut didukung oleh jawaban
dari responden pada hasil pengisian kuesioner pada kelompok berisiko (skabies)
yang menunjukkan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) yang yang kurang baik
dimana pada saat pengisian kuesioner antara kelompok berisiko dan tidak berisiko
menunjukkan perbedaan sikap perilaku hidup bersih dan sehat.
Hasil penelitian ini juga sesuai dengan hasil
penelitian Muzakir (2008) yang menemukan bahwa terdapat hubungan antara
kebersihan diri (personal hygiene)
dengan kejadian skabies di pondok pesantren Kabupaten Aceh Besar. Penelitian
ini menunjukkan beberapa faktor yang berhubungan dengan kejadian penyakit
skabies yaitu kebersihan diri pada saat mandi dua kali dalam sehari, kebersihan
dalam mengenakan pakaian dan menggantikan pakaian dalam sehari, kebiasaan
menggunakan handuk sendiri dan menjemurnya setelah selesai digunakan, kebiasaan
menggunakan perlengkapan tidur sendiri dan mengganti sprei dalam seminggu serta
menjemur kasur dalam sebulan.
Kebersihan diri (personal
hygiene) sangat berkaitan dengan pakaian, tempat tidur yang digunakan
sehari-hari. Hasil penelitian ini diperkuat oleh Irijal (2004) menyatakan bahwa
kebersihan diri tersebut dikaitkan dengan yang pernah menderita penyakit kulit
51,9% karena kurangnya menjaga kebersihan diri. Penyakit kulit yang terjadi
disebabkan oleh pemeriksaan yang tidak dilakukan secara rutin. Penyakit kulit
yang diderita khususnya gatal-gatal. Kebiasaan diri perlu dijaga, untuk
terhindar dari penyakit kulit terutama skabies.
Berdasarkan observasi yang telah dilakukan,
kebanyakan masyarakat masih meminjamkan handuk kepada anggota keluarganya, sehingga
pada handuk yang dipakai oleh penderita skabies, terdapat tungau Sarcoptes scabieiyangakan ikut terbawa.
Jika handuk penderita skabies tersebut dipakai bergantian dengan anggota
keluarganya maka tungau tersebut akan berpindah di kulit yang meminjam handuk
tersebut. Tungau Sarcoptes scabiei
akan menginfeksi secara tidak langsung pada orang yang meminjam handuk
tersebut.
Berdasarkan
keterangan dari responden yang diperoleh saat wawancara, sebagian responden
masih belum menjemur handuknya setelah mandi, tetapi membiarkan handuk tersebut
bergantungan di dalam kamar mandi. Dengan kebiasaan tersebut memberikan kesempatan
tungau Sarcoptes scabiei bertahan
hidup pada handuk penderita dalam keadaan lembab. Pada hasil penelitian
Hayuningtyas dan Ahmad (2007) mengemukakan bahwa kombinasi suhu 25oC
dengan kelembaban 100% (tingkat kelembaban tinggi) memberikan daya hidup
terpanjang yaitu dengan LT50 selama 5 hari secara secara in vitro. Pada penelitian tersebut
terlihat bahwa pada temperatur 25oC dengan kelembaban 100%
menunjukkan Sarcoptes scabiei dapat
hidup lebih lama di luar hospes. Dengan kelembaban yang semakin menurun nilai
LT50 Sarcoptes scabiei juga
akan semakin menurun.
Pada pakaian yang langsung disetrika
setelah dicuci dan kering dijemur akan memperkecil kesempatan hidup tungau Sarcoptes scabiei karena kenaikan suhu
dan tentunya kelembaban akan semakin berkurang. Sesuai dengan pernyataan
Hayuningtyas dan Ahmad (2007) bahwa dengan kelembaban yang semakin menurun
nilai LT50 Sarcoptes scabiei juga
akan semakin menurun.
Pada pengisian kuesioner tentang kebiasaan tidur
menunjukkan ada hubungan antara kebiasaan tidur dengan kejadian timbulnya
penyakit skabies. Hasil penelitian ini sesuai dengan pernyataan Rohmawati
(2010) dalam penelitiannya yaitu ada hubungan antara tidur berhimpitan dengan
kejadian skabies di Pondok Pesantren Muayyad Surakarta. Tidur berhimpitan
memberi kesempatan tertularnya skabies jika para santri penderita skabies tidur
bersama dengan santri yang lain. Begitu juga jika penderita skabies yang berada
di Kecamatan Tlanakan yang tidur berhimpitan dengan anggota keluarganya yang
lain akan memberi kesempatan tertularnya skabies.
Tidur
bersama dan berhimpitan dengan penderita skabies memberikan kesempatan untuk
kontak langsung maupun tidak langsung dengan penderita skabies. Penularan
skabies melalui kontak langsung terjadi ketika penderita bersentuhan kulit
dengan anggota keluarganya yang lain, akibat tidur berhimpitan tungau Sarcoptes scabiei yang berada pada
permukaan kulit penderita skabies akan berpindah ke kulit keluarganya yang
lain. Sedangkan penularan secara tidak langsung pada saat tidur bersama dan
berhimpitan dapat terjadi melalui alas tidur yang digunakan dan penggunaan
selimut secara bersama-sama.
