Psikologi Eksperimen dalam pendidikan profesi psikologi:Studi tentang metode pengajaran anamnesa
Wilis Srisayekti
Fakultas Psikologi Universitas Padjadjaran
Bandung
National Conference
on Experimental Psychology, Yogyakarta , 27 January 2010
Abstrak
Bagaimana memperjuangkan
psikologi untuk diakui dan bagaimana kemudian mengembangkan keilmuannya di
tengah berbagai kendala, adalah salah satu inspirasi yang disebarkan Wundt
dengan pendirian laboratorium psikologi di Leipzig pada 1879. Erismann dan Kohler pada
studi tentang persepsi di tahun 1950 menanggapinya melalui keterlibatan dan
komitmen penuh pada aktivitas yang digeluti. Nuansa perjuangan, pengembangan,
dan komitmen ini kemudian teradopsi saat Fakultas Psikologi Universitas
Padjadjaran menemui situasi serupa dalam upaya mengembangkan psikologi,
khususnya psikologi eksperimen, di tengah situasi perubahan kurikulum yang
terberi. Dalam lingkup profesi, psikologi eksperimen dapat berperan dalam
psikodiagnostika maupun intervensi. Namun demikian pengembangan pendidikan
profesi psikologi kurang diimbangi dengan pengembangan metode pengajaran yang
efektif, efisien serta teruji keandalannya dalam memfasilitasi mahasiswa untuk
memiliki ketrampilan profesinya. Pertanyaannya adalah bagaimana psikologi
eksperimen dapat berperan dan berkontribusi dalam pengembangan pendidikan
profesi psikologi. Studi tentang pengajaran psikodiagnostika hanya salah satu
jawabnya. Pada tulisan berikut akan disajikan studi tentang pengembangan metode
pengajaran anamnesa. Melibatkan 32 mahasiswa usia 23-29 tahun studi
dilaksanakan mengikuti rancangan interrupted
time-series. Hasilnya memperlihatkan bahwa metode yang diberikan dapat
secara signifikan meningkatkan kemampuan mahasiswa dalam melakukan anamnesa.
Hasil penelitian dan diskusi secara rinci akan dipaparkan pada makalah serta
presentasi. Hasil penelitian ini kemudian menjadi dasar bagi pengembangan
metode pengajaran anamnesa di waktu berikutnya, bagi pengembangan metode
psikodiagnostika lainnya, dan bagi pengembangan fasilitas laboratorium yang
menunjang pengajaran psikodiagnostika.
Psikologi
Eksperimen dalam pendidikan profesi psikologi:
Studi
tentang metode pengajaran anamnesa
Wilis Srisayekti
Fakultas Psikologi Universitas Padjadjaran
Bandung
National Conference
on Experimental Psychology, Yogyakarta , 27 January 2010
Mengarah pada topik utama, pada tulisan ini berturut-turut
akan diketengahkan:
1.
Penelitian persepsi dari Erismann dan Kohler
2. Psikologi eksperimen di Fakultas
Psikologi Universitas Padjadjaran Bandung
3. Pendidikan profesi psikologi dan
peran psikologi eksperimen
4. Studi pengembangan metode pengajaran psikodiagnostika:
anamnesa
1. Penelitian persepsi dari Erismann dan Kohler
Pada penelitian Erismann dan Kohler tentang
persepsi pada tahun 1950 di Universitas Innsbruck, Austria, partisipan
penelitian mengenakan kaca mata khusus. Saat mengenakan kacamata tersebut,
kedudukan benda yang dilihat oleh mata akan terbalik. Objek yang dengan mata
biasa terletak di atas akan berubah letaknya menjadi di bawah, dan objek yang
dengan mata biasa terletak di sebelah kanan akan berubah letaknya menjadi di
sebelah kiri.
Dalam kurun waktu 10 hari percobaan, diperoleh
data bahwa partisipan yang mengenakan kaca mata tersebut pada awalnya akan
mengalami proses penyesuaikan diri dengan pengamatannya. Dari hari pertama hingga hari ke tiga, partisipan
tidak yakin dalam bertingkah laku dan banyak melakukan kesalahan. Pada periode
berikutnya, yaitu hari ke tiga hingga hari ke lima, keyakinan partisipan dalam
berorientasi mengalami pengingkatan. Pada masa ini partisipan mulai
menyesuaikan diri dengan ‘dunia barunya’ sehingga kesalahan bertingkah laku mulai
berkurang. Di periode selanjutnya, yaitu dari hari ke enam hingga hari ke
sepuluh, penyesuaian diri partisipan telah terjadi sepenuhnya. Dalam periode
ini partisipan yakin sepenuhnya dalam bertingkah laku.
Ketika kemudian kacamata khusus tersebut kembali ditanggalkan oleh
partisipan, dan kedudukan benda kembali tampak seperti semula, partisipan
kembali memerlukan waktu untuk menyesuaikan diri. Akan tetapi penyesuaian diri
kali ini berlangsung lebih singkat dibandingkan saat penyesuaian diri dalam
mengenakan kacamata untuk pertama kalinya, yaitu hanya beberapa menit.
Kontribusi hasil penelitian di atas tentunya tidak diragukan dalam pengembangan
teori persepsi, yaitu bahwa: (1) persepsi, termasuk keberadaan ketetapan atau
konstansi, dipengaruhi oleh pengalaman seseorang, (2) persepsi mendasari seseorang
untuk belajar, dan dengan demikian penting untuk aktivitas mempertahankan hidup.
Hal yang tidak kalah menariknya dalam proses percobaan tersebut adalah bahwa Kohler
sebagai peneliti menyediakan dirinya sebagai partisipan penelitian, dan
terlibat langsung dalam rangkaian penelitiannya. Hal ini menjadi nilai tambah
yang membuat percobaan tersebut menjadi salah satu karya utama beliau di antara
karya penelitian persepsi lainnya. Karena itulah maka percobaan ini dikenal dan
menjadi salah satu tonggak sejarah dari perjalanan teori persepsi di dunia
psikologi. Dokumentasi percobaan selama sepuluh hari tersebut dapat dilihat
dalam bentuk film bisu berdurasi sebelas menit (H. Pacher & Co, Mikro film
Innsbruck, 1950). Keterlibatan Kohler secara penuh dalam rangkaian kegiatan
percobaan, telah memberikan pelajaran yang berarti, yaitu bahwa komitmen tinggi
diperlukan manakala kita akan mengembangkan sesuatu. Hal ini menjadi relevan
karena dengan semangat inilah studi dalam tulisan ini dilakukan.
2. Psikologi eksperimen di
Fakultas Psikologi Universitas Padjadjaran Bandung
Dalam perspektif sejarah dikenal bahwa akar
perkembangan psikologi sebagai ilmu pengetahuan secara filosofis sangat
heterogen dan saling bertumpang tindih. Selain tidak dapat dilepaskan dari
pemikiran filsafat, dapat dikatakan secara ringkas bahwa psikologi mulanya banyak
dipengaruhi oleh penemuan dan kemajuan di bidang ilmu alam terutama fisika,
biologi, fisiologi, dan neurologi otak. Pengaruh tersebut terlihat pada
pemakaian metode eksperimen dan observasi dalam penelitian psikologi, yang juga
banyak dipakai dalam fisiologi dan fisika.
Psikologi yang berawal dari pandangan filsafat tidak memiliki
karakteristika keilmuan seperti terukur, memiliki standar, memiliki metode,
memiliki kejelasan teori, memiliki kejelasan objek, berupaya menjadi ilmu
pengetahuan yang diakui. Di sinilah upaya Wundt untuk menjadikan psikologi
sejajar dan diakui sebagai ilmu pengetahuan tampak nyata. Ia mewujudkannya
melalui kerja di laboratorium yang didirikan di kota Leipzig, Jerman di tahun
1879. Tahun yang sama kemudian dianggap secara formal sebagai kelahiran
psikologi sebagai disiplin ilmu tersendiri. Kerja eksperimen Wundt tersebut
membuat psikologi pada masa kelahirannya dikenal dengan psikologi eksperimen.
Pemberian arti pada potongan sejarah tersebut didasari oleh pemikiran bahwa:
(1) pemberian karakter psikis menurut kualitas dan peraturan tersendiri
menuntut dimulainya kemandirian psikologi sesuai obyek dan metodenya, (2) telah
dihasilkan banyak objek untuk psikologi empirik yang baru, (3) penerbitan
jurnal ilmu pengetahuan tentang psikologi yang berperan bagi institusionalitas
psikologi. (lihat Clair, Pichler & Pircher, 1989; Raffl, 1992; Srisayekti,
1993; Braunstein & Pewzner, 2005).