Hubungan
antara Perilaku Hidup Bersih dan Sehat dengan Angka Kontaminasi Tungau Sarcoptes scabiei pada Debu yang
Terdapat Di Rumah Responden
Penderita masih
menganggap remeh pola hidup bersih dan sehat padahal menurut hasil penelitian
dan pengamatan pada mikroskop, tungau Sarcoptes
scabiei terdapat pada debu rumah baik pada alas tidur maupun karpet.Alas
tidur dan karpet tersebut harus rutin dibersihkan sehingga tidak ada
kemungkinan tungau Sarcoptes scabiei
untuk berkembangbiak. Untuk mengurangi penyebaran tungau Sarcoptes scabiei maka masyarakat harus menjaga kebersihan diri
terutama pada kebersihan alas tidur maupun karpet dengan cara menghilangkan
debu yang menempel. Menurut Saad (2008) tingginya angka kejadian skabies di
kalangan santri disebabkan oleh sebagian besar santri memiliki perilaku
kebersihan yang kurang. Jadi semakin rendah status higiene santri semakin besar
kemungkinan santri menderita skabies, karena status higiene perorangan santri
mencerminkan perilaku hidup santri sehari-hari.
Pengetahuan
Masyarakat Kecamatan Tlanakan tentang Penyakit Skabies
Sekitar
1% warga masyarakat Kecamatan Tlanakan menderita skabies. Skabies disebabkan
oleh infestasi tungau Sarcoptes scabiei mewabah
di wilayah Kecamatan Tlanakan Kabupaten Pamekasan. Hal tersebut disebabkan
kurangnya pengetahuan masyarakat Kecamatan Tlanakan mengenai skabies. Pada
umumnya masyarakat menganggap bahwa rasa gatal yang timbul pada kulit sebagai
akibat seringnya mengkonsumsi ikan asin dan jenis ikan laut yang lain. Penduduk
sekitar bermata pencaharian sebagai nelayan karena tempat tinggalnya dekat laut
serta masyarakat masih menganggap bahwa rasa gatal yang timbul karena penyakit
kulit biasa dan tidak parah. Hasil penelitian ini diperkuat dengan ditemukannya
papul pada kulit yang gatal tersebut. Pada papul tersebut terdapat terowongan
dari tungau Sarcoptes scabiei. Tungau
Sarcoptes scabiei akan berkembangbiak
di terowongan dengan cara menggali sehingga akan terbentuk kanalikuli pada
kulit.
Menurut
Notoatmodjo (2003) skabies masih merupakan penyakit yang sulit diberantas, pada
manusia terutama dalam lingkungan masyarakat pada hunian padat tertutup dengan
pola kehidupan sederhana, serta tingkat pendidikan dan pengetahuan yang masih
rendah, pengobatan dan pengendalian sangat sulit. Selain itu, menurut Santosa
(2002) penderita skabies timbul pada pengetahuan yang kurang tentang personal
hygiene, selain itu dilihat dari lingkungan yang kurang bersih, ketersediaan
air yang kurang jumlahnya, serta sanitasi lingkungan yang kurang, begitu pula dengan
perilaku ibu sehingga perawatan pada anak kurang. Kecenderungan ini menimbulkan
kasus skabies di tempat ini lebih besar daripada di tempat lain.
Upaya
Pencegahan Skabies yang Dilakukan oleh Masyarakat Kecamatan Tlanakan untuk Menanggulangi
Penyakit Skabies
Pengobatan yang telah dilakukan oleh penderita
dikatakan masih kurang karena setelah memeriksakan penyakit skabies ke
puskesmas terkadang penderita tidak melakukan pemeriksaan kembali ke puskesmas,
sehingga penyakit skabies masih belum bisa sembuh total. Hal ini diperkuat oleh
Burkhart, dkk (2000) menyatakan bahwa butuh waktu yang lama untuk menghilangkan
rasa gatal dan perlu pemeriksaan rutin dengan cara mendatangi puskesmas
kembali. Sehingga penderita harus berkunjung ke puskesmas maksimal dua minggu
sekali agar penyembuhan skabies lebih intensif.
Menurut
Ruteng dalam Djuanda 2007 penyakit ini sangat erat kaitannya dengan kebersihan
dan lingkungan yang kurang baik oleh sebab itu untuk mencegah penyebaran
penyakit ini dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut.
1.
Mandi secara teratur dengan menggunakan sabun.
2.
Mencuci pakaian, sprei, sarung bantal, selimut dan
lainnya secara teratur minimal 2 kali dalam seminggu.
3.
Menjemur kasur dan bantal minimal 2 minggu sekali.
4.
Tidak saling bertukar pakaian dan handuk dengan orang
lain.
5.
Hindari kontak dengan orang-orang atau kain serta
pakaian yang dicurigai terinfeksi tungau skabies.
6.
Menjaga kebersihan rumah dan berventilasi cukup.
SIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan
hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan (1) terdapat hubungan antara
Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) dengan timbulnya penyakit skabies di
wilayah puskesmas Kecamatan Tlanakan Kabupaten Pamekasan, (2) terdapat hubungan
antara Perilaku Hidup Bersih dan Sehat dengan angka kontaminasi tungau Sarcoptes scabiei pada debu yang
terdapat di rumah, (3) tingkat pengetahuan masyarakat Kecamatan Tlanakan tentang
penyakit skabies masih sangat rendah dan (4) upaya pencegahan yang dilakukan
oleh masyarakat Kecamatan Tlanakan untuk menanggulangi penyakit skabies yaitu dengan
cara mendatangi puskesmas Kecamatan Tlanakan tetapi penderita skabies baru akan
mendatangi puskesmas jika sudah dalam keadaan parah, penderita skabies akan
mendatangi puskesmas kembali jika penyakit tersebut masih belum sembuh tetapi
tidak menerapkan pola kebersihan diri atau PHBS yang baik, dan seharusnya
masyarakat menerapkan pola hidup bersih dan sehat agar pencegahan skabies bisa
optimal, tetapi karena kurangnya dan rendahnya tingkat pengetahuan masyarakat
Tlanakan maka penyakit skabies sulit dicegah.
Berdasarkan simpulan di atas, maka saran yang
diajukan yaitu perlu dilakukan perbaikan terhadap perilaku hidup bersih dan
sehat (PHBS). Selain itu perlu ditingkatkan pula pengetahuan tentang penyakit
skabies dan upaya pencegahan penyakit skabies agar tidak ada lagi penderita
skabies di tahun berikutnya.
DAFTAR RUJUKAN
Alfarisi,
K. 2008. Pentingnya Menjaga Kebersihan,
(Online), (http://www.wikimu.com/News/DisplayNews.aspx?id=10187,
diakses 22 Juni 2012).
Burkhart,
C. G., C. N. Burkhart., and K. M. Burkhart. 2000. An Epidemiologic and
Therapeutic Reassessment of Scabies. Cutis,
(65): 233-240.
Djuanda.
A. 2007. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin
Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.
Jakarta: Universitas Indonesia.
Handayani.
2007. Hubungan Antara Praktik Kebersihan
Diri dengan Kejadian Skabies di Pondok Pesantren Nihayatul Amal Waled Kabupaten
Cirebon, (Online), (http://fkm.undip.ac.id/data/index.php?action=4&idx=3264,
diakses 23 Agustus 2012).
Handoko.
S. 2007. Ektoparasit: Pengenalan,
Diagnosis dan Pengendaliannya. Bogor: IPB. pp: 65-118.
Hayuningtyas,
D. dan Ahmad, R. Z. 2007. Efek Volume Serum, Temperatur dan Kelembapan terhadap
Daya Hidup Sarcoptes scabiei secara
In Vitro. Seminar Nasional Teknologi
Peternakan dan Veteriner 2007.
Irijal. 2004. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan
Sanitasi Dasar di Pesantren Banda Aceh. Skripsi.
Universitas Muhammadiyah Aceh : FKM.
Mansyur,
M., Wibowo, A. A., Maria, A., Munandar, Abdillah, A., Ramadora, A. F. 2007.
Pendekatan Kedokteran Keluarga pada Penatalaksanaan Skabies Anak Usia
Pra-Sekolah. Majalah Kedokteran Indonesia,
Vol. 57, No. 2, Februari 2007:63-67.
Muktihadid.
2008. Kebersihan adalah Napas Kehidupan,
(Online),
(http//muktihadid.wordpress.com/2008/01/16/kebersihanadalahnapaskehidupan,
diakses 3 Juli 2012).
Muzakir.
2008. Faktor yang berhubungan dengan kejadian penyakit skabies pada pesantren
di Kabupaten Aceh Besar tahun 2007. Tesis.
Medan: Universitas Sumatera Utara, 2008.
Notoatmodjo. 2003. Pendidikan dan Perilaku
Kesehatan. Jakarta : PT Rineka Cipta.
Pawening, A. 2009. Perbedaan Angka Kejadian Skabies Antar Kelompok Santri Berdasar Lama
Belajar di Pesantren, (Online), (http://digilib.uns.ac.id/abstrak_1262_perbedaan-angka-kejadian-skabies-antar-kelompok-santri-berdasar-lama-belajar-di-pesantren.html,
diakses 20 Agustus 2012).
Rahmawati
N. 2009. Pengaruh pendidikan kesehatan tentang penyakit skabies terhadap
perubahan sikap penderita dalam pencegahan penularan penyakit skabies pada
santri di pondok pesantren Al-Amin Palur Kabupaten Sukoharjo. Skripsi. Surakarta: Universitas
Muhammadiyah, diakses 10 April 2012.
Saad.
2008. Pengaruh Faktor Higiene
Perorangan terhadap Angka Kejadian Skabies di Pondok Pesantren An-Najach
Magelang. Skripsi. Semarang: FK
Universitas Diponegoro.
Santosa. 2002. Ramuan Tradisional Untuk Penyakit
Kulit. Jakarta : Penebar Swadaya.