Di tahun-tahun setelahnya, metode dalam
psikologi menjadi lebih bervariasi, objek penelitian semakin spesifik dan teori
yang digunakan semakin meluas. Pada perkembangan terkini, kajian psikologi
eksperimen mengarah secara spesifik pada fungsi-fungsi psikologi yang sangat
kental diwarnai oleh pendekatan kognitif dan neurokognitif (lihat Woodworth
& Schlosberg,
1971; kemudian International
Journal of Psychology, 2008; Experimental Psychology, 2006). Sementara itu
metode eksperimen berkembang pula menjadi lebih bervariasi (lihat Townsend,
1953; kemudian Christensen, 2004; Campbell & Stanley, 1963; Glass et.al., 1975; Cook & Campbell, 1979;
Solso, 1998)
Bagaimana perkembangan psikologi eksperimen di Fakultas Psikologi
Universitas Padjadjaran? Data yang tersedia memperlihatkan bahwa fungsi-fungsi
psikologi sebagai kajian psikologi eksperimen kurang banyak mencuri minat
pengajar serta mahasiswa dengan berbagai alasannya. Oleh karena itu dapat dimengerti
jika perkembangan yang berarti dalam kajian ini kurang terlihat (lihat daftar
skripsi mahasiswa Fakutas Psikologi Universitas Padjadjaran, daftar penelitian
Fakultas Psikologi Universitas Padjadjaran). Namun demikian terjadi hal yang
sebaliknya pada metode eksperimental. Dalam beberapa tahun terakhir, metode ini
banyak dipilih terutama dalam penelitian mahasiswa dalam rangka penulisan tesis
pada magister profesi psikologi (lihat daftar tesis Magister Profesi Psikologi
Fakultas Psikologi Universitas Padjadjaran).
3. Pendidikan profesi psikologi
Mengacu pada pengertian yang diungkapkan beberapa literatur, ruang lingkup
profesi psikologi meliputi dua kegiatan besar yaitu diagnostik psikologik atau
psikodiagnostik dan intervensi psikologik. Dengan demikian kedua hal tersebut
merupakan hal utama yang disentuh pada pendidikan profesi psikologi, dan oleh
karenanya akan dipaparkan sekilas pengertian dasar dari keduanya.
Diagnostik, berakar dari bahasa Yunani ‘diagignóskein’,
yang berarti
mengenali secara persis, membedakan, menyimpulkan serta memutuskan. Diagnostik menandai proses kognitif yang terjadi
mulai dari mengenali hingga menyimpulkan (Kaegi, 1904, dalam Fisseni, 2004). Bermula dari seni
penyembuhan di dunia Arab, diagnostik berawal dari tradisi dunia kedokteran
yang berkaitan dengan ilmu untuk mengenali penyakit serta katagori penyebabnya
(Fisseni, 2004; Osten, 2000). Dalam psikologi, diagnostik merupakan ilmu (die Lehre) tentang metode dan alat (Verfahren) yang dipakai dalam
menjalankan proses diagnosis. Dalam hal ini diagnosis menjelaskan perilaku mana
di masa lalu yang menyebabkan perilaku yang terjadi pada masa kini (Dorsch,
1994 & Schröde, 1976, dalam Fisseni, 2004). Mengutip dari pendapat Westmeyer (1993), yang
merangkum pendapat Jäger & Petermann (1995), Amelang & Zielinski
(2002), serta Ringelband & Birkhan (2000),
Fisseni (2004) menuliskan bahwa psikodiagnostik secara keseluruhan
merupakan metodologi, yang digunakan dalam memecahkan masalah praktis dengan
menerapkan pengetahuan psikologis dan teknik-teknik psikologis.
Bermula dari bahasa Latin ‘interveniere’,
secara umum intervensi berarti: (1) jalan melintang, masuk di antaranya, (2)
menyela, mengganggu, mencegah (Blasé & Reeb, 1909, dalam Fisseni, 2004). Di
dalamnya terkandung pengertian dasar yang berkaitan dengan interupsi, menengahi, penanganan,
yang mengubah berlangsungnya suatu proses dan kemungkinan untuk menghindarinya.
Jika dimengerti sebagai
penanganan psikologi, maka intervensi dimaknakan sebagai upaya untuk
menghindari gangguan psikologis serta membangun perilaku yang diinginkan
(Humboldt-Psychologie-Lexikon, 1990, dalam Fisseni, 2004). Dengan demikian
intervensi tidak sama persis dengan psikoterapi, namun psikoterapi merupakan
salah satu bentuk intervensi. Contoh bentuk intervensi lainnya adalah konseling
untuk prevensi psikologis, program pelatihan untuk meningkatkan efisiensi kerja
pada lingkup psikologi industri dan organisasi, upaya mengembangkan citra terhadap
merk tertentu dalam rangka meningkatkan penjualan dalam lingkup psikologi
periklanan. Amelang & Zielinski (2002 dalam Fisseni, 2004) mengemukakan
bahwa intervensi bermula dari kesimpulan psikodiagnostik yang dilakukan untuk
mengubah sesuatu, baik individual maupun organisatoris. Intervensi memberikan
efek positif apabila terdapat kesesuaian antara diagnosis dan intervensi.
Diagnostik dan intervensi seyogyanya dimengerti sebagai bagian dari proses
psikologis yang sama seperti dua sisi dari mata uang yang sama. Intervensi
bermula dari diagnostik. Diagnostik dimengerti sebagai upaya untuk mengetahui,
sementara intervensi dimengerti sebagai upaya untuk melakukan modifikasi. Dengan
demikian diagnostik dan intervensi tidak dapat dipisahkan satu sama lain (lihat
Fisseni, 2004).
Diagnostik dan intervensi psikologik yang bermula dari berbagai asumsi
berkembang menjadi salah satu disiplin psikologi. Saat ini psikodiagnostik
berdiri berdampingan dengan berbagai teori tentang kepribadian dan perilaku,
berjejak di atas bermacam metode, berhadapan dengan masalah etika kerja dan
masalah politik. Di samping berangkat dari prinsip
psikiatri dan psikologi kepribadian, psikodiagnostik juga menggunakan
psikologi umum. Prinsip fungsi-fungsi dalam psikologi umum beserta metode
eksperimen diadopsi dan berperan dalam diagnostik dan intervensi psikologik Hal
ini terutama terlihat dalam pengembangan alat ukur seperti tes dan kuisener. Aktivitas dengan metode
eksperimen tampak pula dalam rangka melihat efek dari pemberian perlakuan (lihat Fisseni, 2004).
Melihat uraian tentang diagnostik psikologik atau psikodiagnostik dan
intervensi psikologik, menjadi jelas peran psikologi eksperimen dalam
pendidikan profesi psikologi.
4. Studi tentang metode pengajaran psikodiagnostika:
anamnesa
Sebagai bagian dari aktivitas profesi psikologi, diagnostik psikologik atau
psikodiagnostik menjadi salah satu materi pendidikan profesi psikologi. Studi
ini mengangkat salah satu metode psikodiagnostik, yaitu anamnesa (Petermann
& Eid, 2006), yang pada pelaksanaannya menggunakan teknik interviu dan
teknik observasi. Secara formal, mata kuliah ini merupakan salah satu butir
dalam mata kuliah dasar-dasar asesmen psikologi. Pengembangan mata kuliah ini
dimulai sekitar 13 tahun lalu, yaitu saat mata kuliah tersebut merupakan bagian
dari program pendidikan profesi psikologi yang merupakan kelanjutan pendidikan
S-1 psikologi. Sesuai dengan waktu serta fasilitas yang tersedia, pengembangan
metode pengajaran anamnesa yang efektif merupakan tujuan utama dari kegiatan
penelitian ini. Saat ini mata kuliah yang sama menjadi bagian dari pendidikan
magister profesi psikologi, dan diberikan pada semester pertama.
Kata Yunani ‘anamnesis’ merupakan
dasar dari anamnesa yang berarti mengingat kembali jiwa. Istilah tersebut
dimunculkan pertama kali oleh Platon, seorang filsuf Yunani kuno (427-347 SM.,
dalam Osten, 2000). Dalam kaitannya dengan psikodiagnostik, kegiatan anamnesa
berfokus pada mengumpulan informasi klien melalui sejarah kehidupan dan
perkembangannya. Kegiatan anamnesa biasanya juga diiringi oleh eksplorasi,
yaitu informasi mengenai situasi dan masalah aktual yang dihadapi klien beserta
pandangan dan pemikiran subjektifnya (Petermann & Eid, 2006). Anamnesa dan
eksplorasi tidak saja bermanfaat dalam lingkup psikologi klinis atau medik,
melakinkan juga dalam lingkup psikologi forensik, psikologi pendidikan, serta
evaluasi pribadi dalam assessment centre
(Petermann & Eid, 2006). Yang dimaksudkan anamnesa pada penelitian ini
meliputi anamnesa dan eksplorasi seperti dikemukakan oleh Petermann & Eid
(2006).
Secara umum pengajaran anamnesa dimaksudkan untuk turut mempersiapkan
mahasiswa menjadi psikolog, yang mandiri dan memiliki integritas, dengan
mengantar mereka memiliki sikap dan keterampilan profesional dalam pelaksanaan
anamnesa, melalui pelatihan dan praktik yang disupervisi. Secara khusus
pengajaran anamnesa diharapkan dapat mengantar mahasiswa untuk dapat
mengkonsolidasikan serta mengintegasikan pengetahuan teoretik dan praktik yang
telah mereka miliki, memiliki keterampilan untuk melakukan, membangun rasa
percaya diri, serta mengenal keunikan diri sendiri, dalam pelaksanaan anamnesa.
Di akhir pengajaran anamnesa mahasiswa diharapkan pula untuk dapat lebih
sensitif terhadap kelebihan dan kekurangan pribadinya, sebagai dasar
pengembangan sikap profesional psikolog, terutama dalam kaitannya dengan
pelaksanaan anamnesa (lihat Srisayekti, 2002).
Tujuan umum pengajaran:
Setelah mengikuti mata kuliah ini mahasiswa diharapkan dapat melakukan
anamnesa dengan teknik interviu dan observasi.
Tujuan khusus pengajaran:
1.
Mahasiswa mengetahui pengertian teknik interviu, teknik
observasi, psikodiagnostika secara umum, anamnesa. Mahasiswa juga diharapkan
dapat mengetahui terapan teknik interviu dan observasi dalam melakukan anamnesa,
serta cara-cara melakukan anamnesa melalui teknik interviu dan observasi
2.
Mahasiswa dapat menerapkan cara-cara melakukan anamnesa
melalui teknik interviu dan observasi
Materi pengajaran:
Materi dalam pengajaran anamnesa
meliputi: (1) Pengetahuan teoretik anamnesa, (2) Teknik pelaksanaan anamnesa,
yang mencakup tehnik membangun relasi dan melakukan percakapan, serta teknik
penggalian atau pengumpulan informasi melalui observasi dan interviu, (3)
Pengembangan hipotesis dalam anamnesa. Ruang lingkup penelitian ini terletak
pada butir 1 dan 2. Butir 3 tidak akan dibicarakan.
Metode pengajaran:
Mengalami sendiri, merupakan
penekanan dari pengajaran anamnesa. Dengan demikian pengajaran lebih banyak menekankan
pada latihan dan praktik yang disupervisi. Latihan dikembangkan dengan dasar
latihan keterampilan mikro. Teknik perekaman video saat pelaksanaan anamnesa,
serta penayangan rekaman yang dilanjutkan dengan diskusi kelompok mengenai
pelaksanaan anamnesa berdasarkan pokok materi anamnesa, dilakukan untuk memberi
kesempatan mahasiswa melakukan observasi terhadap diri sendiri, melakukan
kritik terhadap diri sendiri, melakukan kerjasama dengan rekan lain dalam
rangka melakukan validitas intersubjektif (lihat Kubinger & Deegener, 2001;
Ivey, 1976; Ivey et al., 1982; Van Ments, 1989; Stein, 1983;
Aschenbrenner-Egger et al., 1987; Srisayekti, Catatan pribadi pengajaran
anamnesa).
Bobot mata kuliah adalah 3 sks
praktek (1 sks setara dengan 4 jam tatap muka), berlangsung satu semester (16
minggu). Dengan pertemuan dua kali setiap minggu, maka secara keseluruhan
terdapat 32 pertemuan. Setiap
pertemuan berlangsung selama enam jam.
Pelaksanaan kegiatan pengajaran:
1
|
:
|
Reviu pengantar psikodiagnostika, dan anamnesa dalam psikodiagnostika.
|
2
|
:
|
Pengetahuan teoretik tentang:
(1) Anamnesa
(2) Teknik pelaksanaan anamnesa, yang mencakup
tehnik membangun relasi &
melakukan percakapan, serta
teknik penggalian atau pengumpulan
informasi
melalui observasi &interviu
(3) Pengembangan hipotesis dalam anamnesa.
|
3
|
:
|
Bermain peran antara sesama peserta mata kuliah anamnesa
|
4
|
:
|
Rekaman video 1 & 2
|
5
|
:
|
Diskusi kelompok :
melihat rekaman diri, dibahas berdasarkan pokok materi teknik pelaksanaan
anamnesa. Dilakukan untuk memberi kesempatan mahasiswa melakukan observasi
terhadap diri sendiri, melakukan kritik terhadap diri sendiri, melakukan
kerjasama dengan rekan lain dalam rangka melakukan validitas intersubjektif
|
6
|
:
|
Rekaman video 3 & 4
|
7
|
:
|
Reviu mata kuliah.
|
Catatan:
·
Rekaman video dilakukan secara individual, dalam ruang
laboratorium Fakultas Psikologi Universitas Padjadjaran di Jatinangor. Di dalam
ruangan hanya terdapat mahasiswa dan subjeknya, serta peralatan rekaman (lihat
Mittenecker, 1997).
·
Penyajian rekaman dilakukan melalui televisi 24 inch,
dengan video player VHS, di hadapan seluruh mahasiswa dalam kelompok (9-16
orang).
·
Diskusi di lakukan di ruang Laboratorium Fakultas
Psikologi Universitas Padjadjaran di Jatinangor, diikuti oleh seluruh mahasiswa
yang tergabung dalam kelompok, dihadiri dosen pembimbing. Diskusi dilakukan
setalah rekaman ditayangkan. Penayangan rekaman dapat diulang sesuai dengan
keperluan.
Pertanyaan penelitian:
Apakah metode pengajaran yang diberikan dapat
meningkatkan ketrampilan mahasiswa dalam melakukan anamnesa?
Metode:
Partisipan penelitian
|
:
|
·
Mahasiswa & mahasiswi peserta mata kuliah praktek
observasi dan interviu program profesi Fakultas Psikologi Unpad
|
|
|
·
32 orang, usia 23-29 tahun
|
Metode
|
:
|
time series design t1
t2 X t3
t4
|
|
|
t1 = pretest
1, rekaman video 1
t2 = pretest
2, rekaman video 2
t3 = posttest 1, rekaman video 3
t4 = posttest 2, rekaman video 4
|
Perlakuan
|
:
|
Metode pengajaran anamnesa, berlangsung 16 minggu (32 pertemuan)
|
Pengukuran
|
:
|
Adaptasi ketrampilan mikro
Ivey (1976), terhadap materi (1) dan (2)
|
Variabel independen
|
:
|
Metode pengajaran anamnesa 16 minggu (32 pertemuan)
|
Variabel dependen
|
:
|
Ketrampilan melakukan anamnesa, menurut adaptasi
dari Ivey (1976)
|
Penilaian
|
:
|
Inter-rater, 2 psikolog
|
Analisis
|
:
|
deskriptif & uji signifikansi
|
Hasil penelitian (Σ = 32, 2-tailed, α = .05):
Aspek
|
M-t1
|
M-t3
|
Sig.
|
M-t2
|
M-t4
|
Sig.
|
Perilaku
memperhatikan
|
2.33
|
4.43
|
.000
|
2.33
|
4.53
|
.000
|
Mengundang
berbicara
|
2.47
|
4.47
|
.000
|
2.57
|
5.30
|
.000
|
Meminta
penjelasan
|
2.22
|
4.35
|
.000
|
2.30
|
4.87
|
.000
|
Menanggapi
perasaan
|
2.13
|
4.27
|
.000
|
2.00
|
4.40
|
.000
|
Merangkum
pembicaraan
|
2.10
|
4.90
|
.000
|
2.10
|
5.10
|
.000
|
Keseluruhan
|
2.27
|
4.45
|
.000
|
2.29
|
4.74
|
.000
|
Aspek
|
M-t1
|
M-t2
|
Sig.
|
M-t3
|
M-t4
|
Sig.
|
Keseluruhan
|
2.27
|
2.29
|
.782
|
4.45
|
4.74
|
.001
|
Hasil penelitian pada table di
atas memperlihatkan bahwa secara keseluruhan ketrampilan mahasiswa dalam
melakukan anamnesa mengalami peningkatan sebagai akibat dari metode pengajaran
anamnesa yang diberikan. Proses mengalami sendiri tampak membawa partisipan ke
dalam perubahan dalam dirinya. Hal ini dimungkinkan karena mereka memperoleh kesempatan
untuk mendapatkan pengalaman sendiri dalam melakukan anamnesa melalui praktik
disupervisi yang direkam melalui video. Mereka juga memperoleh kesempatan untuk
mendapatkan umpan balik secara langsung mengenai tampilan mereka saat melakukan
anamnesa melalui rekaman video. Sementara itu diskusi kelompok mempertajam dan
memperkaya umpan balik yang mereka terima. Kondisi tersebut membuat partisipan kemudian
tergerak, lalu berkomitmen untuk memperbaiki ketrampilannya pada kesempatan
melakukan anamnesa berikutnya. Dengan memiliki pengetahuan dan pemahaman tentang
ketrampilan melakukan anamnesa dengan baik, maka partisipan dapat terus
mengevaluasi dan memperbaiki ketrampilan melakukan anamnesa di waktu
selanjutnya. Evaluasi dan perbaikan secara terus menerus akan membuat partisipan
menjadi trampil menggunakan ketrampilan melakukan anamnesa, serta membuat
ketrampilan tersebut dimiliki relatif menetap. Uraian tadi menunjukkan bahwa
pendekatan mengalami sendiri secara signifikan dapat meningkatkan ketrampilan partisipan
dalam melakukan anamnesa. Proses yang berulang atau siklus tersebut oleh Walter
& Marks (1981) diberi nama experiential
learning. Dengan demikian seyogyanya hasil tersebut diperkuat dengan mengulangi
siklus proses belajar. Hal ini dimungkinkan karena pengajaran anamnesa
diberikan pada semester pertama, dan diharapkan mendasari mata kuliah praktik
di semester-semester berikutnya. Hasil perhitungan tersebut sejalan dengan
hasil wawancara yang dilakukan kepada partisipan saat reviu mata kuliah anamnesa.
Para partisipan mengatakan bahwa salah satu hal
yang memfasilitasi terjadinya perubahan pada diri mereka adalah adanya latihan
yang memungkinkan mereka untuk mengalami sendiri, menjalani aktivitas melakukan
anamnesa. Penggunaan ketrampilan mikro juga dianggap membantu. Teknik yang mulanya
dikembangkan oleh Ivey (1976) ini membagi ketrampilan menjadi unit-unit kecil. Pada
penelitian ini teknik tersebut mengalami modifikasi yang disesuaikan dengan
tujuan penelitian. Melalui ketrampilan mikro, fokus pembelajaran partisipan
menjadi lebih jelas dan konkrit, umpan balik yang diterima oleh partisipan
menjadi lebih rinci dan akurat, serta memfasilitasi ke arah perubahan perilaku
yang diinginkan. Di luar itu semua, apresiasi tinggi diberikan oleh partisipan pada
penggunaan teknik audio-visual untuk merekam perilaku mereka saat latihan
melakukan anamnesa, dan memutar rekaman untuk pembahasannya saat diskusi
kelompok. Terlihat pula bahwa peningkatan ketrampilan melakukan anamnesa pada partisipan
penelitian ditunjang oleh reaksi positif mereka terhadap metode pengajaran yang
diberikan. Menurut Craig (1987) reaksi positif partisipan terhadap perlakuan
yang diberikan, dapat menunjang dalam menciptakan proses belajar yang optimal (lihat
Srisayekti, catatan pribadi pengajaran anamnesa tentang hasil wawancara dengan
subjek saat reviu mata kuliah). Meskipun materi tentang pengembangan hipotesis
dalam anamnesa tidak secara khusus dibicarakan dalam tulisan ini (lihat butir
‘materi pengajaran’), namun dapat dikemukakan bahwa peningkatan partisipan
dalam melakukan anamnesa pada penelitian ini sejalan dengan peningkatan
kemampuan partisipan dalam mengembangkan hipotesis dalam anamnesa (lihat Srisayekti,
Catatan pribadi pengajaran anamnesa).
Walaupun
studi ini memberikan hasil yang menggembirakan bagi perkembangan metode
pengajaran psikodiagnostika khususnya dalam melakukan anamnesa, namun metode
ini bukanlah tanpa kekurangan. Beberapa kelemahan yang ditemukan adalah: (1) pelaksanaan metode ini sangat memerlukan
waktu yang banyak, (2) metode ini mempersyaratkan keterlibatan dan komitmen penuh
baik dari mahasiswa maupun pengajar, (3) pelaksanaan metode ini juga
menghendaki adanya fasilitas laboratorium dengan perlengkapan audio-visual yang
memadai, serta (4) kelompok diskusi yang terlalu besar.
Hasil penelitian ini kemudian
menjadi dasar bagi pengembangan metode pengajaran anamnesa di waktu berikutnya,
bagi pengembangan metode psikodiagnostika lainnya, dan bagi pengembangan
fasilitas laboratorium yang menunjang pengajaran psikodiagnostika
Dengan berbagai kekurangan yang
dimiliki, metode ini secara keseluruhan atau sebagian telah diimplementasikan
dalam berbagai bentuk, baik dalam lingkup pendidikan profesi psikologi maupun
di luar lingkup pendidikan. Berikut ini adalah beberapa topik penelitian yang
tercatat dalam rangka penulisan tesis magister profesi psikologi:
·
Peningkatan ketrampilan wawancara penyiar radio
(Emma Junita Amelia)
·
Ketrampilan
komunikasi petugas customer service di
mall ’x’ (Emmaretha)
·
Ketrampilan melakukan dukungan sosial bagi
relawan odapus (Rina Widjajanti)
·
Etc.
Ucapan
terima kasih
Ungkapan terima kasih disampaikan kepada:
·
Para mahasiswa yang telah bersedia menjadi partisipan
penelitian.
·
Dr. Hanna Widjaja yang saat itu bertindak sebagai koordinator
mata kuliah observasi dan interviu, tanpa perkenannya studi ini tidak mungkin
terlaksana.
·
Dr. Rismijati yang saat itu menjabat sebagai kepala
laboratorium, tanpa ijin yang diberikan penelitian ini tidak mungkin
terselenggara.
Daftar
pustaka
Aschenbrenner-Egger,
K., Schild, W., & Stein, A., (Hrsg.)., (1987). Praxis und Methode des Sozialtherapeutischen Rolenspiels in der Sozialarbeit und Sozialpädagogik. Freiburg im Breisgau:
Lambertus.
Braunstein,
J-F., Pewzner, E., (2005). Histoire de la
psychologie, 2e éd. Paris : Armand Colin
Cook, T.D. & Campbell . D.T. (1979). Quasi-experimentation: design & analysis issues for field settings.
Boston :
Houghton Mifflin.
Christensen, L.B., (2004). Experimental Methodology, 9th ed. Boston : Pearson
Clair,J., Pichler, C., & Pircher, W.,
(1989). Wunderblock: Eine Geschichte der
modernen Seele. Katalog zur Ausstellung der Wiener Festwochen im Zusammenarbeit mitden
Historischen Museum der Stadt Wien. Wien:
Löcker.
Craig, R. L. (1987). Training
and Development Handbook. A Guide to Human Resource Development. New
York : McGraw-Hill.
Dalbert,
C., (Ed.). (2008). International Journal of Psychology, vol. 43, issue ¾,
June / August. Psychology Press.
Fisseni,
H-J., (2004). Lehrbuch der
psychologischen Diagnostik, 3.Auflage. Göttingen: Hogrefe.
Glass, G.V,
Willson, V.L., & Gottman, M., (1975). Design and analysis of time-series
experiments. Boulder, CO: Colorado Associated University Press
Greenwald,
A.G., Humphreys, G., Kerzel, D., Koch, I., Meiser, T., Musch. J., Rothermund, K.,
Schriefers, H. (Eds.)., (2006). Experimental
Psychology, vol. 53., no 1 / 2006. Hogrefe.
Ivey, A.E.,
(1976). Microcounseling. Illinois:
Charles C. Thomas.
Ivey, A.E.,
Gluckstern, N.B., & Ivey, M.B., (1982). Basic Attending Skills. Second edition. Amherst : Microtraining Associates.
Kubinger,
K.D. & Deegener, G., (2001). Psychologische Anamnese. Göttingen: Hogrefe.
Laak, J.J.F
ter, (1996). Psychodiagnostics. Utrecht :
Reproduction General Services, Faculty of Social Sciences.
Leahey, T.H., (1997). A history of psychology: main currents in
psychological thought, 4th ed. New Jersey: Prentice Hall.
Mittenecker, E.,(1987). Video in der Psychologie, 1. Auflage. Bern: Hans Huber.
Osten, P.,
(2000). Die anamnese in der
Psychotherapie, 2. Auflage. München: Ernst Reinhardt.
Petermann,
F., Eid, M. (Hrsg.)., (2006). Handbuch
der Psychologischen Diagnostik. Göttingen: Hogrefe.
Raffl, R.,
(1989). Geshichte der Psychologie.
Universitas Innsbruck, Austria. Tidak dipublikasikan.
Solso, R.L.,
Johnson, H.H., Beal M., Kimberly., (1998), Experimental
Psychology: A case approach, 6th edition, Massachussetts:
Addison-Wesley Longman.
Srisayekti, W. (1993). Perkembangan psikologi sebagai ilmu dan bidang kerja. Orasi ilmiah pada Dies
Natalis ke-32 Fakultas Psikologi Universitas Padjadjaran Bandung.
Srisayekti,
W., (2002). Anamnesa: suatu pengantar. Jurnal Psikologi, 2, Bandung.
Stein, A.,
(1983). Sozial-therapeutisches
Rollenspiel. 1. Auflage. Frankfurt : Moritz Diesterweg.
Townsend, J.C.,
(1953), Introduction to Experimental
Method. New York :
McGraw-Hill.
Van Ments, M., (1989). The effective use of role-play: a handbook
for teachers and trainers. Revised edition. London : Kogan Page.
Walter, G.A. & Marks,
S.E., (1981). Experiential Learning and Change. Theory, Design and Practice.
New York : John Wiley & Sons.
Woodworth, R.S.,
Schlosberg, H., (1971). Experimental Psychology, revised edition. New Delhi :
Oxford & IBH
Sumber lain
Daftar skripsi mahasiswa Fakutas
Psikologi Universitas Padjadjaran.
Daftar penelitian Fakultas
Psikologi Universitas Padjadjaran.
Daftar tesis Magister Profesi
Psikologi Fakultas Psikologi Universitas Padjadjaran.
Erismann, T & Kohler, I. (1950). Die
Umkehrbrille und das aufrechte Sehen: Ein Wahrnehmungsexperiment im Zeitraum
von 10 Tagen. Institut für experimentelle Psychologie der Universität Innsbruck. Stumm
Film. H. Pacher & Co,
Mikro film Innsbruck. Göttingen: IWF Wissen und mbH.
Srisayekti, W. Catatan pribadi pengajaran
anamnesa.
Kontak : wilis_bandung@yahoo.com